Chapter 18 : Kera Hutan

11K 1.5K 257
                                    

"Udah siap semua Vi? Rekap penilaian manajemen? Reward pegawai?" Baru datang Bu Martha sudah menghujani aku dengan pertanyaan. Maklum hajatan besar kantor sudah semakin dekat.

Aku menggeser laptop agar Bu Martha bisa melihat draft tugas yang beliau minta. "Beres, Ibu! rewardnya sesuai pesanan kan? Ngapain harus capek-capek dinilai!"

"Husss! Jangan keras-keras!" tegur Bu Martha dan aku hanya bisa meringis.

Yang aku bilang memang kenyataan, sistem yang berjalan di kantor ini memang sedikit di atas rata-rata, sistem like-dislike, kalau atasan menyukai ya kerjanya mulus aja bisa dapat reward, kalau enggak ya sebaliknya, kuat-kuatan aja, selama ini nggak sedikit karyawan yang mengeluh padaku dan aku hanya bisa kasih dukungan, walaupun aku pemegang kuasa tentang sumber daya di sini, tapi jelas hanya sebatas formalitas, keputusan tertinggi tetap pada atasan.

"Bu pernah dengar nggak sebuah quote dari Buya Hamka? Kayak gini, 'Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan pun hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja.' Dan saya sekarang merasa sebagai kera di hutan."

Bu Martha malah menertawakanku. "Masa saya harus ngaku jadi kera juga sih, Vi?"

Sejenak aku dan Bu Martha tertawa bareng, merasa benar-benar lucu sekaligus miris dengan suasana kantor saat ini. Masa kritis sudah berlalu, kini semua kembali berjalan normal, tidak ada lagi sistem pergantian jaga tim. Hanya saja semakin kesini aku merasa banyak yang berubah. Banyak yang berusaha tampil menjadi yang terbaik tapi sayangnya harus dengan cara saling sikut dan saling menjatuhkan. 

Aku sampai harus menghela napas panjang, apa sih yang sebenarnya mereka cari? Tampil baik di depan atasan tapi tak khawatir kehilangan teman. Makanya aku bilang sekarang aku ini tak beda dengan seekor kera di hutan yang kerja hanya sekedar kerja, rasanya sudah kehilangan makna.

"Ya seperti inilah Vi, yang kayak gini udah umum terjadi di mana-mana. Yang penting kita kerja dengan baik aja, jangan sampai karena kita udah risih dengan keadaan tapi mengabaikan tanggungjawab kita. Orang-orang biarin aja mau jungkir balik, yang penting kita tetap kerjakan tugas kita dengan baik."

"Baru tau Bu Martha bisa bicara bijak, biasanya hanya nagih-nagih kerjaan!" candaku dan langsung mendapat cubitan darinya.

Melupakan hiruk pikuk lingkungan kantor, aku kembali melaporkan hasil penilaian manajemen dari karyawan. " Dari hasil kuesioner kemarin dapat ini Bu, karyawan kebanyakan menilai buruk pada pemerataan kebijakan kantor. Mereka menganggap peraturan itu hanya berlaku bagi mereka, tumpul ke atas."

Bu Martha menyandarkan punggungnya seraya menghela napas. "Tiap perayaan ulang tahun kantor, saya malah pusing Vi, bukannya seneng. Yang kayak gitu kalau penilaiannya jelek pasti sama jajaran direksi tidak boleh ditampilkan atau minimal mereka minta hasilnya di manipulasi jadi baik."

Aku setuju dengan Bu Martha, kemudian kami kembali berkutat dengan laptpo untuk menyiapkan presentasi nanti diacara ulang tahu kantor. Karena terlalu sibuk dengan Bu Martha aku sampai tidak sadar ada Akmal yang sudah duduk di luar ruanganku, dari kaca aku bisa melihatnya yang sedang menunduk melihat ponsel. Aku melirik jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam, aku memang ada janji dengan Akmal.

"Udah sip Vi, besok tinggal kita presentasi di acara puncak. Tuh udah ditunggu kamu!"

Aku hanya bisa tersenyum malu. Bu Martha langsung pulang dan sebelumnya beliau sempat menyapa Akmal.

Selepas Bu Martha meninggalkan ruangan, gantian Akmal yang masuk. Dia langsung mendekat dan mengecup keningku. 

"Maaf ya kamu nunggu lama." ujarku.

"Baru datang juga kok, aku tadi chat kamu untuk minta maaf karena mungkin kesininya terlambat. Malah kamu belum selesai juga, kebetulan sih."

Aku minta maaf lagi karena belum sempat membuka chat darinya. Dan setelah selesai membereskan meja, aku langsung pulang bersama Akmal. 

Informed ConsentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang