Part 18

631 90 8
                                    

Semuanya sudah terlanjur. Rose terlanjur jatuh pada sosok Jimin yang ternyata tak memiliki perasaan terhadap Rose. Meski begitu, nama Jimin masih terukir dengan jelas dihati dan benaknya. Tak mudah bagi Rose untuk melupakan Jimin, dan inilah yang Rose lakukan agar ia bisa melupakan Jimin.

Rose telah mengemasi pakaiannya, berniat untuk kembali ke Rumahnya. Ia tak ingin lagi berlama-lama di Rumah Jimin, bukankah ia tidak diharapkan?

Hingga semuanya telah rampung. Rose pun menggeret kopernya menuju ruang tamu untuk menjumpai Jimin yang ia tahu sedang ada disana.

"Jimin-ah." Panggilnya.

Jimin yang awalnya fokus pada sambungan telponnya kini terfokus pada Rose dan terlebih lagi pada koper yang Rose pegang.

"Aku ingin pulang. Aku merindukan rumahku." Bohongnya, padahal ini ia lakukan agar bisa menjauh dari Jimin.

Jimin kemudian mematikan sambungan telponnya. Ia terkejut, ini terlalu tiba-tiba dan ia seperti ... Belum siap.

"Kau ingin pulang? Secepat ini?" Tanya Jimin meski raut wajahnya tak bereaksi namun hatinya gelisah tak menentu.

"Bagiku sudah lama aku menumpang di rumahmu, dan itu bukanlah hal yang baik mengingat kau adalah seorang idol besar. Bisa berbahaya dan akan mengakibatkan skandal jika ada yang mengetahui ini semua." Rose.

Jimin tak bisa berkata apa-apa lagi. Rose benar, sepenuhnya benar. Lagi pula bukankah Jimin sendiri yang memberikan tembok penghalang diantara mereka. Lalu inilah akhirnya, perpisahan telah menyapa.

"Baiklah jika itu maumu. Tunggu sebentar aku akan berganti pakaian dulu, lalu mengantarmu." Jimin berbalik hendak kekamarnya namun Rose lebih dulu mencekal tangannya.

"Tidak perlu, aku sudah memesan taksi. Jangan membuatku merepotkanmu." Ujarnya lagi.

Jimin tertegun mendengar penuturan Rose barusan. Rose seakan menyinggungnya secara halus, namun apa boleh buat?.

"Baiklah." Jimin mencoba untuk bersikap acuh pada Rose. Ia tak ingin terlihat mengharapkan kehadiran Rose disini.

Rose menatap Jimin sendu. Akhirnya rasa sakit akan luka yang ia buat sendiri semakin melebar, rasanya benar-benar sakit saat mengetahui bahwa orang yang kau suka malah tidak pernah menganggap kehadiranmu.

Tak menunggu lagi. Rose segera menggeret kopernya kembali, ia lalu keluar dari Rumah megah milik Jimin.

Jimin menatap punggung Rose yang sudah menghilang dibalik pintunya. Hatinya sesak saat melihat wajah keputus-asaan Rose. Entahlah, tapi firasatnya mengatakan bahwa ia harus mengikuti Rose untuk saat ini.

Bohong jika Rose mengatakan bahwa ia sudah memesan taksi. Faktanya ia kini hanya berjalan kaki saja, ia tidak memiliki cukup uang untuk memesan taksi jadi biar saja dia jalan kaki. Toh ia tak akan mati karena berjalan bukan?

Jimin yang mengikutinya sedari tadi merutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa Rose lebih memilih untuk berjalan kaki dibanding diantar olehnya.

Jimin tahu, Rose pasti sudah tak ingin berurusan dengannya, oleh karena itu Rose lebih memilih untuk berbohong.

Hingga saat Rose mulai memasuki kawasan yang lumayan sepi. Rose merasa tak nyaman dan kemudian menoleh kesegala arah, dan ternyata ada seseorang yang berjalan disampingnya namun Rose tak menyadarinya.

"Siapa kau?!" Bentak Rose meski sebenarnya ia ketakutan.

"Aku? Aku adalah seorang pria yang tertarik melihat wanita cantik sepertimu." Balasnya dengan kerlingan genit yang membuat Rose muak.

"Pergi dari sini sebelum aku teriak!" Rose.

"Apa? Kau bilang apa barusan? Ahahahha teriak dijalan yang sepi seperti ini? Kau gila ya!?" Balasnya lagi.

Lalu kemudian pria yang tidak dikenal tadi langsung mencoba mencium Rose secara paksa. Rose yang diperlakukan seperti itu langsung terkejut dan ada perasaan takut menghampiri benaknya.

"Lepas!! Lepaskan aku!! Tolong!! Tolong aku!!"

"Jimin-ah tolong aku." Batin Rose.

"Masih mau teriak? Rupanya kau memang gadis bodoh yaa." Pria tadi semakin membabi buta ingin mencium Rose meski tak mampu sebab Rose yang terus memberontak.

BUG

"Aakhh!!" Pekik pria tadi saat tubuhnya terhuyung karena sebuah tendangan yang cukup keras mengenai punggungnya.

Rose langsung meluruhkan tubuhnya. Shock rasanya saat dirinya hampir diperkosa oleh pria bejat barusan. Rose menekuk tubuhnya dengan memeluk lututnya lalu terisak.

Jimin langsung menghantam pria tadi hingga babak belur. Lalu ia berpindah melirik Rose yang ketakutan setengah mati.

Jimin mendekati Rose, mencoba untuk menenangkan gadis yang harus ia lindungi ini.

"Rose-ya." Serunya lembut.

Namun Rose langsung memundurkan tubuhnya, ia takut. Rasa takut itu telah merasuk ke seluruh tubuhnya.

"Rose-ya ini aku ... Jimin." Ujar Jimin lagi.

Mendengar nama Jimin, Rose mendongak lalu mendapati presensi Jimin yang sudah berada dihadapannya.

Jimin kemudian membantu Rose berdiri, Rose masih terisak namun matanya melirik pria tadi yang mengeluarkan pisau lipat dari kantung celananya. Rose gelagapan lalu menyeru.

"Jimin-ah pria itu!!" Ujarnya ketakutan.

Namun sayangnya saat Jimin berbalik hendak melihat pria tadi, rupanya pisau lipat itu telah menancap diperutnya.

Rose terkejut bukan main melihat Jimin yang mulai mengeluarkan darah dari luka tusukan tersebut. Sementara pria tadi langsung kabur setelah mencabut kembali pisau miliknya yang tadi ia tancapkan pada Jimin.

Tubuh Jimin ambruk namun Rose segera menahannya. Rose menurunkan tubuh Jimin pelan-pelan sembari terisak penuh kekhawatiran.

"Jimin-ah bertahanlah ... Kumohon. Aku akan menghubungi Ambulance, jadi bertahanlah. Hiks ... Hiks .. Kumohon." Isak Rose semakin menjadi.

Nafas Jimin tersengal, ia merasa begitu sakit. Bukan, bukan karena luka tusuk ini. Tapi rasanya sangat sakit saat melihat air mata Rose membasahi pipi gadis itu. Hatinya sangat sesak hingga ia melupakan rasa sakit pada raganya.

"Yeobosoyo!! Kau dengar aku? Segera datang ke-" Namun belum sempat Rose menyelesaikan kalimatnya. Jimin langsung menarik tengkuk Rose lalu mengecup bibir Rose dengan lumatan kecil.

Rose semakin terisak seiring ciuman itu terjadi. Hatinya sakit melihat Jimin yang kesakitan seperti ini. Namun ia tetap menutup kedua matanya menikmati kenyamanan yang Jimin berikan.

Merasa lukanya semakin menyakitkan, Jimin melepaskan ciumannya. Ia menatap Rose dengan intens, kembali mengecup Rose sekilas.

"Aku mencintaimu ... Aku benar-benar mencintaimu Rose-ya."

Lalu setelahnya penglihatan Jimin memburam dan akhirnya menggelap.

Rose histeris namun ia harus bertindak atau kalau tidak ia akan kehilangan Jimin untuk selamanya. Ia kembali menelpon Ambulance agar bisa menyelamatkan Jimin.

Inilah cinta. Terkadang harus ada salah satu dulu yang tersakiti barulah cinta itu akan menampakkan betapa pentingnya presensi seseorang dalam hidupmu. Jangan sampai saat kau sudah kehilangannya barulah kau menyesal, sebab menyesal pun tak dapat mengembalikan apa yang telah pergi meninggalkanmu.
























Gua tau ini ga seru dan dikit ceritanya vote nya byeee 😊

MY FANS IS MY DESTINY || jirose [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang