BERHASIL KABUR!

32 7 5
                                    

Erol, Maheswara dan juga Aileen keluar dari mobil hitam milik Aileen tepat saat jam 10 Malam. Mereka bertiga pun ke tempat sembunyi yang sudah direncanakan tadi. Mereka mulai memantau dari jarak jauh keadaan Liga's City itu.

Aileen pun langsung mengeluarkan teleskopnya. Ia mengarahkannya ke perusahaan itu.

"Bagaimana?" tanya Erol memecahkan keheningan.

"Kantornya sudah mulai sepi. Namun belum sepenuhnya keluar." Aileen menjawab masih dengan memperhatikan perusahaan yang menjulang tinggi itu.

"Kira-kira, ruangan Tuan Lobert di mana, ya?" tanya Maheswara.

"Di lantai dua. Jadi tenang saja, kau akan cepat keluar."

Maheswara mengangguk. Ia pun mengeluarkan tiga botol kopi. "Ini untuk kalian."

Erol menoleh pada kopi tersebut. Ia tertawa sinis, "Kopi? Jelas aku suka, tapi Aileen? Apa-"

"Aku sangat suka." Aileen segera mengambil 1 botol kopi. Ia pun membuka dan meneguknya.

Erol sedikit terperangah.

"Apa yang aku tidak tahu tentang Aileen? Semuanya aku tahu." Maheswara berucap sembari membuka botol kopi miliknya. Ia langsung meneguk kopi itu. "Kau minumlah, Erol. Agar tidak tertidur nanti," saran Maheswara.

Erol langsung mengambil botol miliknya dan meneguk minumanya. "Ngomong-ngomong, kalian dulu 1 SMA, kan? Kenapa tidak kuliah 1 kampus lagi? Kau kuliah di mana, Aileen?" tanya Erol menatap cewek manis dengan mata tajam.

Maheswara dan Aileen bersitatap. "Aileen tidak ingin kuliah."

Erol mengernyit mendengar pernyataan dari Maheswara. "Lho? Kenapa Aileen? Apa kau tidak kasihan dengan orang tuamu?"

Aileen lagi-lagi menatap Maheswara dan langsung tertunduk. "Aku tidak ingin kuliah karena aku lebih ingin menjadi seorang detektif."

Erol mengangguk ragu, "Kan bisa menjadi detektif sembari kuliah?"

Aileen menggeleng, "Aku tidak suka waktuku penuh."

Erol sekarang semakin tidak mengerti. "Kau detektif resmi Seoul, kah?"

Aileen tersenyum dan menggeleng, "Tidak."

"Why? Apakah kau tidak diajukan menjadi detektif resmi Seoul oleh Polisi Willyam?"

Aileen menggeleng cepat, "Dia sudah menawarkanku berkali-kali, hanya saja aku tidak ingin."

"Kenapa?"

"Aku rasa, kau sudah bertanya cukup dalam. Kita hanya rekan dalam menangkap si pembunuh sialan itu, setelah itu, kita mungkin akan kembali menjadi dua orang yang asing satu sama lain."

Ucapan Aileen sedikit membuat Erol tersentak. Ya, hanya sedikit.

"Coba sini, Aileen, aku pinjam teleskopnya," pinta Maheswara. Aileen pun segera memberikannya pada Maheswara.

Cowok itu langsung menempelkan teleskop pada matanya dan memperhatikan gedung tinggi itu. "Wah, sudah sepi."

Aileen terkejut, "Benarkah?"

Maheswara mengangguk dan menatap Aileen. "Benar, memang ini sudah pukul berapa?"

Aileen segera meriksa jam tangannya, "Oh, ya ampun! Jarumku masih di angka 10 saja!" Aileen mengetuk-ngetuk jamnya.

Erol dengan cepat langsung membuka layar hp-nya, "Sekarang sudah jam 10.40." Erol sendiri pun terkejut.

"Siap-siap sekarang!" Aileen segera mengambil pistolnya. Ia dan Erol memang sengaja tidak membawa senapan, lebih memilih pistol. Agar lebih mudah dan karena bentuknya kecil, menjadi banyak yang tidak menyadarinya.

TRAGEDITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang