"Assalamualaikum, Ma." Asana yang baru saja tiba di rumah menyalami dan mencium punggung tangan ibunya.
"Kok mau ya, sama bapak-bapak tua gitu? Padahal yang muda-muda, yang ganteng-ganteng itu ngantri sama dia." Ibu Asana yang sedang menonton acara gosip di televisi mengomentari berita yang sedang tayang usai menjawab salam dari Asana.
"Ya kan itu beritanya belum tentu bener, dia aja belum klarifikasi." Asana ikut duduk di sofa depan televisi. Entah kenapa ia merasa perlu membantah perkataan wanita yang telah melahirkannya itu.
"Ya dengan menghilang itu, secara nggak langsung dia klarifikasi. Berarti dia mengakui dan malu sama perbuatannya. Nggak mungkin kan, dia ngomong di depan publik, 'Oh iya benar, saya penyebab Pak Robert dan istrinya bercerai, saya selingkuhannya, blablabla."
"Mama julid banget, sih, dia kan bukan siapa-siapa kita." Asana merengut.
"Bukan gitu, Sayang, dia tuh seumuran kamu, jadi Mama bisa ngerasain gimana perasaan orang tuanya. Malu banget, apalagi dia artis, kalau bikin kesalahan, satu Indonesia bisa tau."
Menghakimi orang lain memang jauh lebih mudah. Asana justru merasa iba pada ibunya yang harus mengomentari anak orang lain, sebab anaknya sendiri terlalu "kosong" untuk dikomentari. "Dia bikin malu kalau emang kasusnya udah terbukti benar. Tapi kalau dia nggak ngelakuin itu, dia nggak bikin malu, Ma. Justru dia bikin bangga Mama sama Papanya, seumuran Sana udah jadi artis. Nggak kaya anak sulung Mama yang cuma bisa—"
"Kamu ngomong apa sih, Sayang? Dengar ya, dengan kamu nyaman sama diri kamu sendiri, itu aja udah bikin Mama sama Papa bangga. Jadi apa maksud kamu ngomong kaya gitu?"
Asana justru merasa sesak karena ucapan Markisa. Meski ibunya tidak mengharapkan apa pun darinya, tetapi tetap saja ia ingin memberikan sesuatu. Sesuatu yang rasanya kini tidak mampu lagi ia berikan.
"Ma, Sana ganti baju dulu," pamit Asana sebelum berjalan menuju kamarnya di lantai dua.
Sesampainya di kamar, ia mengempaskan bokongnya ke kasur. Tidak seperti yang diucapkan pada ibunya beberapa saat lalu, ia justru mengeluarkan ponselnya untuk membuka aplikasi Instagram. Tadinya Asana berniat membuka profil Instagram Zoeya Qasim, artis yang sedang terlibat skandal perselingkuhan, namun niatnya terjeda oleh salah satu postingan yang muncul di explore-nya. Matanya terasa familier dengan desain foto tersebut. Itulah sebabnya ia memperbesar postingan itu.
Mulai sekarang, berhenti menghakimi seseorang hanya karena kamu mendengar orang lain membicarakan kesalahannya dan dia hanya diam mendengarkan segala tuduhan yang belum jelas kebenarannya itu.
Asana membuka profil Instagram si pemilik akun. Akun dengan username @mulaisekarang ini memiliki postingan yang rapi dan desain yang konsisten. Pengikutnya berjumlah dua ratus ribu lebih. Setelah puas membaca-baca isi konten-konten akun tersebut, Asana memutuskan untuk mengikuti akun itu.
*
"Seandainya waktu itu kita nggak pisah." Lilih bergumam di balik pagar balkon kamarnya.
Seperti malam-malam sebelumnya, kali ini ia kembali berdiri di balkon dengan menggenggam sebuah bingkai foto yang sama dan ponsel yang sudah menampilkan beranda aplikasi Instagram. Niat Lilih untuk membagikan postingan baru urung oleh postingan teratas yang tampil di layar ponselnya. Keningnya mengerut dalam, kala menyadari postingan itu adalah postingan yang dibagikan lebih dari sebulan lalu. Aneh. Namun Lilih segera sadar bahwa ini tidak lebih aneh dari kejadian adiknya yang menghilang tanpa jejak.
Tidak sampai di sana, kejadian aneh memang selalu menghampirinya sejak adiknya "pergi". Sejak pagi itu, saat Lilih baru saja terjaga dari tidurnya, ia menerima sebuah notifikasi dari salah satu aplikasi baca berita di ponselnya. Ia mengeklik notifikasi itu untuk menemukan artikel yang sebelumnya tidak pernah ia duga akan terbaca olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Listen or Don't?
JugendliteraturSetelah melewati pengalaman menyakitkan dua tahun silam, Asana memutuskan bahwa impiannya adalah menjadi orang biasa dengan rutinitas monoton setiap hari. Ia selalu berupaya menghindari konflik dengan siapa pun agar tidak ada yang membenci kehadiran...