Lilih lega Bu Dewi tidak begitu mempermasalahkan kasus bolosnya kemarin. Ia berjalan keluar dari ruang guru bersama Asana dan berpisah di depan ruang itu. Sebelum kembali ke kelas, ia harus menemui seseorang di kelas 11 IPA 2 terlebih dahulu.
"Wisss, Lilih, Bro, mau bawa kabar cakep, ye?" Raka yang baru tiba di sekolah menyapa Lilih.
"Tumben, personil boybasket nggak lengkap?" tanya Lilih.
Raka tersenyum sembari menyipitkan matanya. "Kenapa emangnya? Mau minta tanda tangan?"
Lilih menggeleng singkat. "Gue terima tawaran kalian."
Raka bertepuk tangan sekali. "Bravo! Dari kemarin dong, bilangnya." Ia lalu menoleh ke dalam kelas 11 IPA 2, celingak-celinguk, mencari sesuatu. "Bang, sini! Gue ada kabar elegant."
Tak lama kemudian, Bambang muncul di tengah Raka dan Lilih. Cowok itu tersenyum tipis.
"Si Lilih katanya mau jadi personil boybasket."
Kini, Bambang tersenyum hingga menampakkan deretan gigi-gigi putihnya. Ia mengangkat tangan kanannya untuk mengajak Lilih berjabat tangan. "Welcome in our club! So, syarat satu laginya apa nih?"
Lilih maju selangkah. "Tolong bantuin gue buat bikin orang-orang nggak salah paham lagi sama hubungan gue dan Asana," ujar Lilih dengan volume suara lebih kecil.
"Emang hubungan kalian apa, Bro?"
Lilih dan Bambang kompak memelototi Raka yang berbicara dengan keras. Raka cengengesan, mengucap kata maaf.
"Oke. Itu aja, kan?" ucap Bambang setelah mereka diam beberapa saat.
Lilih mengangguk. Bambang tersenyum lebar.
*
"Asana, Asana!"
Asana sedang dalam perjalanan menuju kamar mandi saat dirinya mendapati Bambang, salah satu anggota tim basket, memanggilnya.
"Bener kan, lo Asana?"
Asana mengangguk. Berhadap-hadapan dengan Bambang, membuatnya menyadari bahwa Bambang memiliki semacam bekas luka yang memanjang sekitar seukuran jari kelingking di rahang kanannya.
"Boleh minta tolong kasih ini ke Lilih, nggak?" Bambang menyodorkan sehelai kertas pada Asana.
Asana mengerjap. Ia bertanya-tanya mengapa Bambang berpikir untuk meminta Asana yang melakukan itu? Apa karena gosip yang beredar?
"Boleh." Asana mengambil kertas itu. Ia melihat sekilas bahwa kertas tersebut adalah formulir pendaftaran anggota baru tim basket.
"Makasih." Bambang menekuk kedua lututnya, hingga tingginya sejajar dengan Asana. "Nggak ngerepotin, kan?"
Asana tersenyum dengan sedikit menunduk. "Enggak, kok."
*
Guys, si Bams punya pacar baru nih kayanya.
Dena membaca sebuah pesan dari grup angkatan. Itu adalah pesan dari Raka yang disertai dengan sebuah foto. Dena memperbesar foto tersebut. Terlihat Bambang dan Asana yang disorot dari samping. Bambang tampak tersenyum lebar sambil menatap Asana dan merendahkan tubuhnya. Sedangkan Asana tampak tersenyum malu-malu.
Ini sepupunya Lilih nggak, sih?
Dena tertegun membaca pesan dari Ari.
Bener banget, Ri, gue tadi mau ngasih formulir pendaftaran baru tim basket ke Lilih, tapi orangnya nggak keliatan. Karena yang lewat sepupunya, ya gue kasih ke dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Listen or Don't?
Novela JuvenilSetelah melewati pengalaman menyakitkan dua tahun silam, Asana memutuskan bahwa impiannya adalah menjadi orang biasa dengan rutinitas monoton setiap hari. Ia selalu berupaya menghindari konflik dengan siapa pun agar tidak ada yang membenci kehadiran...