11

112 20 1
                                    

Kepalaku pening, badanku lemas, kakiku tidak bisa berjalan dengan benar. Rasanya sangat pegal. Aku tidak melihat diranjang. Fuck Sohyun apa yang kamu lakukan! Aku membersihkan diri. Suara orang membuka pintu kamar mandi membuatku berteriak.
"Ngapain teriak si?!" Jimin mencuci mukanya.
"Kak Jimin keluar aku mau mandi!"
"Mmm..." Jimin terlihat masih setengah mengantuk.

Selesai mandi, aku melupakan bajuku. Kenapa aku tinggal di luar? Aku keluar dengan memakai handuk saja. Untunglah Jimin sudah tidak ada dikamar. Aku mencari bajuku dan tidak ada. Aku teriak memanggil Jimin.

"Kenapa lagi?"
"Bajuku mana"
"Oh, aku cuci hehehe"
"kakak :( aku pake apa?"
"udah gitu aja bagus"
"Kak Jimiiiiiin"
"aku ambilin punya Yoona!"

Ah benar Yoona, apa dia tau semalan ada apa? oh tidak!!

"Kak Yoona dirumah?" Aku jalan mengekori Jimin.
"Pulang telat kaykanya semalem"
"terus semalem?"
"Apa? hahaa tenang aja kamarku kedap suara"

Sohyun menghela nafas. Dia pakai baju yang diberikan Jimin, Yoona sudah tidak dikamarnya.
"Jam berapa si, Yoona udh pergi aja"
Jimin menunjuk jam dinding dengan kepalanya. Astaga jam 10 ?!
"Aku pulang ya kak. Kak Jimin udah mendingkan kan?"
"Karena semalem seru jadi kayaknya aku bisa happy lagi huuaaaaaaah" Jimin berjalan sambil menguap. "Kamu gpp?" tanya Jimin. Aku memiringkan kepala karena bingung.
"Sok polos! Padahal jago" Jimin menyeringai
"Agak sakit" kataku
"Sakit?! Kamu bilang semalem gpp"
"Ini pertama kak, yakali. Aku malu gausah bahas!"
Jimin tertawa melihat wajahku memerah.

Sohyun tiba-tiba mendapat telpon dari pak Namjoon. Ada apa ini?

Setelah dia mengangkatnya, Pak Namjoon ingin memberitahu sesuatu pada Jimin namun tidak memiliki kontaknya.

"Kak Jimin...Pak Namjoon minta ketemu"
Wajah Jimin berubah, tadi masih happy dengan sarapannya kini dia langsung meneguk air dan menatapku dengan serius.
"Apa kamu pikir aku perlu ketemu dia?"
"Mungkin sebaiknya diselesaikan dengan tenang kak. Aku tau kak Jimin kesal"
"Oke fine!" Jimin berdiri sambil mengambil nafas panjang lalu mengambil kunci mobilnya.
.
.
.
.
Disebuah cafe, Pak Namjoon sudah menunggu kami. Tempatnya tidak ramai malah seperti hanya kita yang datang.

"Siang Jimin, duduklah"
Kami mengobrol panjang, Pak Namjoon rupanya sudah mencari tahu siapa yang menyebarlan berita ini. Salah satu teman sejawatnya saat kuliah mengetahui hubungannya dengan Moonhae dan ingin menjatuhkan Jimin karena pernah menolak perjodohan dengan anaknya.

"Oh Ji Eun? dia pernah mau dijodohkan denganku tapi aku gak suka. Aku ga mau dijodohkan aplaagi waktu itu aku masih S1"

"Ibumu menerima tawaran perjodohan itu karena ayahnya Jiuen mengancamnya"

Aku mendengar hal ini sedikit merasa cemburu, jadi Jimin pernah akan dijodohkan. Mungkinkah Jimin akan menerima Jiuen?

"Kamu maafin bapak?" Kata Pak Namjoon
"Entahlah" Jimin mengaduk minumannya dengan sedotan.
"Bagaimanapun kamu ini anakku" Kata Pak Namjoon.
Jimin hanya memgangguk, "Oke Sohyun ikut aku ke rumah Jiuen. Kita selesaikan ini hari ini"

"Jimin, goodluck" Kata Pak Namjoon

Mungkin Jimin sudah sedikit lega dengan masalah ini. Kini dia harus selesaikan dengan ayah Jiuen. Siapa sangka, Jimin memperkenalkanku sebagai pacarnya. Betapa terekejut ayah Jiuen mendengarnya.
"Oh, kalian mau menikah?"
"Ya tentu aja" Jimin merangkulku dan menjawab dengan tegas.
"Aku tahu bapak yang mengungkit ibu saya dimedia. Sampai kapanpun aku tidak akan menerima tawaran perjodohan itu. Ini masalah lama tolong jangan diungkit"
"Jimin, setelah kamu tolak perjodohan itu, Jiuen merasa patah hati. Dia sangat menyukaimu sejak pertama masuk kuliah. Dia menderita berbulan-bulan, dan mengalami malnutrisi cukup lama"

Jimin sedikit kaget mendengarnya
"Ah aku dengar dia tidak masuk kuliah beberapa bulan karena sakit"
"itu karenamu! kalau saja kamu terima cintanya pasti tidak begini. Dia tidak mau makan apapun sampai aku harus bawa dia ke rumah sakit. Dia mengalami banyak gangguan ditubuhnya. Sekarang, dia sudah tidak lagi disini"

Jiuen meninggal karena gangguan fisik dan mental yang dideritanya cukup lama. Aku kasian pada gadis itu, aku tanpa sadar meneteskan air mata. Jimin lemas.
"Maaf, aku hanya tidak mau memaksakan perasaanku. Aku minta maaf untuk Jiuen"
"Baguslah"
Jimin berlutut dibawah ayah Jiuen, dia menyesal akan meninggalnya Jiuen dan dia ingin masalahnya juga selesai.

"Bisakah kita akhiri saja? Jiuen juga akan sedih disana. Aku janji akan berkujung ke makamnya tunjukan saja alamatnya"

Kamipun menuju makam Jieun bersama ayahnya. Dari sini kurasa masalah ini akan segera selesai.

Beberapa hari Jimin sudah tidak lagi diberitakan. Aku lega karena dia bisa beraktifitas seperti biasa, aku pun.

LIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang