"Alya ada?" Pagi menjelang siang ini, Ana harus kesekolah.
Tidak bersama teman-teman nya seperti biasa, karena hari ini di khususkan untuk latihan para pengisi acara perpisahan nanti. Dan beberapa anggota OSIS yang juga sebagai panitia acara.
"Ada perlu apa kak?" Tanya Lily salah satu anggota OSIS.
"Gpp gue cuma mau revisi teks aja. Thanks ya!" Setelah itu Ana kembali kebawah menuju aula.
Ditengah tangga, Ana berpapasan dengan Zidan, sahabatnya. Ana masih merasakan denyutan menyakitkan itu kala menatap manik manik hitam milik Zidan.
"Kamu kenapa? Ada masalah? Atau kamu masih badmood karena mereka milih kamu jadi MC?" Pertanyaan beruntun dari sahabatnya itu membuat Ana tersadar.
Zidan masih tetap Zidan. Apa ini? Apakah ia menyukai sahabatnya itu? Tidak, tidak boleh. Ia harus tetap bercermin siapa dirinya.
"Hello!" Seru Zidan.
"Gue gpp" lagi. Ana meninggalkan Zidan begitu saja.
Kamu kenapa?
⭐⭐⭐⭐
Saat ini di aula sedang ramai-ramai nya. Para pengisi acara tengah duduk melingkar, mendiskusikan kembali konsep acara mereka.
"Jadi yang nari tuh, dari adek-adek kelas gitu, Na" jelas salah seorang panitia yang seangkatan dengan Ana.
"Urusan lo panitia deh. Padus gimana? Udah cukup kah? Kalo belom, ditambahin aja sama adkel yang kemaren ikut aubade" ujar Ana. Ia sudah tidak keberatan lagi dengan dirinya yang menjadi MC.
"Iya gue setuju. Karena keknya kurang kalo ngambilnya cuma dari angkatan kita" tambah Alya, sebagai penanggung jawab sekaligus ketua panitia.
"Del!" Panggil Alya kepada seseorang yang tengah duduk di ambang pintu aula. Ia bersama sosok lain. Zidan.
Kirana, ayolah...
"Lo kemaren ikut aubade kan?" Tanya Alaya Memastikan.
"Iya gue ikut"
"Okeh. Bole kan lo panggil anak buah lo itu buat nambah nambahin padus kita" jelas Alya mengarahkan.
"Butuh berapa?"
"Berapa?' kini Alaya tengah bertanya pada Ana yang tengah menunduk.
Ia berpura-berpura membaca-baca ulang teksnya. Padahal ia sedang menahan sesak di dadanya kala melihat gadis bernama Dela itu.
Ia berusaha menepis semua yang ada di kepalanya.
"Kirana!" Kini mereka semua yang ada disitu ikut menegur gadis itu.
"Aa...i-iya?" Setelah sekian lama menunduk, akhirnya gadis itu mendongakkan kepalanya dengan matanya sedikit berair.
"Na, lo kenapa?" Tanya Tri yang mulai khawatir dengan sahabatnya itu.
"Gpp" lari lagi.
Untuk kesekian kalinya Ana lari dari kenyataan.
"Ana!" Teriak Tri seraya ikut mengejar Ana, sampai di ambang pintu ia melihat Zidan yang kebingungan.
"Zidan kejar!" Titah Tri dengan panik.
Kenapa panik? Ana tidak pernah seperti ini. Gadis itu selalu ceria dalam keadaan apapun. Yang paling membuat heran adalah ia nampak tak bersemangat dari awal latihan, padahal gadis mungil itu sangat antusias kala ada acara-acara sekolah terlebih itu adalah acara dibawah tanggung jawab OSIS. Gadis itu akan menjalankan nya sepenuh hati.
Tetapi sekarang? Entahlah....
Gadis itu sekarang tengah berada di kelasnya. Memilih tempat paling pojok untuk mengontrol emosinya. Ia mengerti sekarang. Ia telah jatuh cinta. Tidak ada yang salah, bahkan ini sangat wajar. Tapi kenapa harus orang terdekatnya? Kenapa harus sahabatnya? Kenapa harus... Harus Zidan.
Tidak! Ia tidak boleh menangis.
"Bi!"
Hening!
"Ana kamu disini?" Zidan datang menghampiri Ana yang terduduk lemas dilantai sambil tersandar di dinding.
"Kamu kenapa?" Untuk kesekian kalinya Zidan bertanya.
"Gpp"
"Bi! Kamu kenapasih? Dari kemarin aku tanyain, selalu jawabnya gpp. Tapi hari ini kamu kayak gini" Tanya Zidan. Sejujurnya sejak kemarin Zidan merasa bingung dengan satu-satunya sahabat perempuan nya itu.
Tanpa membalas perkataan Zidan, Ana malah memilih bersandar dibahu cowok itu. Zidan semakin bingung, mengapa gadis kecilnya menjadi manja begini? Jangan kan bersandar kadang untuk digandeng pun gadis itu sering berontak.
"Kita makin jauh ya.."
"Gue sempet mikir, sehabis acara perpisahan itu apa kita masih bisa kaya gini? Apa gue masih bisa ngerepotin elo, masih bisa bawelin elo?"
"Gue nggak bisa bayangin, gimana rasanya nanti gue tanpa lo. Lo Si posesif, lo yang perhatian, lo yang selalu manja sama gue. Gue rasa, mulai hari ini gue harus siap untuk semuanya. Gue harus belajar dari awal lagi, ngulang lagi masa dimana gue nggak kenal siapa Zidan. Dan yahh, gue udah siap untuk itu"
"Gue udah siap kehilangan lo, Dan" tutup Ana sambil menatap manik hitam disampingnya.
"Nggak usah aneh-aneh bisa nggak sih? Kamu tuh ngaur, kamu kalo capek sama latihan, masih kesel sama tugas yang kamu dapet, tuh bilang. Kalo capek istirahat aku bakal nemenin kamu disini" terlalu sakit untuk Zidan mendengar semua kalimat-kalimat yang dilontarkan Ana.
Demi apapun, ia sangat menyayangi gadis itu. Bukan sebagai sahabat, bahkan lebih dari itu.
_________________________________
Happy reading!
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDZONE(?)
Teen FictionIni sebuah kisah persahabatan yang di bumbui dengan perasaan yang jauh melambung. Harus ada yang rela berkorban dan dikorbankan. "Banyak yang bilang bahwa tidak ada persahabatan yang antara cowok dan cewek. Apakah itu benar?" - FRIENDZONE