Part 12

5.8K 823 12
                                    

Pintu rumah Gena terbuka. Sepi. Sunyi. Seperti biasanya. Hanya terdengar beberapa asisten rumah tangga yang hilir mudik.

Mobil milik ibunya juga tidak ada di depan. Ia langsung naik menuju lantai atas. Yang Gena temukan malah ayahnya terduduk di ruang kerjanya.

Lalu kakaknya, Griselda yang memasang wajah kusutnya mendekam di dalam kamar.

"Kak.." panggil Gena.

"Mereka berantem, terus mama cabut gitu aja bawa semua barang-barangnya," jelas Griselda.

"Kenapa?" tanya Gena.

"Perempuan itu, dia dateng ke rumah."

Gena memejamkan matanya. Mencoba menenangkan dirinya sejenak lalu Gena berbalik menuju ruang kerja ayahnya.

Ketika pintu kayu besar itu terbuka, yang Gena lihat membuatnya ingin muntah. Ayahnya tengah menenangkan wanita yang merusak keluarga Gena.

Ia merapatkan giginya tanda menahan emosi. "Kita harus bicara." Suara Gena terdengar, membuat kedua orang di dalam sana menoleh bersamaan.

Sesaat pandangan Gena bertemu dengan wanita yang mungkin tiga tahun lebih muda dari ibunya. Wanita itu tengah menangis. Namun tidak ada rasa simpati dari Gena untuknya.

"Tunggu sebentar, ya Gena."

"Gena mau ngomong. Tolong utamain darah daging papa ketimbang orang luar," desis Gena.

Perkataan putri bungsunya membuat ayahnya berdiri dari posisinya. Wajah ayahnya tampak menahan emosi. Mungkin pria ini tadi meledak saat kejadian ibunya keluar dari rumah.

"Ayo kita keluar."

"Nggak. Aku mau ngomong disini biar perempuan itu juga denger," tolak Gena. Mata Gena menatap sengit ayahnya.

"Gena!" geram ayahnya ketika merasa Gena tidak lagi sopan terhadap tamunya.

"Kenapa? Papa ga suka? Aku ga sopan?" tanya Gena.

Ayahnya hanya diam tak menggubris perkataan anaknya. "Ada yang jauh lebih ga sopan dari apa yang aku lakuin barusan. Perempuan yang rebut suami orang, ayah dua anak, yang ngerebut kebahagiaan orang-orang ga bersalah."

Keadaan ruang kerja ayahnya menjadi hening. Hanya isak tangis yang terdengar di sana.

"Papa juga ga sopan. Apa sopan main di belakang mama? Perempuan yang udah ngorbanin banyak hal? Ini balasannya buat mama? Nyakitin hati dia?"

Plak

Satu tamparan melayang di wajah Gena. Rasa perih itu terasa. Membuat pipi Gena memerah akibat tamparan sang ayah.

Melihat reaksi ayahnya, Gena malah tertawa. Ayahnya baru saja menamparnya. Berarti ayahnya lebih membela wanita simpanannya.

Wajah ayahnya tak kalah terkejutnya. Ia tak menyangka jika sampai menampar putrinya sendiri. "Gena, papa—"

"Selamat. Papa udah ngebuang semua yang papa punya. Silahkan hidup bersama perempuan itu."

Gena berbalik begitu saja, menghiraukan ayahnya yang terus memanggilnya. Ia membuka pintu kamar kakaknya. "Bawa barang lo, kita keluar dari sini."

Kakaknya tampak bingung melihat Gena. Belum selesai Gena berbicara, ayah mereka muncul di pintu kamar Griselda.

"Gena, papa minta maaf sayang."

"Cepet kak! Pilih, lo tinggal sama dia yang ga ngerhagain mama dan nampar anaknya sendiri atau lo ikut sama gue? Kita pergi ke tempat mama. Kita ga butuh uang dia atau harta dia."

Bittersweet by Radit [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang