20. HORIZONTAL (Last Chapter) »»»

60 6 14
                                    

Assalamu'alaikum.

Kisah cinta Atha dan Raras tiba di penghujung episode.

Terima kasih kepada teman2 yang senantiasa mendukung cerita ini.

Tanpa kalian, kami tidak akan sampai di sini.

Banyak hal yang ingin saya tuangkan, tapi tidak akan cukup. Nanti, saya akan bagikan perjuangan kami, terutama My Dearest Akak Ravistara dalam menyelesaikan cerita ini.

Kami persembahkan episode pamungkas kisah RasTha.

Selamat membaca 🤗🤗



Saujana-sejauh mata memandang-rawa membentang di kanan kiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saujana-sejauh mata memandang-rawa membentang di kanan kiri. Tidak ada yang ia temui selain lautan genjer di atas permukaan rawa dengan air hitam, bak zamrud di atas mural licin mengilap.

Indah, frasa itu yang bertengger di benak Atha. Hampir mirip dengan rawa pedalaman di daerah asalnya yang terkenal dengan peternakan kerbau rawanya. Bedanya, kini ia berada di sepanjang jalur kereta api lama dari Kertapati ke Indralaya, satu hal yang tidak pernah ia dapati di Kalimantan.

Atha menengok arlojinya di tengah langkahnya yang konstan ketika mendengar deru mesin dari arah belakangnya di kejauhan. Menjelang pukul sembilan lewat lima belas menit. Itu adalah raungan kereta kedua yang berangkat pagi dari Stasiun Kertapati pagi ini. Lamat-lamat, bunyi kereta makin mendekat. Setelah kereta pertama mendahuluinya pagi tadi, Atha kini lebih siap menghadapi udara kencang yang bakal berembus menimpanya.

Gemuruh di balik punggung terabaikan begitu saja, Atha tidak menengok. Hingga tanah-tanah di sekitarnya bergetar dan angin dari kereta yang melaju, menabraknya, barulah perhatian Atha tertuju pada badan gerbong sepanjang puluhan meter yang melewatinya, lalu ular besi itu perlahan mengecil dalam pandangan, hingga akhirnya menghilang di atas garis paralel lurus; rel yang telah ia susuri sejak pagi baru menampakkan arunika di timur cakrawala.

Setelah debu-debu ganas berhenti menyerbu area pandang, ia segera melepaskan masker, lalu menarik napas lega. Benda itu masuk ke dalam saku celana jersey panjang berwarna cerah miliknya. Cukup cerah untuk kembali memantulkan panas terik dari surya yang perlahan mulai naik sepenggalah.

Masih setengah lebih perjalanan lagi, Atha membatin seraya membetulkan letak kacamata surya. Benda itu agak tergelincir dari hidung mancungnya yang lembab oleh bulir keringat. Semua gerakan-gerakan itu ia lakukan tanpa memperlambat langkah sedikit pun. Atha bertekad ingin menuntaskan tantangan ini tepat waktu, andai keheningan di sekitar tidak menariknya ke dalam sebuah chaos. Jika dalam latihan dojo dulu ia menyusuri long march bersama kawanan, kini ia sendirian di tempat asing yang terasa ganjil baginya. Di tempat ini, hanya hela napasnya yang menderu di telinga. Jalan setapak menuju satu dua rumah penduduk yang kadang ia temui, tetap saja tidak berhasil menyingkirkan perasaan terisolasi yang mendera. Juga, tidak ada jalan pintas.

HEAVENLY SUMMIT (SIDE KICK PPA & MHC) [COMPLETE √]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang