2. Perceraian

181 26 3
                                    

Pagi ini cuaca cukup bagus bahkan bisa dibilang cerah. Banyak dari mereka yang memanfaatkannya untuk berolah raga ringan meskipun hanya sekedar jogging di taman kompleks. Apalagi di hari minggu seperti ini. Akan tetapi, hal itu tidak berlaku pada sosok remaja 15 tahun yang kini masih asik dengan alam mimpinya. Siapa lagi dia kalau bukan Haru—Gaharu Atmaja.

Hari ini, terhitung sudah dua minggu sejak kejadian pertengkaran kedua orang ruanya. Yang berakhir keduanya angkat kaki dari rumah tingkat dua tersebut. Bahkan tidak ada tanda-tanda keduanya berkunjung. Hanya sesekali Azriel menghubungi Haru—sang putra guna menanyakan kabar putra semata wayangnya itu. Sedangkan Giska, entahlah di mana keberadaannya sekarang.

Haru baru saja terbangun saat matahari sudah cukup tinggi. Setelah mencuci muka dan menggosok gigi, dia membawa langkahnya menuju dapur untuk menuntaskan rasa laparnya. Berhubung Bi Iren—ART di rumahnya masih berada di pasar, sedangkan stok roti telah habis. Diapun memutuskan menunggu sang bibi pulang dari pasar sambil menonton TV ditemani dengan segelas susu coklat kesukaannya.

Tak menemukan acara yang cocok untuk, Haru pun beberapa kali mengganti channel televisinya berharap menemukan acara kesukaannya. Akan tetapi, semuanya terhenti pada sebuah channel yang tengah menayangkan acara gosip.

"Penyanyi Giska Prameswari telah resmi bercerai." Tulisan itu kini tertera di layar televisinya.

"Kemarin, pada tanggal 26 april 2021 sidang lanjutan perceraian antara penyanyi Giska Prameswari dan pengusaha Azriel Mahardika Atmaja resmi digelar. Hasil dari sidang tersebut diputuskan bahwa keduanya kini telah resmi bercerai," jelas sang presenter acara gosip tersebut.

Tak terasa satu tetes air mata jatuh begitu saja tanpa Haru sadari. Hatinya sakit.
"Kenapa kalian lakuin ini tanpa sepengetahuan Haru. Apa se-enggak penting itu Haru dalam keluarga ini?"
Ucapnya dalam hati. Dia merasa seperti orang bodoh yang tak tau apa-apa. Bahkan tentang masalah keluarganya sendiri.

Tanpa mematikan televisi, dia pun meninggalkan ruang keluarga dan berlari menuju kamarnya di lantai dua. Dia menutup pintu kamarnya dengan kasar sampai menyebabkan bunyi yang cukup nyaring. Mengunci pintu, lalu membawa langkah lemahnya menuju ranjang.
"Haru kecewa sama kalian," lirihnya dengan air mata yang semakin berlomba-lomba turun dari kedua kelopak matanya.
"Kalian jahat hiks,"

Bi Iren--pembantu di rumah keluarga Haru tak sengaja melihat Haru--sang anak majikan berlari menuju kamarnya. Saat itu dia baru saja memasuki rumah setelah pulang berbelanja di pasar. Ia kira anak majikannya itu tengah terburu-buru. Namun, semua itu terpatahkan saat melihat acara di televisi yang dibiarkan menyala disusul dengan suara bantungan pintu yang sudah dipastikan berasal dari kamar sang anak majikan.

Mendengar itu, Bi Iren langsung menuju kamar Haru guna memastikan keadaan anak majikannya itu. Meninggalkan belanjaannya tadi di ruang keluarga. Lebih penting anak majikannya dari pada belanjaannya, begitu pikirnya.

Bi Iren terus mengetuk pintu kamar sang anak majikan, berharap mendapat sahutan. Akan tetapi, sampai ketukan yang kesekian kali tidak ada jawaban dari sang empu kamar. Apalagi sampai membukakan pintu. Perasaan khawatir langsung menghinggapi Bi Iren. Dia takut anak majikannya itu melakukan hal nekat yang berujung membahayakan nyawanya. Tanpa berpikir panjang dia pun kembali ke lantai satu dan menghubungi para majikannya. Memberitahukan situasi yang terjadi saat ini.

"Nyonya kenapa nggak angkat telponnya sih," kesal Bi Iren lantaran sudah lima kali lebih dirinya menelpon Giska--sang nyonya, tapi tidak dijawab sama sekali. Dirinya pun beralih menelpon Azriel--sang tuan dengan harapan mendapat jawaban. Benar saja tak lama setelah tersambung, suara disebrang sana menyapa.
"Kenapa bi?"
"Itu tuan saya ingin memberitahu bahwa den Haru sudah tahu perihal perceraian tuan dan nyonya," jawab Bi Iren menjelaskan situasi yang sedang terjadi sekarang.
"Dia tahu dari mana, bi?"
"Dari acara gosip di televisi, tuan."
"Lalu bagaimana keadaan dia sekarang, bi?" Tanya Azriel khawatir.
"Sekarang den Haru sedang mengunci diri di kamar tuan. Aden juga belum makan. Saya Khawatir,"
"Bibi sudah coba bujuk dia?"
"Sudah tuan, tapi tak dihiraukan. Bahkan panggilan saya sama sekali tidak dijawab sama aden,"
"Bibi coba hubungi Giska soalnya saya lagi ada di Batam."
"Saya sudah coba hubungi nyonya berkali-kali tuan, tapi tidak diangkat,"
"Baiklah saya pulang sekarang, tapi kemungkinan saya baru sampai Jakarta sore atau nggak malam. Saya minta tolong bibi siapkan makanan buat Haru lalu coba bujukin dia lagi. Paling nggak sampai saya pulang," putus Azriel lalu menyiapkan segala keperluannya untuk kembali ke Jakarta, juga menyerahkan proyeknya itu kepada sang sekretaris.
"Baik tuan," ucap Bi Iren yang sebenarnya tidak akan terdengar oleh sang majikan lantaran sambungan telepon telah diputus secara sepihak oleh Azriel tepat setelah ucapan terakhirnya.

#########

Bi Iren sudah melakukan semua yang tuannya perintahkan. Memasak, membujuk Haru keluar kamar dan makan, sampai mencoba membuat lelucon garing dari luar pintu kamar Haru berharap anak majikannya itu sedikit terhibur. Dia memang masih cukup muda untuk ukuran ART biasanya. Makanya dia tidak ragu untuk melakukan tindakan yang ketiga itu. Akan tetapi, segala usaha dan bujuk rayunya itu hanya berakhir sia-sia. Buktinya sedari tadi tidak ada sahutan dari dalam kamar sang anak majikannya itu. Dirinya semakin dibuat stres akan hal itu. Pasrah, dia pun kini hanya mampu menunggu sang tuan datang dan menggantikannya untuk membujuk anak itu.

Sedangkan di dalam sana, Haru masih diam termenung dengan posisi duduk dilantai sambil bersandar pada ranjang. Jangan lupakan juga air mata yang masih terus meluncur dengan bebasnya dari kedua manik hitam legam miliknya. Bahkan dirinya mengabaikan segala bujuk rayu Bi Iren. Juga membiarkan perutnya yang sejak tadi berbunyi menuntut untuk diisi. Dirinya mendadak malas melakukan segalanya.

Bahkan saat langit sudah mulai gelap, Haru masih betah dengan kesunyian yang ia ciptakan. Dia yang biasanya suka dengan pemandangan matahari tenggelam itu seakan tak tertarik lagi. Pikirannya masih terus melayang pada pemberitaan perceraian kedua orang tuanya di acara gosip tadi. Dirinya kini memang sudah tak menangis lagi, tapi hatinya masih sangatlah sakit. Percayalah sakit hati akan lebih sukar sembuh dari pada luka fisik yang terlihat mata.

Sampai dia memutuskan terpejam, mengarungi alam mimpi dan melepaskan segala lelah hati dan fisiknya. Berharap dengan begitu segala rasa sakit yang ia rasakan akan sedikit mereda.

#########

Azriel baru saja menginjakkan kaki di Jakarta tepat saat senja telah menyapa.  Dia buru-buru berlalu menuju kediamannya di kompleks Teratai Indah. Sesaat setelah kembali mendapat telpon dari sang ART di rumahnya yang mengabarkan bahwa Haru--anaknya masih betah berada dalam kamarnya. Perasaan khawatir kini telah mendominasinya.

Setelah tiga puluh menitan menempuh perjalanan dari bandara menuju rumahnya, akhirnya kini Azriel telah berada di depan kamar sang putra. Mencoba membujuknya agar mau keluar. Akan tetapi, sampai beberapa saat masih tidak ada sahutan dari dalam, Azriel pun meminta Bi Iren untuk mencarikannya kunci cadang kamar tersebut. Begitu kunci sudah di tangan, buru-buru dia memasukkannya ke lubang kunci dan membuka pintu kamar tersebut.

Pemandangan pertama yang ia lihat adalah Haru yang telah lelap dalam tidurnya dengan wajah yang masih dihiasi beberapa air mata yang belum mengering. Dengan penuh kasih dia menghapus air mata itu sambil terus mengucap kata maaf.
"Maafin Ayah sayang. Pasti kamu kecewa sama kita, tapi Ayah janji bakal perjuangin hak asuh kamu dan kita buat lembaran baru dengan hanya ada Ayah dan kamu." Setelah mengucapkan itu, Azriel mengecup lama pucuk kepala Haru dengan penuh sayang. Sebenarnya dia ingin membangunkan sang putra dan mengajaknya makan. Akan tetapi, saat melihatnya terlelap dengan gurat lelah yang begitu kentara dia jadi tak tega.

Azriel pun memilih ikut berbaring di samping sang putra lalu memeluknya dengan penuh sayang dan rindu. Jujur dia sangat rindu dengan putra manisnya ini. Sampai akhirnya dia juga ikut menyusul menyelami alam mimpi bersama sang putra.

Jember, 22 Mei 2021



Maaf kalo kurang ngena atau nge-feel. Wkwkwk.
Typo bertebaran. Awas sakit mata.

SelezioneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang