Happy reading!!
.
.
.
Ayu mengusap-ngusap kedua telapak tangannya, menghalau rasa dingin yang tak cukup dihalang hoodie hitam yang dikenakannya. Langkahnya terus berjalan menyusuri jalanan, memuaskan malam ini dengan menatap kumpulan bintang di langit gelap di atas sana. Kakinya berhenti di pinggir jembatan, kanan-kirinya dipenuhi orang-orang yang juga sibuk menikmati keindahan malam.
Ayu tersenyum kecil di balik maskernya saat melihat interaksi antara sosok anak kecil perempuan dengan wanita yang sepertinya ibunya. Tanpa sadar, mata Ayu sedikit berkaca-kaca. Entah mengapa perasaannya begitu sensitif malam ini, seolah-olah semua hal yang dilewatinya mampu membangkitkan perasaan sedih dalam dirinya.
Kepalanya kembali ditolehkan ke arah langit malam yang berhiaskan bintang.
" Bahagia di sana ya cantik, doain mama di sini" bisiknya dengan tangan yang mengusap perutnya dari luar hoodie miliknya. Matanya terpejam, menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya.
" Dia udah bahagia, sekarang tugas kamu untuk bahagiain diri sendiri" suara familiar dari arah belakang membuat tubuh mungilnya sedikit tersentak kaget. Begitu menoleh, senyum menawan khas Jingoo sudah menyapanya. Pria itu tersenyum lebar kemudian mengambil tempat di samping Ayu. " Jangan begini terus, si cantik di atas sana gak mau lihat dunianya sedih" tutur Jingoo dengan tatapan berfokus di langit sana.
Ayu menggigit bibirnya, menahan gejolak sedih itu yang masih terasa sama seperti saat pertama kali momen dimana dia kehilangan bayinya.
" Aku..aku ibu yang buruk" kepalanya ditundukkan ke bawah. Sesak, rasanya kalimat barusan terus terulang diotaknya. " Gak bisa jagain dia, gak bisa bawa dia buat lihat dunia. Maaf" bisik Ayu. Dengan cekatan Jingoo menarik tubuh itu masuk dalam pelukannya. Mengusap sayang punggung yang terlihat rapuh sekarang.
" Itu takdir, Ayu. Tuhan lebih sayang dia, lagipula dunia memang terlalu kejam untuk bayi polos seperti dia" dengan sedikit keberanian, Jingoo menggenggam tangan Ayu. Mengusap punggung tangan wanita tersebut.
Hening, tak ada yang bersuara. Tak bisa dipungkiri, Ayu menikmati dekapan hangat yang disalurkan Jingoo padanya. Rasa nyaman yang mampu membuatnya melupakan sejenak beban berat di pundaknya selama ini. Namun, lagi-lagi perasaan bersalah itu juga muncul. Perasaan bersalah karena tak bisa membalas perasaan Jingoo sebesar perasaan pria itu padanya.
Masih orang yang sama, masih nama yang sama, yang menempati posisi besar dalam hatinya. Masih senyum yang sama yang ingin dilihatnya setiap hari walau sadar bahwa mungkin kini hal tersebut hanyalah sekedar angan belaka.
***
Lagi-lagi perasaan Caramel kembali goyah. Hanya karena tangan Jeka yang melingkar posesif di pinggangnya, hanya karena rasa dilindungi oleh pria itu, komitmen untuk tidak jatuh lebih dalam hancur seketika. Seberapa keras Caramel berusaha menekan egonya dan memendam perasaan yang baginya suatu kesalahan itu, namun tetap saja, jauh di dalam sana ingin rasanya dibalas oleh Jeka sama besarnya.
" Dingin?" tanya pria itu. Caramel hanya mengangguk pelan. Jeka memutar pelan badan mungil Caramel menghadap ke arahnya. Ditariknya pelan kedua tangan Caramel dan meniupnya. " Biar hangat" ucapnya dan mencium punggung tangan itu.
" U-udah, jangan gini" wajah gadis itu memerah malu. Jeka hanya mengulas senyum tipis dan mengangguk.
" Lanjut jalan lagi ya. Kalau udah capek bilang, oke manis" tangan Jeka mengusap pucuk kepala Caramel dan kembali menggandeng sebelah tangan istrinya itu. Mereka kembali berjalan, menikmati suasana malam yang terasa lebih indah saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
A SCANDAL WITH MY CEO
Fanfiction[ On Going ] Jekanandra, seorang CEO dengan segala kesuksesan yang melingkupinya di usia muda, tak sengaja bertemu dengan Caramel, gadis bertubuh mungil dengan rambut pirang dalam kondisi mabuk. Dilain sisi desakan dari keluarganya untuk segera men...