Part 5: Brothers

2.4K 275 6
                                    

Jika Pluem pikir-pikir lagi, ia sebenarnya tak terlalu ingat akan reaksi yang diberikan ketika New hamil Frank saat itu. Usianya baru dua tahun, masih belum terlalu mengerti apa itu Kakak dan Adik, yang diketahuinya hanyalah ia senang-senang saja karena punya teman bermain, sebab itu lah ia jadi bingung ingin menjawab pertanyaan Adik keduanya ini.

Beberapa menit yang lalu Frank menghampirinya di saat ia tengah menikmati waktunya berjemur di pinggir kolam renang, siswa SMP itu bertanya. "Waktu Adek lahir Kakak takut atau marah nggak sama Adek?".

"Kak?! Ih! Kok ngelamun?! Ditanyain juga!" anak lelaki yang mempunyai wajah paling mirip dengan sang Ayah itu berseru sebal, ia bahkan memutar mata malas ketika Pluem terkekeh di hadapannya

"Ha ha ha, sorry..sorry. Abis Kakak bingung sih jawabnya"

"Kok bingung?"

"Yaaaaaa, gimana ya" Pluem menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Orang Kakak waktu itu juga masih kecil, jadi nggak terlalu inget. Tapi kalau kamu tanya ke Kakak gimana perasaan Kakak sekarang, jawabannya ya Kakak bahagia kamu udah lahir di dunia ini".

Frank sebenarnya selalu protes setiap kali Pluem mengusak rambutnya seperti ini, katanya ia bukan anak kecil lagi, namun untuk kali ini ada pengecualian, selayaknya ribuan kupu-kupu yang menggelitik perutnya, ia bahagia dengan perlakukan sang Kakak, untuknya itu adalah bukti bahwa lelaki berkulit putih itu memang menyayanginya.

Hembusan nafas kasar ia keluarkan, bibirnya mengerucut maju, lagi-lagi merasa sedikit bersalah karena pernah menolak kehadiran jabang bayi yang tengah dikandung New. Frank tak bisa membayangkan bagaimana kecewanya sang Adik nanti jika mengetahui bahwa Kakak nya sempat tak menginginkan kehadirannya.

"Adek jadi kasihan sama Dedek bayi, deh"

Kening Pluem berkerut bingung. "Kenapa?"

"Kita kan sempat nolak dia–, aku sih sebenarnya. Maksudnya Kak Pluem waktu aku lahir aja seneng, masa giliran aku yang dikasi Adik malah kayak gitu. Egois banget nggak, sih?".

Anak tertua Keluarga Vihokratana itu tersenyum manis, ia berpindah duduk ke beach chair yang ditempati Frank. Adiknya ini, walaupun terkadang bersikap ketus pada orang lain dan acuh tak acuh pada keadaan, namun sebenarnya dia orang yang cukup sensitif dan berperasaan.

Kejadian tersebut sudah lewat hampir tiga bulan lamanya, namun nampaknya Frank masih kepikiran akan sikap penolakannya, padahal Pluem yakin Bunda nya tak lagi memikirkan hal itu dan Adik nya ini pun pastinya sudah menerima keadaan, tetapi perasaan bersalah masih saja mengganggu pikirannya.

"Dedek bayi juga nggak bakal tahu kan kalau nggak ada yang ngasi tahu?. Kalau pun nanti dia tahu kita kasi penjelasan aja dan Dedek bayi pasti bakal ngerti, kok" jawab Pluem dengan vokalnya yang lembut, telapak tangan besarnya mengusap pelan punggung Frank. "Udah ya, yang lalu nggak usah dipikirin lagi, kan kemarin kita udah minta maaf sama Bunda, sama Dedek bayi juga, jadi kamu juga harus maafin diri kamu sendiri. We are already learning from our mistakes so it's time to start moving forward. Alright?".

Frank tertawa melihat Pluem yang memainkan alisnya naik turun, namun kepalanya mengangguk kecil. Ah. Ia benar-benar bersyukur mempunyai seorang Kakak, dan semoga kelak nanti sang calon Adik juga bisa merakan perasaan yang sama seperti dirinya.

"Eung. Lagian punya Adik katanya kan seru ya, Kak?. Kita jadi bisa ngebabuin dia nanti. Eh, aku ding"

"Ha ha ha, nggak gitu jugaaaaa. Tapi ya udah lah. Ngomong-ngomong soal 'ngebabuin Adek', sebelum kamu lakuin itu ke Dedek bayi nanti, kamu yang jadi babu Kakak dulu!. Sekarang sana!. Ambilin gue Jus Jeruk!" suruh Pluem sembari menoyor pelan kepala Frank

The VihokratanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang