Part 8

6.2K 818 13
                                    

"Dit! Lo beneran sama si Gena?" tanya Judith pada Radit.

"Huh?"

Wajah Radit dihiasi kebingungan. Ia sampai terhenti dari acara memakan mie ayam kesukaannya. "Ya elah Dit, gausah ditutup-tutupin lah. Tau kok Gena itu bidadari kampus, tapi kita ga akan tikung temen. Asli deh," tambah Jojo.

Tikung temen? Ini semua ngomongin apa sih? Fikir Radit bingung.

Tadi saat kelas ia memang merasa sangat berisik. Apalagi ketika Gena tak sengaja berbalik dan menabrak dirinya.

Namun Radit tetap memasang wajah datar dan acuh tak acuhnya. Bukankah orang memang suka bergosip yang tidak jelas?

"Apanya yang ditutupin. Cuma temen doang," ungkap Radit.

"Halah! Dari temen nanti juga demen." Judith menyuap sesendok nasi sotonya.

Sejujurnya ia tak habis fikir dengan Radit. Bagaimana bisa ia menolak bahkan acuh pada Gena yang tampaknya selalu memerhatikan dirinya?

"Lo mau aja kasih tutor private ke Gena. Giliran minta tolong tutorin anak-anak lain di kontrakan gamau," timpal Jojo.

Gerakan sumpit Radit kembali terhenti mendengar perkataan Jojo. Ia selalu menolak mentah-mentah permintaan Jojo untuk mengajar teman seangkatannya dengan segudang alasan.

Di waktu yang bersamaan pula, Radit selalu membantu Gena. Selalu. Sejak semester pertama. Bahkan hari pertama orientasi. Masalah roti kasur itu. Radit masih mengingatnya jelas.

Benar juga. Kenapa giliran Gena, Radit selalu berusaha menyempatkan diri?

"Yha, kicep dia," goda Judith lagi.

Gue gamau kecewain orang tua gue. Kata-kata yang selalu pada akhirnya meluluhkan seorang Radit.

Seorang anak perempuan yang sangat berdedikasi untuk orangtuanya di tengah kelambatan otaknya menangkap sesuatu. Dia bekerja keras untuk membahagiakan orangtuanya. Itu alasan Radit ingin membantu Gena.

"Dia punya daya belajar yang besar walaupun lamban mikirnya."

Perkataan Radit membuat kedua pria muda di hadapannya melongo. Apa Radit ini baru saja mengatakan jika Gena si bidadari kampus itu bodoh? Yang benar saja.

"Pssstt.... Cewek lo tuh," bisik Judith membuat Jojo dan Radit menoleh.

Tak jauh dari pintu masuk kantin, terlihat Gena berjalan bersama Zahra dan juga Abe.

Hei, itu Abe.

Abe yang digosipkan mendekati Gena dan kini untuk pertama kalinya Gena terlihat berdekatan dengan Abe di area kampus. "Jadi sebenernya Gena sama Radit apa Abe sih?" tanya Jojo penasaran.

"Gue ga ada apa-apa sama dia," sanggah Radit dengan cepat.

Ia kembali berfokus pada mangkuk mie ayamnya. Mie ini jauh lebih nikmat ketimbang mendengar gosip yang beredar.

"Oi, Jo!" sapa Abe pada Jojo.

Jojo memang sempat ikut berlatih bersama klub basket fakultas. Jadi ia memiliki hubungan yang cukup dekat dengan sang kapten basket.

"Eh, elo Be. Tumbenan nangkring sama anak-anak gue?" tanya Jojo melirik Zahra dan Gena yang berada di dekat Abe.

"Cuma mau makan siang bareng aja sama Zahra sama Gena," jawab Abe.

Gena melirik Radit sejenak. Ia terus menunduk. Lebih tertarik untuk menikmati mie ayamnya ketimbang menoleh atau setidaknya menyapa.

Ia sudah cukup terbiasa dengan sifat dingin Radit ketika berada di sekeliling teman-temannya. Seakan menganggap semua acuh tak acuh. Namun jika diajak mengobrol pasti ia akan menjawab.

"Yaelah Be, jangan kerad banget lah ngejar Gena. Ini cowoknya ada di hadapan gue. Iya ga, Dit?"

Uhuk! Uhuk!

Radit langsung terbatuk-batuk mendengar perkataan Jojo. Ia melirik Jojo tajam. Sedangkan pria itu sibuk mengeluarkan cengiran tak berdosanya. Seakan tadi ia hanya bercanda dan leluconnya sangat lucu.

Tangan Radit langsung menggapai botol air minum dan menegak minumannya. Mencoba meredakan rasa sesak yang melanda.

"Gue ke meja sana dulu ya." Abe menunjuk salah satu meja kosong lalu pergi ke sana dengan Gena dan Zahra.

"Kalian berantem ya?" tanya Judith penasaran. "Tch, udah dibilang gue ga ada apa-apa sama Gena," gumam Radit pelan.

"Ga ada berantem?" tanya Jojo penasaran.

Radit menatap tajam Jojo. Ia tau Jojo tidak selamban Gena dalam berfikir, pasti pria itu mengerti maksud kata Ga-Ada-Apa-Apa yang disebut Radit tadi.

Di meja lain, Abe menatap seporsi nasi pecel di hadapannya dengan mata berbinar.

Demi apa sih ini orang ngeliat nasi pecel kayak ngeliat idol? Batin Zahra dalam diam.

Sedangkan Gena tidak mempermasalahkan tindakan Abe. Abe sekarang temannya jadi ia rasa hal yang lumrah seorang teman menunjukkan sisi konyolnya sekalipun Abe adalah pria yang dikagumi banyak wanita di kampus.

"Fanny mana?" tanya Zahra bingung akan ketidakhadiran salah satu dari trio kompaknya.

"Biasa, lagi ngebucin sama Dhika," celetuk Gena.

Tatapan Gena beralih melihat Radit dari kejauhan. Dia masih sibuk menikmati mie ayamnya. Apa Radit sesuka itu dengan mie ayam? Tanya Gena dalam hati.

Tak disangka, seulas senyum Gena terukir hanya dengan menatap Radit dari kejauhan. "Dia beneran ga ketolong lagi ya kalo udah liatin Radit," bisik Abe pada Zahra.

Abe kini melipat tangannya di atas meja kantin. "Ada tiga kiat biar Radit noleh sama lo." Kini Abe memulai kelas singkatnya agar Radit memberikan sedikit saja perhatian pada Gena.

"Eh! Woy! Demi apapun kalian bahas apa sih?" tanya Zahra bingung ketika Abe mulai membahas Radit.

Ia kira Gena sudah membuka hatinya untuk Abe dan ini langkah pertama mereka. Tapi nyatanya kini kedua orang itu sibuk membicarakan Radit.

"Sshhh! Gue ini lagi bantu Gena buat dapetin Radit!" tukas Abe pada Zahra.

Mulut Zahra menganga mendengarnya. Plot twist gila apa lagi ini? Abe yang terang-terangan menyukai Gena malah kini membantu Gena mendapatkan Radit.

Semalem tuh mereka berdua ngapain? Gue jadi ngerasa salah nyuruh Gena pulang sama Abe semalem. Gumam Zahra pada diri sendiri.

"Pertama, cari di google gimana cara deketin cowok dingin. Kedua lakuin. Ketiga tawakal kepada Tuhan," ungkap Abe dengan entengnya.

Satu pukulan mendarat di kepala Abe. "Makasih tapi ga membantu!" erang Gena kesal.

Ia kira dengan tampang yang sudah serius, Abe akan mengatakan hal yang serius pula. Tapi akhirnya pria itu hanya tertawa cengengesan.

"Gue bercanda kok," ujar Abe lagi.

Sesuap nasi pecel itu kembali masuk ke dalam mulut Abe. "Tapi gue beneran bisa bantu lo. Dia, kerja di Exodus kan? Gue beberapa kali nemuin dia di sana jadi pelayan. Itu klub langganan gue," jelas Abe.

Dahi Gena mengkerut. "Ya terus? Kalo itu langganan lo?" tanya Gena bingung.

Abe menghela nafasnya. Ternyata kabar angin yang mengatakan Gena sangat lamban berfikir tampaknya benar adanya.

"Gue emang ga deket sih sama Radit. Tapi gue bisa ngelaporin apa aja ke elo. Buat deketin Radit terus jadi temen dia juga kayaknya gue bisa."

Bittersweet by Radit [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang