CHAPTER 7

23 10 0
                                    

"Devon! bantu aku mengikat anak ini!"

"Baik kapten!,"

"Tapi kenapa kau hanya berdiri di sana!?"

"Maaf kapten tapi saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan,"

"Ikat kakinya di tiang itu! Pastikan kepala anak ini berada tepat di atas ember,"

"Kapten menyuruh saya untuk mengikat anak ini secara terbalik? Kepalanya di bawah kakinya digantung di atas?"

"Iya bodoh"

"Siap kapten"

"Aku akan mengurus anak rambut pendek ini,"

Samar-samar percakapan itu terdengar di kepalaku. Namun entah mengapa mataku tak dapat di ajak kompromi. Seluruh tubuhku juga demikian, aku seperti mayat hidup yang hanya bisa mendengar. Ini sangat menyebalkan, aku seperti berada di ambang sadar dan tidak sadar. Tubuhku terasa sangat ringan bahkan aku mulai tak merasakan jari jariku. Seluruh tubuhku kaku, entah karena terlalu lama di ikat atau karena mereka memasukkan sesuatu kedalam tubuhku. Dengan sekuat tenaga aku berusaha menggerakkan jari tangan dan kakiku yang mulai lumpuh. Setiap satu menit sekali, aku menghitung sampai tiga lalu mulai mencoba menggerakkan anggota badan ku. Nihil, sudah sekitar satu jam aku berkutat pada kegiatan konyol ini tetap saja badanku lumpuh total. Aku mencoba untuk fokus dan menenangkan diri dengan mengingat detak jam yang berbunyi nyaring setiap malam. Detak jam itu menghitung detik. Aku mencoba mengingat-ingat bunyinya serta berapa lama jeda yang dibutuhkan. Satu...
Dua...
Tiga...
Empat...
Aku mencoba mengestimasikan waktu dengan menghitungnya secara manual. Aku menghitung dari satu sampai enam puluh secara berulang. Lalu menambahkan menit demi menit untuk menebak jam. Walau belum tentu akurat, berhitung seperti ini sangat membantu untuk membuatku tenang. Aku terus menghitung sambil sesekali mencoba menggerakkan badanku. Sudah sekitar empat jam sejak aku menghitung kepalaku terasa sangat berat karena darahku mulai berkumpul di kepalaku. Aku terus mencoba untuk menggerakkan badanku. Hingga pada percobaan yang entah keberapa kali. Aku mencoba memfokuskan pikiranku untuk menggerakkan kakiku. Aku mencobanya sekitar empat jam. Bisa kakiku bisa di gerakkan. Namun hanya gerakan kecil yang malah membawa malapetaka. Karena kakiku yang sedikit bergoyang, rantai yang di gunakan untuk menggantung kakiku sedikit berbunyi. Alhasil perhatian kedua penjaga tadi tertuju padaku.

"Aneh biusnya tidak bekerja pada anak ini," Suara seorang pria paruh baya menggema di telingaku. Disertai derap langkahnya yang mulai menyisihkan jarak di antara kami. Membuat degub jantungku makin kencang. Gawat aku ketahuan! Hanya ada dua opsi yang akan dilakukan jika dalam saat saat seperti ini. Pertama, mereka mungkin akan menambah dosis biusnya padaku. Kedua, mereka mungkin akan memulai rencana mereka. Aku tak tahu apa yang mereka rencanakan. Kemungkinan terburuknya hanyalah kematian. Tapi aku tidak ingin mati! Aku harus menyelamatkan Seli. Ayo Martha berpikir!

Derap langkah pria paruh baya itu berhenti. Kini ia berada tepat di depan wajahku. Aku bisa merasakan napas berat yang menimpa wajahku. Tiba-tiba aku merasakan sesuatu menyayat pipiku.

Sial! Pria itu menyayat pipiku! Apa yang harus ku lakukan?! Aku sangat ingin berteriak sekarang namun aku tak bisa. Tubuhku seakan lumpuh tak bisa bergerak sedikitpun.

"Jadi kamu menahannya ya?"

"Kau sudah sadar kan? Baguslah kita dapat menyelesaikan upacara secepat mungkin," Kata pria itu sambil terkekeh.

"Devon! Siapkan mangkuk emasnya," Perintah pria itu.

"Baik kapten!"

Derap langkah kedua pria itu terdengar menjauh. Tapi tunggu apa apaan dengan upacara itu?! Apa aku akan menjadi tumbal untuk ritual aneh? Aku tidak ingin mati sia sia seperti ini!

SAVIORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang