11. Memilih Pergi

73 12 0
                                    

Suara langkah kaki memenuhi koridor Rumah Sakit Pelita Jaya. Pelakunya tak lain dan tak bukan adalah Azriel dan Giska yang baru saja mendapat kabar bahwa anaknya menjadi korban penikaman. Raut khawatir terpancar dari keduanya, bahkan sejak menerima telpon tadi tangisan Giska sudah pecah.

Mereka berhenti tepat di depan UGD bersamaan dengan keluarnya dokter yang memeriksa Haru.

"Bagaimana keadaan anak saya dok?" Yanya Azriel dengan raut khawatir yang sangat kentara.

"Bapak keluarga pasien atas nama Gaharu korban penikaman?" Tanya sang dokter.

"Iya pak saya ayahnya,"

"Saya ibunya dok," jawab Giska begitu pandangan sang dokter mengarah padanya dengan raut bertanya.

"Apakah ada salah satu dari kalian yang bergolongan darah A? Anak kalian sedang membutuhkan kira-kira empat kantong darah A dan kebetulan di sini hanya tersisa dua jadi kurang dua lagi,"

"Darah saya A dok. Ambil saja punya saya," ucap Azriel.

"Baik bapak silahkan ikut suster kami,"

"Mari pak," ucap sang suster mempersilahkan Azriel masuk ke dalam ruang yang sama dengan Haru dan tranfusi darah itu pun langsung dilakukan.

Azriel sudah selesai dengan acara transfusi darahnya. Akan tetapi, dia tak langsung keluar. Melainkan memilih singgah sejenak, mengamati wajah damai putranya. Bedanya kini hanya wajah pucat Haru yang bisa ia lihat.

"Kamu harus berjuang ya sayang," ucap Azriel lalu mengecup kening Haru lama, baru setelahnya dia melangkahkan kaki keluar dari ruangan tersebut. Begitu membuka pintu, Azriel langsung disuguhi pertanyaan dari Giska.

"Gimana Haru, Mas?"

"Dia udah nggak apa-apa, tapi kata dokter keadaannya masih kritis karena salah satu ginjalnya mengalami kerusakan akibat dari penikaman tersebut. Kita bantu doa saja ya," jawab Azriel seadanya. Air mata pun kembali luruh dari wajah cantik Giska. Dia tak bisa melihat anaknya dalam keadaan seperti ini. Meskipun dia jarang bersama Haru. Jujur dia sangat menyayangi anak semata wayangnya itu. Giska hampir saja terjatuh jika Azriel tidak dengan sigap menangkapnya dan membawanya pada bangku di ruang tunggu.

"Kamu harus kuat. Biar Haru juga kuat," ucap Azriel berusaha menyemangati padahal dirinya sendiri juga hancur.

"Om sama tante orang tuanya Haru kan?" Ucap Reval yang baru saja kembali dari acara memberikan kesaksiannya di kepolisian. Azriel dan Giska yang merasa terpanggil pun langsung mendongak. Memandang remaja laki-laki di depannya kini.

"Iya. Kamu siapa?" Tanya Azriel.

"Saya Reval om, tante. Teman Haru, tapi saya sudah menganggap Haru sebagai adik saya sendiri," jawab Reval memperkenalkan diri.

"Kamu kok tahu kalau Haru di sini?" Heran Azriel pasalnya dia merasa tidak memberitahu siapapun perihal kejadian ini.

"Saya yang membawa Haru ke sini om, tan." Melihat tanda tanya besar dari dua orang di depannya ini pun membuat Reval harus menceritakan secara rinci bagaimana asal mulanya.

"Jadi gini om. Dari satu minggu lalu Haru itu tinggal di apartemen saya dan---" Reval pun menjelaskan semua yang terjadi hari ini bahkan sejak ia bangun tidur sampai kejadian itu terjadi.

"Lalu?" Tanya Azriel yang masih penasaran.

"Dengan kemampuan malacak saya, akhirnya saya bisa menemukan keberadaan Haru yang sudah bersimbah darah dengan mata yang terpejam."

Giska semakin meraung begitu mendengar penjelasan dari Reval bahkan kini dia sudah tidak sadarkan diri dan dibawa oleh suster untuk dirawat. Sedangkan Azriel memilih kembali mengorek informasi dari remaja laki-laki bernama Reval tersebut.

SelezioneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang