AKMAL
Bahagia itu sederhana. Kata orang-orang. Tapi gue agak kurang sepakat. Bahagia itu tidak sederhana karena bahagia itu kepuasan hati.
Mungkin yang benar kalimatnya bisa dirubah dengan bahagia itu rasa yang luar biasa sekalipun diperoleh dengan cara sederhana. Nah itu!
Cara sederhana pun bisa menciptakan kepuasan hati yang luar biasa. Seperti yang gue alami hari ini. Mendapat kejutan dari kekasih tercinta.
Hari ini hari ke lima gue jalani isolasi seusai pulang dari Dubai. Kemarin, begitu tiba di bandara langsung test PCR, setelahnya gue dikirim ke rumah dinas yang memang disediakan kantor untuk karyawannya yang ada kerjaan ke luar untuk isolasi. Berdasarkan peraturan pemerintah yang baru, pekerja yang melakukan perjalanan dinas ke luar negeri harus isolasi selama 5 x 24 jam setelah tiba kembali di Indonesia.
Dan ini di hari kelima, sebelum mulai kerja kembali, gue harus merelakan lubang hidung di ubek-ubek lagi oleh petugas kesehatan.
"Non Reaktif ya, Pak!" ucap petugasnya kemudian mempersilahkan gue pulang.
Gue melangkah keluar sambil bersin-bersin sampai tidak sadar ada seseorang yang berdiri di samping mobil dengan kacamata hitam yang bertengger cantik di wajahnya.
Gue hampir nggak percaya Jovita berdiri di seberang jalan, menunggu gue yang keluar dari rumah dinas selesai melakukan isolasi.
"Kok bisa di sini?" tanya gue sambil membuka tangan ingin memeluk Jovita, tapi langsung berhenti mendadak karena gue menyadari sesuatu. "Eh, boleh peluk kan?" tanya gue lagi sembari menunjukkan hasil tes swab tadi.
Jovita tersenyum sambil mengangguk, dia maju dan menerima pelukan gue. Nggak peduli lagi sama satpam yang senyum-senyum melihat adegan ini. Yang penting gue bisa memeluk Jovita untuk mengobati rasa rindu.
"Sehat, Akmal?"
"Bukan lagi! Sehat banget pas udah lihat senyum kamu."
Bukannya bersemu, ekspresi Jovita malah sebaliknya. Kayak ngeri dengar gombalan gue. Padahal bukan gombal, jujur itu.
"Kok bisa jemput kesini?" Gue bertanya lagi karena masih cukup tersanjung dengan kejutan yang Jovita berikan.
"Tadi pagi aku rapat ke kantor pusat, ada pembahasan tentang regulasi perjalanan ke luar, di situ ada keterangan tempat isolasi karyawan. Iseng aja pulang kerja aku ke sini, makanya tadi aku tanya kamu pulang jam berapa." terang Jovita.
Dari penjelasannya gue baru sadar, Jovita masih memakai stelan baju yang biasa dia pakai kerja. "Berarti kamu belum pulang ini?" tanya gue memastikan.
"Kalau aku nggak kayak kamu sih, Mal! Yang suka merepotkan diri sendiri." jawabnya.
Mau tidak mau gue mengacak rambutnya lagi, gemes banget sih sama Jovita. Bener juga sih apa yang dia bilang, mungkin kalau gue yang di posisinya, gue pulang dulu mandi terus dandan yang rapi baru jemput Jovita, nggak peduli harus muter-muter jalur.
Tapi kalau Jovita lebih memilih jalan yang lebih efisien. Jarak kantor pusat ke sini deket banget, daripada harus pulang dulu lebih baik langsung jemput. Cerdas emang pacar gue!
"Rencana habis ini mau ngapain lagi?"
"Nggak ada, Mal! Habis antar kamu ke apartemen aku langsung pulang aja."
Gue memutar setir sambil mikir kira-kira Jovita mau enggak kalau mampir dulu bareng gue terus habis itu gue mau quality time di rumahnya.
"Nungguin aku sebentar mau nggak? Mandi, ganti baju terus kita jalan?" tanya gue pada akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Informed Consent
General Fiction"Setiap hal yang terjadi atas persetujuan kita, ada andil kita di dalamnya. Jangan mudah menyalahkan takdir jika ada yang tidak sesuai keinginan, jangan buru-buru menyebutnya ujian, karena bisa saja yang sedang terjadi adalah ganjaran dari apa yang...