CHAPTER 3

36 12 6
                                    

Suasana didalam kamar itu tiba-tiba lenggang. Menyisakan bunyi desing AC yang sedari tadi menyala. Martha yang tadinya berbaring kini mendudukkan tubuhnya. Suasana hening itu dipecahkan oleh Teru yang sontak berbicara, "Kau sepertinya baik-baik saja, kalau begitu aku keluar dulu ya," Sembari beranjak menuju pintu.

"Jangan," Celetuk Martha tiba-tiba.

"Jangan pernah menyukaiku, dan setelah ini jangan pernah menemui ku," Tegas Martha sambil menundukkan kepalanya.

"Baiklah," Balas Teru sambil beranjak dari kamar itu.

"Aku sangat bodoh," Celetuk Teru sambil mengacak-acak rambut nya. Teru berjalan menyusuri lorong menuju ruangan Profesor. Ia berbelok kanan lalu kembali pada ruangan berbentuk kubus tadi yang merupakan ruangan Profesor. Tepat di pintu masuk ruangan, terdapat tangga di samping kanan dan kiri ruangan. Dengan langkah gontai, Teru berbelok ke kanan lalu menaiki tangga untuk mencari Profesor. Tepat di ujung tangga terdapat pintu yang terbuat dari besi. Teru dengan lunglai membuka pintu tersebut. Benar saja didalam sana terdapat Profesor dan beberapa staff. Entah mengapa mereka kompak menyunggingkan senyum saat melihat Teru.

"Ha! Teru bagaimana kencanmu?" Tanya Profesor seketika saat melihat Teru.

"Kencan apanya? huft.." Tanya Teru.

"Hmm pasti terjadi sesuatu diantara mereka hahah," Ucap Profesor dengan puas.

Terus yang kesal mendengus seraya meninggalkan Profesor yang kini terkikik geli.

Sementara itu, Martha sedang berbaring di kamarnya. Tiba-tiba ia mengangkat tangan kanannya yang tadi digenggam oleh Teru menghadap langit-langit kamar.

"Hangat," Celetuk Martha sambil membolak-balik tangannya.

"Tapi sepertinya Teru punya penyakit jantung," Ucap Martha sambil menurunkan tangannya. Sepersekian detik, kantuk menyerang Martha. Rasa berat di kelopak matanya membuatnya harus memejamkan mata. Namun, saat ia terlelap seseorang memasuki kamar Martha dan menaruh sebuah buket bunga tepat di atas meja di samping kasurnya.

Teru yang kini tengah berbaring didalam kamarnya terlihat gusar. Sudah lebih dari lima belas menit ia mencoba untuk tidur namun ia tidak bisa. Ia kemudian memutuskan untuk keluar dari kamarnya dan menuju arena latihan. Ia kembali menyusuri lorong dan menuju ruangan kubus tersebut untuk mengambil kunci yang berada di ruangan Profesor. Dengan langkah gontai ia menemui Profesor lalu bertanya, "prof apakah aku bisa menggunakan ruang latihan?"

"Oho! Tentu saja, ini kuncinya," Ucap Profesor sembari memberikan kunci yang berada di sakunya.

"Terimakasih prof aku tidak akan lama," Ujar Teru sambil bergegas menuruni tangga. Ia lalu berjalan lurus menuju lorong yang berada tepat di depan pintu ruangan kubus itu. Tepat di ujung lorong terdapat sebuah pintu yang terbuat dari baja. Pintu itu terlihat kokoh dengan tinggi sekitar tiga meter. Dengan cepat Teru membuka pintu itu dan memasuki arena latihan. Ruangan itu berbentuk bulat dengan dinding yang terbuat dari batu. Tepat di atas ruangan terdapat kaca yang memenuhi atap ruangan sehingga sinar bulan dapat menerangi ruangan. Ruangan tersebut terbagi menjadi lima bagian. Tiap bagian memiliki sekat yang terbuat dari hologram. Tepat di tengah ruangan, terdapat hologram berwarna hitam yang mengelilingi bagian bertarung. Bagian bertarung tersebut berbentuk bulat juga bagian yang terluas dibandingkan yang lain. Di ujung kanan ruangan terdapat hologram berwarna kuning yang mengelilingi bagian olah fisik. Di ujung kiri ruangan, terdapat hologram berwarna hijau yang mengelilingi bagian olah otak. Sedangkan di kanan pintu terdapat hologram berwarna biru yang mengelilingi bagian adu fisik. Sedangkan di kiri pintu terdapat hologram berwarna merah yang mengelilingi bagian olah kekuatan.

Teru menuju kanan pintu yang merupakan bagian adu fisik. Seketika saat melewati hologram berwarna biru, terdapat panel berwarna biru yang muncul di hadapannya. Teru menekan beberapa tombol di panel tersebut tiba-tiba sebuah hologram berbentuk manusia muncul di hadapan Teru. Hologram tersebut memegang sebuah pisau di tangan kirinya. Dengan cepat hologram tersebut maju dan mengibaskan pisaunya ke Teru. Teru berhasil menghindar ke sisi kanan. Dengan cepat Teru memegang lengan kiri hologram tersebut. Ia lalu mengangkatnya kemudian membanting hologram tersebut. Hologram itu samar-samar menghilang disertai muncul nya dua hologram berbentuk manusia yang baru di hadapan Teru.

SAVIORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang