PROLOG

177 34 37
                                    

Seoul, Korea.

Seorang gadis sedang berbaring di sofa ruang tengahnya. Sembari mengecap permen gagang, ia pun juga mendengar sebuah tayangan di televisi yang sedang menayangkan berita.

Ketika mendengar suara wartawan yang sedang menjelaskan pembunuhan, dirinya seketika langsung menegak. Ia pun bangkit dan segera duduk. Matanya fokus melihat berita itu.

Seketika dadanya naik turun. "Argh! Si Pembunuh itu lagi?!" geramnya sambil melemparkan bantal sofa ke lantai.

Ia pun mengambil album yang selama bertahun-tahun menemaninya. Ia membuka lembaran terakhir, diperhatikannya foto-foto yang sudah ia tempel ke dalam album itu.

Foto-foto beberapa orang yang terbunuh secara bergantian selama tiga hari kemarin. "Sekarang, si Pembunuh itu berulah lagi? Kenapa Polisi belum juga menangkapnya?! Jika seperti ini, aku harus turun tangan!" geramnya sambil menutup album itu kembali.

Drtt.. drtt.. drtt..

Tak lama, telepon si gadis pun berbunyi, ia segera melihat nama yang tertera. 'Polisi Willyam.'

Ia mendecak malas, segera saja ia angkat panggilan itu. "Ada apa, Pak?" tanyanya langsung.

"Kau ini bagaimana?! Kau ini seorang Detektif, Aileen! Kenapa kau tidak membantu kami dalam menangkap si Pembunuh berantai itu?! Kau berniat untuk menghancurkan Seoul, iya?!" katanya marah.

Aileen memutar bola mata malas. "Kalian tidak bisa menangkapnya?" tawa remeh Aileen.

"Tidak! Apa kau benar-benar tidak peduli, Aileen?! Kau ini seorang Detektif! Sudah seharusnya kau membantu kami! Membantu kota kamu, kau tahu?!"

Aileen tertawa sinis, "Tidak. Saya rasa kalian mampu." Bohong, itu semua bohong. Bohong jika Aileen mengatakan kalau ia tidak peduli. Nyatanya, ia sudah mencari tahu tentang motif pembunuh itu dari tiga hari yang lalu. Saat si pembunuh berulah.

Dengan cepat Aileen mematikan sambungannya. Ia pun berjalan ke kamarnya untuk bersiap pergi. Sebelum itu, ia menatapi kamarnya yang penuh dengan poster kasus-kasus yang sudah ia selesaikan. Ia mendekat ke salah satu dinding yang hanya ada tiga poster saja. Poster yang memperlihatkan korban pembunuhan secara bergantian. Ia memperhatikan korban itu lama-lama, sebelum akhirnya, ia pun mengangguk paham.

"Lawanku kali ini Pembunuh lagi, ya?" sinisnya. "Pembunuh yang tak pernah meninggalkan jejak? Tak pernah tertangkap oleh CCTV? Tidak ada yang sulit bagiku. Akan aku tangap kau, Pembunuh berantai!"

Ia segera memakai sepatunya dan jaket. Malam ini, ia akan mencari pembunuh itu. Ia segera mengambil tas dan memakai topi kesukaanya. Tak lupa, ia memasukkan katana dan senapan ke dalam tasnya.

Aku yakin, Pembunuh itu akan ke sana. Semoga dugaanku benar.

Ia pun segera berlari menuju mobilnya yang berada di garasi. Cepat-cepat ia keluarkan dari perkarangan rumahnya dan melaju pergi menuju tempat yang ia rasa akan ada pembunuhan di sana.

💣💣💣

Halo, semuanya! Terima kasih sudah baca.

Jangan lupa vote dan komen, ya. Terima kasih.

Salam Misteri🔪

Author.

TRAGEDITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang