Bab 8

520 15 5
                                    

MEREKA berdua berdiri di sebuah taman yang biasanya berada di Jepang. Sebuah pohon kamboja tumbuh di sudut taman. Pasir membingkai taman tersebut, seperti sebuah pigura. Beberapa batu putih diletakkan sebagai pembatas antara pasir dengan taman. Sebuah kolam kecil penuh ikan-ikan hias terletak di samping kiri Fairus, dan sebuah jalan setapak terbentuk dari tanah. Mereka berdua berdiri di jalan setapak yang melengkung dan hampir membentuk huruf "S".

Taman itu berada di bagian tengah rumah yang bernuansa Jepang itu. Rumah itu luas sekali, namun hanya memiliki lima ruangan, ruangan pertama yaitu tempat Fairus ditemukan. Sementara di sampingnya, terdapat ruangan tempat Alif biasanya tidur. Kemudian dengan ruang selanjutnya, dipisahkan oleh sebuah lorong yang menghubungkan taman dengan dunia luar. Lalu ruangan selanjutnya di sudut rumah sampai sudut selanjutnya, adalah ruang makan. Di dalamnya, hanya masih terdapat sebuah meja panjang dari kayu yang dipoles dan dipahat dengan artistik dan dua kursi yang saling berhadapan di ujung-ujung meja. Kemudian ada lorong lagi. Lalu di sampingnya, terdapat sebuah ruangan kamar mandi. Lalu di sampingnya lagi, terdapat sebuah ruangan yang masih polos dan tidak ada apa-apanya di dalamnya-hanya sebuah tikar. Lalu di ruangan terakhir, adalah ruangan yang penuh dengan cermin-berbagai ukuran mulai dari yang kecil sampai besar, cekung hingga cembung, yang terletak berserakan begitu saja di mana-mana di ruangan yang sangat luas itu-dua kalinya dari taman di tengah itu. Rumah itu terletak di atas tebing yang cukup tinggi, dan di bawah tebing itu, deras ombak dengan suaranya ketika memecah tebing tersebut akan selalu menghiasi keberadaan rumah itu. Dan sebuah mobil sedang Toyota terparkir di depan. Rumah itu dipagari oleh pagar dari besi dan ditutupi dengan pelapis buram sehingga orang-orang di luar tak akan pernah tahu apa yang sedang terjadi di dalam. Apalagi di sekelilingnya, terdapat batu-batu buatan yang cukup kuat menahan rumah itu dari penglihatan keberadaan orang lain.

"Rumah ini warisan?" tanya Fairus yang jarang sekali melihat rumah seperti ini di Surabaya.

"Yah, bisa dibilang begitu," ungkapnya sambil menghela nafas, "lumayan, lagipula ini adalah tempat yang tepat untuk menyembunyikanmu. HP tak akan mendapatkan sinyal di sini. Telepon kabel juga tidak ada. Tak ada yang bisa menelepon dari sini maupun dari luar, ke sini maupun ke luar. Kita benar-benar terisolasi."

"Mengapa kau mengurungku?" tanya Fairus lagi dengan mengangkat alis. Alif melihat Fairus sudah mulai berontak.

Dia menjawab, "Karena aku takut kau lari. Karena aku tidak bisa membiarkanmu kabur, apalagi selangkah di luar sana. Kau bahkan belum bisa mengendalikan kekuatanmu. Bisa-bisa saja, ketika aku tidak ada, kau malah dikuasai oleh kekuatanmu sendiri!"

Fairus mengangguk-angguk, tapi menurutnya, ini terlalu berlebihan, bahkan sampai tidak bisa menelepon. Bagaimana kabar Bik Anis ya, pikirnya. "Baiklah, sekarang kita akan berlatih apa?"

"Kita akan melatih konsentrasimu dulu," kata Alif sambil menunjuk Fairus. "Kau tahu, konsentrasi adalah yang paling penting. Aku melihat dari caramu menggunakan telekinesis kemarin. Pada saat terakhir-terakhir kau lelah. Itu karena kau kurang konsentrasi."

"Itu karena aku capai, aku habis dikejar dua orang penjahat, tahu!" sewot Fairus sambil mengalihkan pandangan.

"Memang, tetapi konsentrasi atas kekuatanmu itulah yang membuatmu semakin lelah. Coba, jika kau bisa, gunakan telekinesismu untuk mengangkat bebatuan di sini," pinta Alif sambil menunjuk batu-batu putih yang membingkai taman, "tanpa mengangkat semua benda yang ada di sini."

Fairus menoleh sebentar, dan melihat sekelilingnya. Hanya semudah itu, pikirnya. "Baiklah, akan kucoba!"

Fairus menutup matanya, dan Alif memandunya semakin dalam. "Tutup matamu, Fairus. Biarkan apa yang ada di otakmu-di benakmu-alirkan semua ke dalam dirimu. Ke dalam darahmu, ke dalam aliran energimu. Biarkan tangan-tanganmu melemas," Alif yang mendekat langsung memegang bahunya untuk memintanya melemaskan jari-jarinya, "biarkan semua mengalir begitu deras, biarkan pikiranmu kosong untuk sementara dulu, biarkan semuanya kosong dan hampa, agar kau bisa merasakan segala yang ada di luar tubuhmu ini. Rasakan udara yang melewati tubuhmu, rasakan setiap alam yang masuk ke tubuhmu, rasakan itu..."

TelekinesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang