Brakk
Suara pintu dibuka dengan kasar langsung menggema ke seluruh penjuru ruangan disusul dengan kemunculan pria dewasa berusia 39 tahun. Mata pria itu langsung meliar ke penjuru ruangan mencari atensi dari sosok remaja laki-laki berusia 15 tahun yang sudah satu minggu tidak ia lihat batang hidungnya. Saat tak menemukannya, dia langsung menuju ke kamar remaja laki-laki itu yang ia yakini ada di sana. Benar saja, saat sampai di sana dia mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi. Diapun semakin yakin bahwa anak itu sedang ada di dalam sana. Entah sedang mandi atau mungkin hanya sekedar cuci muka. Berakhirlah dia mendudukkan diri di pinggiran tempat tidur dan menunggu anak itu selesai dengan ritualnya itu.
Haru—remaja laki-laki itu baru saja keluar dari kamar mandi dan langsung dikagetkan dengan keberadaan Azriel—sang ayah yang kini tengah duduk di pinggiran ranjang tempat tidurnya.
“A—yah,” ucapnya tergagap. Yang dipanggil pun menoleh dan senyum langsung terbit dari bibir ranumnya. Azriel bangkit dari duduknya, lalu berjalan menghampiri sang putra dan memeluknya penuh rindu. Entahlah semua kemarahannya tadi seakan langsung menguap begitu saja saat melihat wajah putra imutnya itu.
“Kamu sayang kan sama ayah?’ tanya Azriel masih dalam posisi berpelukan. Haru pun hanya mengangguk sebagai jawaban.
“Kamu rindu nggak sama ayah?” tanya Azriel lagi dan lagi-lagi hanya dijawab dengan anggukan oleh Haru.
“Kalo gitu kamu mau kan ikut ayah?” lagi-lagi Azriel bertanya kepada Haru, tapi pertanyaannya kali ini tidak dijawab oleh anak itu.Haru membeku ditempatnya berusaha mencerna pertanyaan yang baru saja terlontar dari bibir sang ayah.
Melihat keterdiaman sang putra, Azriel mengurai pelukan diantara keduanya. Dia menatap Haru yang kini tengah menunduk. Dia meraih kedua tangan putranya dan menggenggamnya. Menyalurkan kekuatan.
“Tatap ayah,” pinta Azriel dan Haru hanya menurut. Kemudian menatap sang ayah tepat pada kedua manik hitam legamnya.
“Haru percaya sama ayah kan?” Dengan cepat haru pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan yang lagi-lagi ayahnya lontarkan.
“Ayah janji kalau Haru mau tinggal sama ayah, ayah bakal sering habisin waktu buat main sama Haru trus ayah juga akan penuhi semua keperluannya Haru,” lanjutnya mencoba meyakinkan putra semata wayangnya itu.
“Nggak dia ikut aku pokoknya,” sanggah sosok lain yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu. Siapa lagi kalau bukan Giska Prameswari—ibunda Haru.
“Nggak dia harus ikut aku. Titik,” balas Azriel tak ingin mengalah.
“Kamu nggak bisa gitu dong mas, dia anak aku,” bantah Giska juga tidak ingi mengalah.
“Dia juga anak aku kalo kamu lupa. Aku juga ada hak atas Haru.”
Perdebatan itu masih terus berlangsung tanpa ada yang ingin mengalah. Bahkan sesekali mereka juga saling meneriaki. Haru yang melihatnya merasa muak sekaligus kesal. Lantas dia berteriak berharap dengan begitu kedua orang tuanya itu mau berhenti berdebat.
“STOP!! HARU NGGAK MAU IKUT SAMA SIAPAPUN.” Setelahnya anak itu berlari meninggalkan rumah tersebut dengan perasaan bercampur aduk. Dia tidak menyangka keluarganya menjadi berantakan seperti ini.Jember, 15 Mei 2021
Typo bertebaran. Harap maklum kalo alur masih berantakan. Tulisan pertama soalnya. Bukan pertama juga sih cuman kayaknya ini yang bakal lama di sini wkwkwk.
Happy reading semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selezione
Teen FictionPerceraian kedua orang tuanya membuat hak asuh atas dirinya diperebutkan. Saat persidangan perebutan hak asuh berlangsung dengan penuh keberanian dia berucap dengan lantang di depan hakim bahwa dia tidak ingin tinggal dengan salah satu dari kedua or...