Setelah perdebatan yang terjadi di grup itu, suasana kelas itu kian mencekam. Semuanya diam tak ada satupun suara. Hanya derit kursi yang terdengar karena ketidaknyamanan sang empunya.
Padahal kelas ini adalah kelas paling ribut tapi kali ini, sungguh mengenaskan.
"Tri, rapat sampe jam berapa?" Tanya Ana karena suntuk sedari tadi semuanya pada diam. Padahal ini free class.
"Nggak tau ya" jawab Tri yang juga terlihat suntuk.
Ana mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan hingga terfokus pada satu titik.
"Na, gue mau ngomong," tiba-tiba datang Yahya. "Tapi nggak disini" lanjutnya
"Yaudah"
⭐⭐⭐⭐
"Na, Fahri tuh suka sama lo. Semua orang dikelas itu juga tau. Masa lo nggak peka sih?" Ujar Yahya.
"Mana gue tau. Selama ini kan gue nggak deket sama dia" jelas Ana. Memang selama mereka sekelas, Ana tidak cukup dekat dengan Fahri. Mereka cuma kadang-kadang saja berbicara kalau ada perlu, seperti menagih uang kas atau mengumpulkan uang amal.
"Lo nggak mau gitu sama dia?" Tanya Yahya. Seperti nya cowok ini menawarkan jasa mak comblang kepadanya.
"H-hah! Gue? Enggak ya. Gue nggak mau sembarangan membangun hubungan. Gue takut nanti dia cuma jadi mainan gue" tolak Ana.
"Yakin lo?"
"Ya!"
⭐⭐⭐⭐
"Bi, tadi Yahya ngomongin apa sama kamu?" Sekarang Ana sedang bersama Zidan dikantin.
"Nawarin aku buat di comblangin sama Fahri" jawab Ana enteng. Dia tidak tau saja.
"Terus kamu mau?" Tanya Zidan lagi.
"Ya enggak lah. Aku gak begitu kenal, masa langsung main nerima-nerima aja" Ana memang selalu menceritakan apapun itu keada Zidan karen cowok itu sendiri yang menuntutnya untuk selalu begitu.
"Kalo sama aku?" Entah ini sebuah candaan atau memang pernyataan yang memang membutuhkan jawaban.
"Apa sih! Inget Dela! Entar aku malah diserbu suporter lagi" canda Ana. Memang dia sering di labrak karena kedekatakan nya dengan Zidan si most wanted.
Waktu kelas delapan juga begitu karena kedekantannya dengan Zidan, ia beberapa kali di labrak kakak kelas lantaran saat itu memang Zidan sedang PDKT dengan salah satu kakak kelas yang bisa dibilang cukup famous juga pada masa itu.
Sampai Zidan harus turun tangan. Waktu itu heboh satu sekolahan Zidan mengamuk dikelas sembilan lantaran Ana yang dilabrak. Jika soal penglabrakan Ana tak bercerita pada Zidan jika tidak, ya seperti itu.
"Oit! Lanjutin makan nya, malah ngelamun" seru Zidan sambil memukul meja yang membuat Ana terkejut.
"Mang ngelamunin apa hayooo" ejek Zidan pada sahabatnya ini. Oh Tuhan demi apapun ia sangat menyayangi sahabatnya ini. Sahabat? Benarkah? Haha.
"Aku jadi ingat dulu kamu pernah dua kali ngamuk sama geng nya mantan gebetan kamu dulu. Mana bawa-bawa nama ku lagi" Ana hanya bisa tertawa kala mengingat itu.
"Siapa coba yang nggak marah ketika orang yang kita sayang dikatain PHO sampe dikatain kata-kata yang nggak pantes?" Ucap Zidan menggebu-gebu.
"Aku udah temenan sama kamu dari kelas tujuh. Sejak saat itu, aku selalu ngejaga perkataan sama kamu, berusaha untuk tetap ngomong lembut sama kamu meskipun aku dalam mode kesel sama kamu. Aku juga selalu ngejaga kamu. Lah mereka siapa? Yang kenal aja nggak tiba-tiba ngata-ngatain kamu emang aku terima? Ya ENGGAKLAH" jelas Zidan panjang lebar dengan sediki nada tinggi di akhir ditambah ia kembali memukul meja membuat se isi kantin mengalihkan perhatiannya ke arah meja mereka.
"Astaga! Ish nggak usah kayak gitu juga" ucap Ana merasa tak enak dengan penghuni kantin lain.
"Eheem! Sama Zidan sekarang? Bukannya tadi sama si Yahya? Ganti-ganti terus ya temen ngobrolnya!" Celetuk seseorang disamping meja mereka.
"Bisa diem nggak lo?! Dari kemarin elo mancing-mancing emosi terus ya Tim!" Seru Zidan yang mulai terpancing. Sebebarnya udah dari kemarin ia ingin memaki-maki gadis itu cuma pasti ia akan di amuk Ana lagi.
"Ehh udah yuk. Kita kekelas aja aku udah kelar udah kenyang juga. Ayokk" setekah itu Ana langsung menarik Zidan dari situ. Kalau enggak, ya pasti Zidan akan membantai habis gadis itu.
Selama berjalan disamping Zidan Ana merasa tidak enak karena terus di tatap dengan tatapan tidak mengenakan dari siswa lain.
"Dan, nggak apa-apa kita jalan berdua?" Tanya Ana merasa tak enak hati.
Zidan mulai mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru. "Kenapa? Kamu nggak nyaman diliatin sama mereka?" Tanya Zidan yang peka dengan apa yang di rasakan Ana.
"Itu mereka mulai nggak enak natapnya Dan!" Ucap Ana sambil menunduk dan mulai menjaga jaraknya.
"Nanti Dela liat gimana?" Lanjutnya.
"Siapa yang nggak tau tentang kita Bi? Udah Dela juga pasti santai kok!" Ujar Zidan menenangkan Ana. Lalu mereka melanjutkan langkahnya menuju kelas dengan Zidan yang menggenggam erat tangan Ana.
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Happy reading semua!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDZONE(?)
Teen FictionIni sebuah kisah persahabatan yang di bumbui dengan perasaan yang jauh melambung. Harus ada yang rela berkorban dan dikorbankan. "Banyak yang bilang bahwa tidak ada persahabatan yang antara cowok dan cewek. Apakah itu benar?" - FRIENDZONE