7. Lagi-lagi Wartawan

139 16 0
                                        

Haru baru saja menginjakkan kaki di pintu keluar pengadilan agama. Namun, segerombolan wartawan yang sudah menunggu langsung menghampirinya dan mulai mengutarakan beberapa pertanyaan.

"Apa yang membuat mas Haru berkata seperti itu tadi?"

"Bagaimana perasaan mas Haru setelah menyuarakan perasaan mas Haru barusan?"

Begitulah kira-kira pertanyaan yang para wartawan itu tanyakan, tapi sayang tidak ada satupun yang remaja itu jawab. Dia tengah sibuk memikirkan bagaimana keluar dari kerumunan ini.

Cukup lama terdiam, akhirnya Haru melihat celah untuk kabur. Tak menunggu lama dia pun berlari keluar kerumunan dan langsung meninggalkan tempat itu setelah sebelumnya menghentikan taksi.

Selama di perjalanan dia terus melamun memikirkan apa yang ia ucapkan tadi. Sudah benar atau tidakkah keputusannya barusan. Sampai suara sang sopir taksi menyadarkannya, "Mas, ini mau diantar ke mana?"

"Ha iya pak. Bapak nanya apa?" Tanyanya begitu tersadar.

"Masnya mau diantar ke mana," ulang sang sopir. Haru terdiam, memikirkan ke mana tujuannya sekarang.

'Pulang? nggak mungkin pasti bakal banyak wartawan di sana,' ucapnya dalam hati.

'Trus gue harus kemana dong," lanjutnya bertanya pertanyaan yang dia sendiri tak tahu apa jawabannya.

"Gimana mas? Jadinya mau ke mana?" Tanya sang sopir lagi.

"Bentar pak masih mikir. Muter-muter dulu ajalah nanti kalo udah ketemu tujuannya saya kasih tau," jawabnya asal karena ia memang belum menemukan kemana tujuannya.

"Nanti cargonya banyak loh mas," ucap sang sopir.

"Udah gapapa pak. Nanti saya bayar semuanya." Sang sopir pun hanya mengangguk menanggapi dan melaksanakan apa yang penumpangnya perintahkan.

Setengah jam sudah berlalu, dan mereka masih saja berputar-putar tanpa tahu tujuan. Dengan perasaan sedikit tidak enak dia pun kembali bertanya, "Sudah setengah jam loh mas dan kita masih di sekitaran sini aja. Masnya udah tahu mau ke mana belum?"

Dengan polosnya Haru menggeleng sebagai jawaban yang otomatis membuat sang sopir taksi menghela napas pasrah.

"Saya anterin pulang aja gimana?" Ujar sang sopir menawarkan.

"Jangan pulang," jawab Haru cepat.

"Atau ke rumah temennya mas aja gimana." Di sana Haru sedikit berpikir. Lalu ia teringat dengan Reval.

"Anterin saya ke grand palace apartment pak," ucapnya menyebutkan alamat Reval dan sang sopir pun hanya  menanggapinya dengan anggukan.

Mengapa Reval dan bukannya Daiva? Padahal yang temannya kan Daiva. Jawabannya simpel, karena Kalo ke rumah Dava pasti ayahnya bakal tahu. Secara mereka sudah berteman sejak kecil. Sedangkan Reval, kedua orang tuanya sudah dipastikan tidak mengenalnya.

Tiga puluh menit waktu yang mereka butuhkan untuk sampai ke apartemen Reval. Dia turun setelah sebelumnya membayar jumlah cargo yang harus ia bayar. Setelah taksi yang ia tumpangi pergi, dia pun berjalan ke arah lobi lalu bertanya kepada recepsionist perihal keberadaan Reval.

"Permisi. Apakah pemilik unit apartemen nomer 302 ada?" Tanyanya sopan.

"Sebentar saya cek dulu," jawab sang recepsionist lalu mulai melihat ke arah komputer.

"Ada mas. Dengan mas Reval kan?"

"Iya benar mbak. Terima kasih." Setelah mengucapkan itu dia pun melangkahkan kaki menuju tempat tujuannya. Yakni kamar Reval.

###########

Tok tok tok

Beberapa ketukan terdengar di pintu unit apartemen Reval. Jangan tanya siapa pelakunya, sudah pasti Haru. Reval yang baru selesai mandi pun buru-buru memakai baju dan berjalan ke arah pintu untuk melihat siapa yang bertamu. Begitu terbuka dapat ia lihat seorang bocah laki-laki yang beberapa hari lalu  mendatanginya dengan air mata membanjiri wajahnya.
"Ngapain lo di sini?"

"Ada tamu tuh disuruh masuk dulu gitu kek," ucap Haru mengajari sang pemilik apartemen.

"Berhubung tamunya lo, gue males tuh. Gimana dong?" Ucapnya menggoda.

"Ihhh jangan males dong,"

"Ya terserah gue lah. Kan gue yang punya," ucap Reval menohok Haru tepat pada jantungnya. Setelahnya dia pun membawa langkahnya kembali memasuki apartemennya. Hal itu sontak saja membuat Haru melotot sambil meneriaki Reval dengan nada merengek, "Abangggg."

"Kalo mau di situ aja ya nggak apa-apa sih." Mendengar itu senyum di wajah Haru pun mengembang. Kemudian mengikuti langkah Reval masuk tak lupa menutup pintu.

"Ngapain ke sini?" Tanya Reval begitu keduanya sudah berada di dalam tepatnya di ruang tv.

"Gue numpang tinggal di sini boleh ya?"

"Emang lo habis diusir?" Bukannya menjawab Reval malah kembali melontarkan pertanyaan yang malah terdengar menyebalkan di telinga Haru.

"Enak aja. Enggak lah. Gue lagi males pulang. Apalagi tadi habis dikerjar wartawan lagi. Gue yakin mereka pasti lagi kepung rumah," jelas Haru.

"Hahahhaha," pecah sudah tawa Reval. Sambil berusaha menetralkan tawanya dia pun kembali bertanya, "Emang lo habis ngapain sih sampe tu wartawan demen banget nguber lo?"

"Lo tahu kan gue tuh anak siapa? Giska Prameswari dan Azriel Mahardika Atmaja."

"Trus hubungannya apaan, ogeb?"

"Mereka kan sekarang udah cerai dan hak asuh anak mereka lagi diperebutin,"

"Terus?"

"Ya berarti gue kan yang direbutin?"

"Pastinyalah kan lo anak satu-satunya. Terus," ucapnya meminta diceritakan lebih lagi.

"Nah tadi tuh persidangan perdana dan gue di panggil buat jadi saksi trus gue bilang---," Haru pun mulai memperagakan apa yang terjadi di pengadilan tadi tanpa menambahkan atau pun mrngurangi. Sedangkan Reval menyimak dengan penuh keseriusan apa yang Haru ceritakan.

"Beneran lo ngomong gitu?" Tanya Reval tak yakin begitu Haru menyelesaikan ceritanya.

"Iya. Keren kan gue,"

"Pede banget lo. Udah sana mandi trus tidur,"

"Berarti gue diizinin nih nginep di sini?"

"Hmmm,"

"Yes. Makasih ya." Setelah itu dia menghilang seiring pintu kamar mandi yang tertutup.

Sedangkan Reval hanya geleng-geleng kepala melihat tinggah ajaib bocah tersebut. Akan tetapi, dia juga miris begitu mendengar kisah hidup bocah tadi yang sangat mirip dengan kehidupannya dulu. Kepingan ingatan yang sudah lama terkubur pun seakan kembali digali oleh bocah yang belum sebulan ini dia temui. Dia seperti berkaca, tapi dia juga berharap semoga apa yang terjadi padanya beberapa tahun lalu tidak terjadi juga pada bocah itu.

Sleman, 5 Agustus 2021

Happy reading.
Maklumin ya kalo ada typo biasa tangannya suka eror.
Buat yang mampir kuucapin terima kasih dan jangan lupa vote sama comment nya.

SelezioneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang