Epilog

746 57 20
                                    

"Valen.. aku ingin bertemu papa.." gumam Niken.

Valen melajukan mobilnya pelan setelah memastikan Niken nyaman duduk di kursi samping ia mengemudi.

"Niken, ini sudah larut. Kamu bisa menemui beliau besok" usul Valen.

Niken menaikkan kedua kakinya di atas kursi. Memeluknya erat. Dia menjerit dan menangis. Melonglong dengan histeris.

Valen tak dapat berkata apapun. Dadanya ikut sakit melihat gadis yang ia kasihi begitu kesakitan. Niken terlihat hampir hancur. Jelas sekali sakit yang ia pendam selama ini meluap begitu saja meski sempat tertahan.

Mobil berhenti di Parangtritis. Niken menurunkan kakinya bergegas menerjang pasir dengan kaki telanjang. Valen menahan Niken dalam dekapannya. "Kamu tidak akan kemana-mana Niken. Kamu akan tetap di sini" bisik paksa Valen di sisi wajah Niken.

Niken tak serta merta menerimanya. Tentu saja dia menolak perlakuan Valen, tapi bagaimana dia melepaskan dirinya dari pelukan erat Valen? Meski Niken berteriak dan memaki Valen barusan, Valen tetap tidak mengendurkan rengkuhannya. Akhirnya Niken menangis memelas, Valen tetap pada pendiriannya.

"Kamu tidak akan meninggalkanku sendiri Niken. Kamu tetap di sini bersamaku" bisiknya setelah Niken lelah memberontak. Tubuhnya lunglai dalam dekapan Valen.

"Papa sangat mencintai mama.." ucap Niken lirih. "Aku tidak pernah mendengar papa meninggikan suaranya pada mama sekalipun.." lanjutnya.

"Tidak jarang mama menelpon papa agar pulang cepat, mama ingin pergi dengan teman-temannya. Papa tidak pernah protes sekalipun bertanya perihal siapa, apa, kemana, atau kapan. Papa mengerti bahwa melahirkan anaknya adalah merampas kebebasan wanita itu. Papa tak mau mama merasa demikian" ujar Niken.

Valen tetap diam mendengar cerita Jacob dalam kenangan Niken. Mereka berpelukan erat bersandar sisi mobil Valen, atau Valen yang mendekap Niken yang lebih tepatnya.

Angin malam berhembus keras. Menerjang anak-anak rambut Niken yang terlepas dari jepitan rambutnya. Begitupun rambut Valen, ikut beriak oleh terjangan angin. Valen lebih erat memeluk Niken, udara menjadi lebih dingin.

"Om Hedi adalah teman baik papa. Mereka berteman sejak duduk di sekolah dasar, bahkan mereka tetap satu kampus saat kuliah. Papa tipe introvert dan om Hedi adalah manusia open minded. Papa memiliki keluarga utuh yang tak sungkan menunjukkan kasih sayang, sedangkan keluarga om Hedi hancur karena perselingkuhan ibunya. Meski begitu mereka berteman baik dan dekat, mereka saling melengkapi. Jika papa menikah karena rasa kasih dan kepercayaan, om Hedi adalah orang yang berjanji akan melajang selamanya karena orang tuanya. Tentu saja papa tak setuju. Setelah papa tak tahan dengan perasaannya karena tak bisa menghentikan amarahnya pada mama, papa meminta om Hedi menikahi mama.

"Bukankah papa sangat kejam? Dia membuat om Hedi merasakan apa yang dulu orang tuanya lakukan. Waktu itu aku tak begitu mengerti. Tapi tentu saja aku marah pada papa karena menyuruh om Hedi menikahi mama. Papa pergi pagi-pagi setelah semalam aku menolaknya tidur bersama, aku berkali-kali menelpon papa tapi papa tak pernah menerimanya. Aku gelisah karena papa. Sampai malam, mama bilang papa kecelakaan" ungkap Niken.

Valen tertegun. Tubuhnya membeku seketika. Niken melepaskan dirinya dari rengkuhan Valen. Dia berbalik dan menatap Valen yang tercengang.

"Benar Valen, aku sendirilah yang membunuh papa. Aku menyalahkan mereka karena kebodohanku sendiri" Niken menunduk dalam. Bahunya bergetar. Isak lirih kemudian terdengar.

"Niken.."

"Benar, akulah yang sebenarnya terkutuk. Aku menyalahkan mereka. Mereka sama sekali tidak tahu jika karena akulah papa meninggal. Aku memang tidak ingat perihal perselingkuhan mereka, tapi aku tidak pernah lupa bahwa aku sendirilah pembunuh papa" ujar Niken bergetar karena menahan tangisnya.

Niken berbalik dan menatap lepas pantai yang gelap. Ingin sekali dia menerjang ombak-ombak besar itu lalu hanyut dalam lautan gelap dan menghilang. Tapi niat itu tidak akan pernah kesampaian selama Valen berada di sekitarnya.

Niken memiringkan kepalanya tersenyum sinis.

Valen melangkah mendekati Niken yang beberapa langkah di depannya. Dia kembali menyelusupkan kedua lengannya di bawah lengan Niken. Menempelkan badannya pada punggung Niken. Valen menundukkan badannya demi untuk menyandarkan dagunya di bahu Niken. Menghirup udara malam sedalam-dalamnya.

"Kalau memang benar demikian.." ujar Valen dalam dan rendah. "Aku sekarang tak perlu ragu, bahwa kau akan terseret bersamaku ke dalam neraka" sambung Valen berbisik, datar dan dingin.

Niken tak berkedip menatap ke depan yang gelap. Sejenak dia menangkap nada Valen yang telah berubah bengis. Tidak ada cahaya setitikpun di depan sana. Hanya gelap yang pekat yang terhampar di depan mereka berdua.

"Kau akan tetap disisku Niken, menamaniku dalam kegelapan," bisik Valen terdengar lebih dingin dari udara di sekitar mereka.

Niken menolehkan wajahnya menatap Valen yang juga menatapnya. Tatapan mereka sama-sama tajam dan dingin. "Kau akan menyeretku bersamamu?"

"Kau pantas mendapatkannya" desis Valen.

"Are you Kiel to me? Or you kill me?" Hela Niken.

"Yes iam Kiel, and i kill you with me, absolutely" bisik valen di atas bibir Niken yang merekah basah oleh linangan air matanya sejenak tadi, dan semakin memerah karena gigitannya sendiri akibat menahan luapan emosinya tadi.

Bibir mereka menempel erat. Hembusan dingin angin pantai malam tak lagi membuat mereka menggigil, karena mereka lebih panas dari badai matahari saat ini.

Niken melepaskan tubuhnya dari dekapan Valen dan justru menerjangnya mundur hingga punggung Valen menabrak mobil. Lenguhan Valen menjadi kesempatan Niken untuk menambatkan bibirnya dan menerjang lelaki itu. Gadis itu mencium Valen dengan liar. Dia menarik tengkuk Valen agar dia dapat lebih dalam menekan bibir panas lelaki itu.

"Sialan kau Kiel," umpat Niken ketika ciuman mereka terlepas saat Valen menarik bahu Niken menjauh dengan keras. Mereka meraup oksigen brutal bersamaan.

Valen menarik bahu Niken setelah dia membuka pintu belakang mobilnya. Mendorong tubuh Niken masuk lalu menindihnya. "Ugghhh.. Kiel.." desah Niken saat dia merasakan tekanan di atas tubuhnya.

Valen tidak menyiakan kesempatan itu. Dia menerjang bibir Niken dengan ganas. Mengecup leher gadis itu dengan kasar.

"Mmmhhhh.. Kiel..." Lenguh Niken.

"Yes iam your Kiel, Niken. May iam not as me as your past but i still iam" desah Valen.

"Then, kill me with yours, Kiel..." Desah Niken tak kalah parau.

"Yes iam.." jawab Valen patuh dengan seringai tajam

🐵🐵🐵

Still (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang