Hujan sangat lebat. Guntur bergemuruh hebat. Mendung mengurung sinar rembulan. Malam gelap gulita di tengah hutan belantara.
Niken meringkuk memeluk lututnya. Bau tanah yang bercampur rerumputan dengan guyuran derasnya hujan. Dia sendirian dalam lubang yang dalam. Rasa perih terasa dibeberapa tempat badannya.
"..ken.. niken.. niken...."
Perlahan Niken membuka kedua matanya. Nafasnya masih terasa sesak. Nyeri di sekujur tubuhnya membiusnya menyisakan alam bawah sadarnya.
"..minum ini... Nanti tubuhmu akan hangat" sayup-sayup suara lelaki yang merdu itu membuat gejolak ketakutan dalam pikirannya perlahan berkurang.
Dalam dekapan lengan kokoh, dengan bantuan rengkuhan hangat, Niken menyesap seteguk minuman hangat rasa kopi yang amat pahit. Yang kemudian membawa kembali kesadarannya meski belum sempurna.
Ini dimana?
Sebuah ruangan mirip gubuk yang tertutup berukuran satu kamar dan sebuah tungku di atas api unggun di tengah ruangan.
Niken merasakan dirinya telanjang namun sebuah kain lebar membungkus seluruh tubuhnya hingga menjadi hangat. Jelas dia lihat semua pakaiannya tergantung di seutas tali yang terjulur di salah satu sisi ruangan. Di sana kaos putih yang kembaran dengan seluruh siswa sekelasnya, celana pendek jeans miliknya, berikut bra dan celana dalamnya. Ah.. malu rasanya jika ingat Rio yang melakukannya. Tapi tak apalah, mereka pacaran dan ini kondisi gawat. Its oke!!
"Tidurlah Niken, badanmu demam" perintah suara itu amat lembut. Rio.... Mungkin saja dia menyesal. Rio memang baik. Rio tak mungkin seperti kemarin. Yang kemarin bukan Rio. Pasti Rio punya masalah.
Niken kembali tidur lelap dalam dekapan lelaki itu.
Subuh datang dan mentari siap mengais cakrawala. Udara masih sangat dingin. Lelaki itu pergi ke belakang pondok untuk mengambil kayu bakar agar apinya kembali membesar. Dia juga harus menyeduh kopi tanpa gula lagi.
.
.
.
.
.
Niken membuka kedua matanya. Mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. "Rio?!?" Panggilnya bingung.Ini dimana?
Niken menemukan pakaiannya yang tergantung pada seutas tali di sisi ruangan. Dia memeriksa badannya dan ya, dia seperti bayi yang baru lahir. Polos tanpa sensor.
Dia segera beringsut cepat dengan merapatkan jas abu di tubuhnya. Dengan panik celingukan dia memakai seluruh pakaiannya secepat kilat.
Dia mengonggokkan begitu saja jas abu itu di bawah kakinya. Samar terdengar suara panggilan namanya dari luar sana.
Niken kembali meraih jas itu dan memakainya. Udara terlalu dingin baginya. Api kecil di tengah ruangan kecil ini tak mampu memberikan kehangatan. Niken bergegas keluar dari pintu ruangan berukuran kira-kira 5m² itu.
Niken mendapati beberapa kakak kelasnya bergerombol tak jauh dari pondok tempat ia berada.
"Kak Anggun!!!" Teriak Niken sekuatnya.
Gerombolan itu menghampiri Niken.
"Niken?!! Kamu baik-baik aja?" Seru kak Anggun.
"Ya ampun!! Kita nyariin kamu lhoo!!" Ucap mbak suci.
Cici juga ikut heboh. "Semalem hujannya lebat banget, jadi terpaksa kita tunda nyari kamu. Tapi untung aja kamu baik-baik aja!!"
"Iya," sahut Rika.
"Kamu nggak papa kan sayang?"
Niken memandangi Rio. "Rio?"
"Kamu baik-baik aja kan? Aku cemas banget kamu nggak balik-balik!!" Rio memeluk Niken.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still (END)
General FictionKenangan-kenangan masa lampau yang terlupakan. Tapi pada suatu hari, harus dipaksa mengingatnya kembali. Banyak hal yang membuat luka itu semakin menjadi-jadi hanya untuk menjadi sembuh. Dapatkah luka itu sembuh? Sudah separah ini, apakah tidak akan...