6. Persidangan

131 20 2
                                    

Siang ini Haru pulang ke rumahnya setelah 2 hari menginap di apartemen Reval. Ya, setelah kepergiannya waktu itu dia memutuskan untuk menginap di apartemen Reval. Saat itu dia mendatangi apartemen Reval dengan air mata yang terus mengalir. Mengetuk pintu, lalu menghambur begitu saja ke dalam pelukan Reval yang baru saja membuka pintu. Menceritakan segala keluh kesahnya dan akhirnya memutuskan untuk menginap.

Tangannya sudah memegang knop pintu utama berniat membukanya. Namun, terhenti begitu melihat sebuah surat yang di selipkan tepat di bawah pintu. Haru mengambilnya, dibacanya tulisan yang tertera di amplop itu.
'Pengadilan Agama' dan itu ditujukan untuknya. Ia masuk dengan perasaan tak karuan tak lupa turut  membawa surat itu masuk. Kemudian memilih ruang keluarga sebagai tempatnya singgah.

Dia mendudukkan diri di sofa yang tersedia di sana. Tangannya masih memegang surat tadi dan pandangannya juga berfokus pada surat itu. Dia penasaran dengan isinya tapi ragu akan membukanya.
Dia menghela napas panjang berusaha menenangkan hati dan pikirannya. Disaat telah siap perlahan dia membuka amplop tersebut dan mengeluarkan isinya.

Tangannya sudah bergerak untuk membuka surat itu, tapi urung begitu perasaan ragu kembali menghantuinya.
Dia kembali menghela napas dan memantapkan hati.

Dengan gerakan cepat surat itu sudah terbuka menampilkan setiap kata yang tertulis di sana. Dibacanya setiap kata demi kata yang tertera di sana, sampai tubuhnya menegang begitu membaca salah satu bait di sana.

Dengan ini kami bermaksud memanggil saudara agar datang pada persidangan perebutan hak asuh atas Gaharu Atmaja yang akan diadakan pada :
Hari : Senin
Tanggal : 24 mei 2021
Waktu : 09.00 WIB - selesai
Tempat : gedung persidangan 2A pengadilan agama Jakarta Pusat.
Begitulah kira-kira isinya.  (Ini aku ngarang ya!! Jadi jangan dianggep beneran soalnya aku nggak tau yang sebenernya kayak gimana wkwkkw. Kalo misal salah dimaklum ya.)

###############

Tak terasa satu minggu sudah berlalu dan hari ini tepat di mana persidangan perebutan hak asuh atas dirinya dilangsungkan. Haru sudah rapi dengan setelan santai semi formalnya. Dia mengenakan celana jeans hitam yang dipadukan dengan kaos yang juga berwarna sama tak lupa kemeja kotak-kotak berwarna hitam dan putih sebagai luarannya. Sepatu yang dikenakannya pun juga senada, berwarna hitam dan putih. Tak lupa dia juga menambahkan jaket levis begitu merasa sedikit kedinginan. Tak ketinggalan masker yang sudah bertengger masis menutup hidung dan bibir remaja itu.

 Tak ketinggalan masker yang sudah bertengger masis menutup hidung dan bibir remaja itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kayak gini lah kira-kira pakaian yang dipake sama Haru

Dia melihat ke arah jam yang bertengger manis di pergelangan tangan kirinya. Di sana menunjukkan jarum pendek di angka delapan dan jarum panjang di angka enam.
"Bisa telat nih gue," ucap Remaja 15 tahun itu dengan langkah tergesa saat menuruni tangga.

Dia sudah memutuskan untuk memenuhi panggilan dari pengadilan agama satu minggu lalu. Setelah sebelumnya memikirkan dengan matang keputusannya ini. Dia bahkan rela tidak berangkat sekolah demi menyuarakan haknya langsung di depan hakim. Berharap dengan begitu mampu mengembalikan keluarganya seperti dulu.

Satu jam waktu yang ia butuhkan untuk sampai di pengadilan agama karena jalanan ke sana cukup macet. Dia langsung menuju ruang sidang lantaran ia sudah sangat terlambat. Di sana sidang telah dimulai. Salah satu orang tengah duduk di tengah-tengah ruangan dan memberikan beberapa kesaksian. Dia sendiri tidak diperbolehkan masuk sebelum dipanggil. Jadilah dia hanya mampu melihat dari kaca yang terdapat pada pintu sebagai penghubung ruang persidangan dengan ruang tunggu saksi. Tak hanya sendiri, di sana juga ada beberapa orang yang ia yakini juga ditunjuk sebagai saksi oleh kedua orang tuanya.

Satu jam telah berlalu, beberapa orang yang bersamanya tadi satu persatu telah memberikan kesaksian dan kini adalah gilirannya. Setelah barusan seseorang yang menjaga di depan pintu memanggilnya dan mempersilahkannya masuk.

Haru berdiri dari duduknya, menarik napas panjang guna memantapkan hatinya lalu mulai memasuki ruang sidang. Di sana dapat ia lihat di sisi kanannya ada Azriel--sang ayah dengan pengacaranya selaku penggugat. Juga di sebelah kirinya ada Giska--sang bunda bersama pengacanya selaku tergugat. Dia duduk di kursi yang terletak tepat di tengah ruangan setelah sebelumnya dipersilahkan oleh hakim.

Tak lama ada seorang lelaki menghampirinya menyuruhnya berdiri sambil meletakkan entahlah seperti Al-qur'an di atas kepalanya lalu menyuruhnya mengikuti apa yang diucapkannya. Seperti sebuah pengikraran janji. Selesai dengan hal itu, laki-laki tadi langsung meninggalkan ruang sidang dan Haru pun kembali dipersilahkan duduk.

Hakim ketua mulai membuka pembicaraan. Haru mendengarkannya dengan seksama. Bukan untuk memahami, tapi untuk mencari celah di mana dia bisa menyuarakan perasaannya. Begitu kesempatan itu datang, dia langsung berdiri dan berkata, "Sebelumnya saya minta maaf kalo misal jawaban saya keluar dari jalur pertanyaan ini. Atau mungkin saja terlihat kurang sopan, tapi di sini izinkan saya menyuarakan isi hati saya. Saat pak hakim bertanya saya lebih suka atau sayang sama siapa, saya akan jawab dengan lantang bahwa saya sayang dengan keduanya. Untuk itu saya akan memilih untuk tidak tinggal dengan siapa pun karena itu bisa menyakiti salah satunya." Lalu dia perlahan meninggalkan ruang sidang. Namun, tepat di depan pintu keluar dia berbalik dan kembali berbicara, "Dalam UU juga sudah dijelaskan bahwa anak usia 12 tahun ke atas berhak menentukan sendiri pilihannya untuk tinggal dengan siapa saat kedua orang tuanya bercerai dan itu pilihan saya. Permisi." Setelah itu dia benar-benar menghilang seiring tertutupnya pintu ruang persidangan.

Ucapan panjang lebar Haru barusan mengundang atensi semua audiance. Tak terkecuali kedua orang tuanya juga sang hakim ketua. Bahkan kini, Giska sudah menangis sambil melihat punggung anaknya yang sudah menghilang. Tak beda jauh dengan Giska, Azriel juga turut mengeluarkan air matanya.

Melihat persidangan yang sudah tidak kondusif lagi, akhirnya sang hakim ketua memilih menutup sidang dan mengundurnya satu minggu lagi. Setelah terdengar ketukan palu satu persatu yang ada di ruang sidang itupun keluar. Sedangkan Giska dan Azriel langsung berlari keluar berharap masih bisa menemukan anaknya di sana. Namun sayang, bukannya anak mereka yang ketemu malah wartawan yang menemukan mereka. Jadilah mereka terjebak di antara gerombolan wartawan dengan segala pertanyaan keingintahuan mereka.

Sleman, 23 Juli 2021

Belum sempet cek typo dan penulisan. Happy reading.

SelezioneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang