Niken sudah tidak diperkenankan lembur lagi sejak pemecatan itu. Tapi lebih tepatnya sih bukan dipecat. Memang kontraknya tidak diperpanjang. Yah apapunlah itu. Jadilah rekan-rekannya yang lembur.
Niken terbangun saat jam menunjuk pukul 11 malam. Ah dia tertidur sejak jam 8 malam. Setelah dia makan malam dengan Kenny dan mamanya, dia naik ke kamarnya dan menutup mata.
Tenggorokannya kering. Dia turun ke lantai bawah. Lampu sudah dipadamkan karena semua sudah tertidur. Niken berjalan ke arah dapur yang menyatu dengan ruang keluarga. Dia membuka kulkas dan ingin mendinginkan tenggorokannya yang terbakar.
Selintas dalam kepalanya muncul wajah Merida.
Jadi wanita seperti itu selera bosnya. Mereka sudah menikah kan ya? Pantas saja sih. Bosnya yang kebule-bulean itu dengan wanita bule pula. Cocok kan? Mereka berpenampilan sama-sama keren.
Niken menyisipkan rambutnya ke belakang telinga. Meletakkan gelasnya di meja.
Dia kembali mengingat suara ciuman mereka. Agak janggal saat mereka berciuman. Tanpa Niken menoleh pun, dia bisa melihat dari ekor matanya. Jelas sekali wajah bosnya menampakkan gambaran ingin muntah saat itu. Tapi kenapa?
Dan, kenapa dia harus memikirkannya? Niken menggeleng berusaha menghempaskan pikiran tak perlunya.
Niken melangkah, dia harus tidur agar tidak kembali tidur di kantornya. Sialan benar!!
Brukk!!
Niken mengerjap. Sejak kapan om Hedi ada di depannya? Berpakaian lengkap? Jadi om Hedi baru pulang kerja?!! Lembur berlaku untuk bos juga?
Niken mengabaikannya dan melangkah menyerong menghindari pria suami mamanya. Sebodo amat.
Om Hedi menarik lengan Niken keras. Mendekapnya erat. Niken terkejut membelalakkan kedua matanya. Apa-apaan?!! Niken mau mengeluarkan suaranya tapi bibir om Hedi membungkamnya begitu saja.
Hedi memeluk Niken semakin erat, menciumnya dengan liar. Niken meronta percuma. Tubuhnya kurus kecil dibanding om Hedi yang tinggi besar dan amat kekar. Niken semakin gelagapan.
Nggghhh!!! Niken hampir melayangkan pukulan tapi kedua tangannya diperangkap di atas kepalanya. Dia setengah telentang di atas meja makan. Om Hedi kembali menciumnya dengan ganas lalu menyapu leher Niken. Terus hingga dada Niken. Om Hedi meremasnya setelah membuka kancing piyama Niken.
Niken terkesiap. Dia benar-benar syok. Amarah, benci, jijik, cemas, dan takut bercampur menjadi satu. Kedua kakinya gemetar hebat. Air berlinang dari kedua sudut matanya. Dia merintih dalam ketakutan.
"Oh.. jangan begitu baby, kau semakin membuatku bergairah kalau seperti itu.." om Hedi meremas kedua dada kembar Niken semakin brutal. Niken menggeliat tak putus berusaha lepas.
"Kau benar-benar membuatku makin terangsang..." Desah om Hedi. Dia merangsek memaksa kedua kaki Niken membuka. "Mmmh... Dadamu kenyal sekali. Lain dari biasanya. Apakah kau mempunyai treatment tertentu? Pinggangmu juga semakin ramping dari seminggu lalu. Rasanya sudah lama sekali kita tidak bercinta Veni sayang..." Gumam om Hedi.
Bau alkohol memang tidak samar, lampu ruangan yang terlalu samar. Jadi om Hedi sedang mabuk dan mengira Niken sebagai mamanya?
"Om..." Rintih Niken ketakutan. Keberaniannya yang hilang telah kembali.
"Kenapa sayang? Wanna play something new.. om?" Hedi terkekeh. Dia masih menjilati dada kenyal itu dan meremas yang lain.
"Letakkan dulu masalah tentang Niken, kita bercinta dulu sebentar. Kau sibuk memikirkannya dan terlalu mengabaikanku. Aku mulai kangen..." protes Hedi manja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still (END)
General FictionKenangan-kenangan masa lampau yang terlupakan. Tapi pada suatu hari, harus dipaksa mengingatnya kembali. Banyak hal yang membuat luka itu semakin menjadi-jadi hanya untuk menjadi sembuh. Dapatkah luka itu sembuh? Sudah separah ini, apakah tidak akan...