13

92 19 0
                                    

"Sohyun" Jungkook datang kerumah membawa mawar segar dan satu kotak kue.
"ada apa ni kak?"
"Kencan yuk"
"hah? apaan si kak Jungkook aneh aja masa kencan"
"Aku tau kita sodaraan tapi boleh gak aku jadi pacarmu dulu?" Mendengar ini membuatku bimbang. Dia sepupuku, iya dia baik bahkan lebih dari baik. Sementara itu Jimin, dia lelaki yang kini ingin aku gapai.

"aku kangen bibirmu" Jungkook mendekatiku lalu berbisik. Dia membuatku berdebar saja. Aku melangkah mundur. Kami akhirnya jalan kesebuah restoran mahal, dia memesan satu meja untuk makan malam romantis. Makanan bergaya itali, musik klasik, dan pangeran tampan didepanku. Sekita aku seperti gadis dalam cerita dongeng. Romantis, tentu saja, tapi aku merasa canggung. Setelah makan malam mewah kami pulang.
"Aku bakal kasih yang terbaik buat kamu"
"Kak aku ga bisa, kita sodaraan. Lagipula...kak Jimin.." aku menghentikan kalimatku saat sadar kata yang aku ucapkan
"Jimin?"
"kak malam itu harusnya kita ga melakukannya kan"
"Kamu gadisku dari dulu, jadi ga boleh kalo cowo lain yang menyentuhmu dulu"
"kak!" aku tidak mengerti maksud Jungkook. kenapa dia sangat protektif.

.
.
.

Satu bulan Jungkook memperlakukan ku seperti kekasihnya, lebih dari itu. Dia benar-benar memberikan banyak barang padaku hampir setiap hari. Aku bingung bagaimana membuat Jungkook tidak bersikap berlebihan begini.

Sementara Jimin sepertinya dia sibuk mempersiapkan pentas terbarunya. Setelah kejadian waktu itu dia lebih banyak dikenal orang, tapi bukan karena menyukai Jimin, karena mereka tahu Jimin anak Moonhae.

Aku sudah selesai dengan proposal skripsiku, semoga saja Pak Namjoon tidak meminta revisi lagi. Untuk pentas aku sudah yakin tidak ada perbaikan lagi, semoga saja.

"Kamu masih berapa sks?" tanya Pak Namjoon
"masih 4, diluar skripsi"
Dan aku yakin semester depan aku selesai semuanya.
"Baguslah. Kamu sudah ada gambaran ingin kerja dimana?"
"Belum tau, aku ingin melakukan pentas tapi sepertinya cukup susah haha"
"Coba saja beberapa audisi, kamu cukup bagus"
Audisi? Aku tidak tahu apa aku sanggup bersaing. Tapi sepertinya boleh dicoba.
"Tolong berikan ini buat Jimin. Sudah lama aku menyimpannya, baru kali ini merasa menjadi ayahnya" Pak Namjoon tersenyum malu, mata berkaca-kaca. Walaupun dia melakukan hal yang salah tapi bagaimanapun Jimin tetap anak kandungnya.

"Nanti aku sampaikan"
Aku pamit pergi, baru keluar dari ruangan aku sudah melihat Jungkook didepan wajahku dengan senyum lebar.
"Kakak ngapain? ini apa??" Semua orang sedang melihat kearahku karena Jungkook membawa boneka besar untukku. Belum lagi tampilan dia yang super ganteng dan wanginya seperti abis berendam air parfum.

"Sukak gak? kamu lama pengen rilakkuma kan? Ini bisa kamu taroh pojok kamar, taroh ruang tengah lucu juga ini" Jungkook mengoceh sepanjang jalan sambil senyum-senyum. Aku berjalan dengan cepat karena malu.
"Kak diem dulu aku malu"
Semua orang berbisik, menunjuk-nunjuk kearahku.
"Kenapa si? Biarin mereka tau kamu punyaku" Jungkook manyun. Dia lebih tua dariku tapi kadang seperti anak kecil.
"Anter ke rumah Jimin aja yuk"
"Ngapain?!"
"Gausah cemburu deh. Mau kasih ini dari Pak Namjoon"
"oooh"
.
.
.

Sampailah kami dirumah Jimin, suara musik kencang terdengar dari studionya. Aku dan Jungkook masuk, melihat Jimin yang sedang berlatih dengan semangat.
Dia tidak menghiraukan kedatangan kami, keringatnya membasahi seluruh badannya.
"waaah baru ini aku liat Jimin begini keras" Jungkook terkesima dengan Jimin.
Musik berhenti, Jimin merebahkan badannya dilantai dengan nafas terengah.
"Ada apa?" Jimin menyapa kami dengan posisi badannya masih terlentang

"Maaf kak ganggu, ada titipan buat kakak" Aku meletakan bingkisan dari Pak Namjoon di bangku panjang. Jimin mendekat, dia mengambil bingkisannya lalu dibuka.
"Handuk?" Jimin bingung, dia mengecek kembali lalu mengambil kartu ucapan.
"Kenapa kak?" Aku bertanya karena wajah dia seperti ingin menangis.
"Ini milik ibuku" Suaranya bergetar, dia mengambil kotak kecil didalam bingkisan tadi. Sebuah flashdisk?
"Pak Namjoon yang kasih?" Tanya Jimin.
Jimin mengecek isi flashdisk nya, kebetulan studionya lengkap dengan komputer. Video semasa ibunya muda, sedang berlatih dan tertawa bersama teman-temannya dan beberapa anak didiknya termasuk Pak Namjoon. Terlihat betapa hebat Moonhae saat muda. Jimin tidak bisa menahan tangisannya, dia mungkin merindukan ibunya.

Pak Namjoon pasti menyimpan video ini sangat lama, dan terlihat dia sangat menyukai Moonhae.
"Kamu bisa telpon Pak Namjoon?"
"Oh iya tunggu" Aku menelpon Pak Namjoon. Jimin berterima kasih padanya karena sudah memperlihatkan bagaimana ibunya saat muda ketika berlatih. Jimin masih belum bisa menerima perbuatan Pak Namjoon tapi bagaimana pun dia harus mengakui bahwa dia anak kandungnya.
.
.
.

Sudah hampir jam 12 malam aku belum tertidur, memandangi boneka besar yang Jungkook berikan padaku rasanya menyeramkan. Aku memindahkan boneka itu ke ruang tengah. Ponselku berdering, Jimin meneleponku dan dia berada di depan rumah. Malam ini hujan deras, Jimin berlari ke rumahku dengan payung. Bajunya basah, wajahnya lusuh.
"Kakak kenapa lari kesini?"
"Aku capek, tapi aku pengen tetep lanjut. semua orang kayak nyuruh aku berhenti"
"Kakak abis ngecek komentar twitter lagi kan?"
Jimin mengangguk, wajahnya tertutup rambut yang basah dan lepek. Aku mengambilkan handuk untuknya. Malam begini ibuku sudah terlelap tidur jadi aku harus pelan-pelan.
Aku berikan handuk pada Jimin namun dia justru menatapku dengan mata nanar. Dia memelukku sangat erat.
"Aku pengen berhenti aja bisa ga si?"
"engga, kakak mau bikin ibu bangga kan? Ayok kakak bisa"
"Capek harus pura-pura bahagia dipanggung"
Jimin tentu saja harus menjadi dirinya sebagai penari, dan mengikuti alur cerita saat tampil. Tidak jarang dia harus ikut tampil dipertunjukkan opera yang memiliki alur cerita.

"Aku panggil Kak Jungkook ya biar anter kakak"
Jimin menggelengkan kepala, dia ingin bersamaku saja malam ini. Dengan penuh keraguan aku ajak dia ke kamar.
"Thanks" kata Jimin
Kami merebahkan badan dikasur, aku bersandar didada Jimin, dia mengusap lembut kepalaku lalu tertidur.

Pagi harinya, Jimin sudah terbangun dan sedang menatapku. Aku melihat pemandangan pagi yang indah. Bagaimana orang seperti Jimin harus menyembunyikan banyak kesedihan. Dia masih bingung dengan dirinya, ketika masalah satu selesai kini harus berhadapan dengan komentar jahat yang menghantuinya tiap malam. Semua orang pasti akan merasa depresi ketika dibandingkan, diremehkan, dan dijelekkan.
"Hai" Jimin memberikan senyumannya pagi ini. Kami masih tidur berhadapan.
"Aku mau mandi lalu sarapan. Kakak tunggu sini sampe ibu berangkat kerja"
Jimin mengangguk, aku beranjak dari kasur. Ku harap ibuku sudah mau berangkat.

Dapur sudah rapih, sarapan sudah tertata, aku rasa ibuku sudah berangkat. Tapi Jungkook kenapa harus datang sepagi ini?

"Kak Jungkook...? ngapain?"
"pake nanya, biasa juga kesini kan. Yuk makan"
"i iya kak aku mau mandi dulu"
"apa sih kok salting. Ganteng ya aku"
"huum ganteng" aku mengacungkan kedua jempol lalu lari ke kamar.

Aku memberi tahu Jimin kalau ada Jungkook, aku minta dia sembunyi.
"Cuma Jungkook kan, kenapa si?"
"udah sembunyi aja dimana kek"
Aku tinggalkan Jimin di kamar lalu aku keluar ke dapur lagi.
"Udah?"
"Nanti,.mau makan dulu aja deh. abis ini kakak ke kampus kan?"
"engga, aku ga kuliah. Mau nemenin kamu aja"
"Gausah kak"
"aneh banget kenapa si?"
"Gerogi kali" Suara Jimin terdengar mendekat dapur. Aku menyembunyikan wajah dan berharap tidak ada perang di rumahku.

"Kok disini?! Nginep?"
Jimin mengangguk sambil memberikan wajah menyebalkan, dia seperti memberikan tanda bahwa semalam kita melakukan sesuatu.
"Shit!! Sohyun kamu taukan gada yang boleh sama kamu selain aku!"
Aku tidak mau ini terjadi, Jungkook terlihat marah.
"Kak Jungkook apa si? Kan cuma tidur doang lagian kan..." aku tidak punya kata-kata lagi.
Jungkook mendekati Jimin. Mereka seperti ingin bertengkar.
"Kenapa?" kata Jimin
"Dia punyaku!"
"Aku suka sama milikmu!"
"Shit Jimin!" Buuk. Jungkook meninju Jimin
Astaga! Kenapa dia serius begini.
"KAK JUNGKOOK!!"
"Kami bela dia? Sohyun kamu pacarku! Gada cowo lain yang boleh milikin kamu!"

plaak

Aku menamparnya, Jungkook terlihat sangat kesal. "Kita sodara, Sodara kak!!" aku hampir berteriak sangat keras.
"Aku pulang kalo gitu" Jimin tiba-tiba pergi begitu saja.
"Kak Jimin tunggu!"
"Ngapain lagi?" Jungkook menarikku

Jungkook benar-benar serius dengan hubungan ini? Dia memintaku tidak lagi bertemu Jimin. Dia tidak suka jika aku bersama lelaki lain.

LIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang