-æ-
Teringat dirinya bagaimana jemarinya menyentuh daun-daun hijau yang kelamaan merubah warnanya menjadi kuning. Sebagaimana waktu mengubah musim panas menjadi dingin. Pakaian-pakaian tebal yang ia susun pada rak dengan rapi. Coklat panas untuk tengah malam. Hingga dirinya harus merasakan bagaimana cara burung-burung itu terbang dan sampai pada tujuannya yang baru.Semua itu hanya tersimpan dalam kenangan Winter. Sosok remaja yang membaringkan tubuhnya pada empuknya tempat tidur barunya. Bau menyengat kayu pada meja dan kursi belajarnya masih pekat dalam indera penciumannya. Kamar baru, rumah baru dan lingkungan yang baru. Winter sudah mulai membayangkan apa yang terjadi ke depannya. Bagaimana dirinya yang begitu pemalu ini bisa bertahan pada mereka yang tak pernah ia lihat sebelumnya.
"Beruntung aku bisa berbahasa korea" Ujarnya sembari menghela nafas lega.
Seberat apapun rasanya menjalani kehidupan baru, Winter tetap melihat hal baik dalam dirinya. Setidaknya hal itu yang bisa menghiburnya saat ini. Sebab mungkin sosok yang seharusnya mendukung dan peduli terhadapnya ini hanya akan duduk di meja kerjanya. Mengerjakan sesuatu yang tidak baru tapi baru sebab tempatnya yang berbeda.
"Winter" Seseorang dengan kuat memanggil namanya.
Winter beranjak dari tempat tidurnya. Berjalan menuju ruang kerja Ibunya. Langkahnya terlihat pelan namun tidak malas. Ia terbiasa berjalan dari kamarnya hanya untuk panggilan darurat dari Ibunya. Dirinya tidak pernah keberatan dengan panggilan tersebut. Dengan senang hati ia melangkah untuk melihat Ibunya yang sulit menua. Terkadang ia berpikir jika keluarganya punya keturunan dracula yang umurnya panjang serta tidak menua.
"Akan menyenangkan jika itu benar terjadi, haha" Ujarnya dengan tawa pelan. Sebab ada begitu banyak buku fiksi dan yang teringat hanyalah dracula untuk melabelkan keadaan keluarganya.
"Miss Jung, ada yang bisa ku bantu?" Tanya Winter menemukan Ibunya di ruang kerja dengan tatapan fokus.
"Kita sudah sepakat untuk tidak memanggil Ibu dengan sebutan itu, bukan begitu Nona Winter?" Tanya balik Ibunya. Winter hanya tersenyum saat tahu bahwa Ibunya tidak suka anaknya memanggil namanya.
"Oh ayolah, aku bahkan tidak memanggil 'Jessie atau Jessica' dan kenapa Ibu tidak memberikan namamu saja? Aku suka nama itu" Jawabnya dengan nada yang terdengar manja. Sampai-sampai Jessica harus melepaskan kacamatanya. Paham jika anaknya merindukan dirinya.
"Sudah besar tetap saja nadanya begitu. Kemari, Ibu peluk" Dan Winter berjalan menuju pelukan Ibunya. Pelukan yang hangat sehangat coklat panas yang dirinya rindukan.
"Kapan Ibu menyempatkan waktu agar kita bisa berbelanja di toko?" Tanya Winter tetap dalam pelukan Jessica.
"Ah, iya benar kita harus berbelanja. Ya sudah, kita ke toko sekarang" Jawab Jessica dan Winter melepaskan pelukannya bersiap berbelanja dengan Ibunya.
***
Jalanan yang begitu sepi sampai sebenarnya rumah Winter terletak lebih jauh dibandingkan dengan kota. Ia pernah bertanya pada Ibunya, mengapa letak rumahnya harus lebih jauh dari permukiman warga? Winter berpikir begitu sebab pertama kali menjatuhkan dirinya di kota yang tidak besar dan sepi ini membuatnya bergedik ngeri jika suatu malam ia harus bertemu dengan sosok dracula dan tidak akan ada yang menolongnya. Ah, dracula lagi!
Mereka berhenti disini, toko serba ada yang bertuliskan "Ning Shops : Terbaik dari yang terbaik" papan nama yang terang itu sangat menarik perhatian Winter dan penasaran bagaimana isi dalamnya.
"Winter jangan lari..." Ujar Jessica terlambat sebab putrinya telah masuk terlebih dahulu.
Winter menuju etalase kesukaannya, snack. Kembang merah yang menjadikan rona pada pipinya bertanda bahwa ia begitu senang dengan warna pada tiap bungkus yang akan masuk pada keranjang belanjanya. Mulai dari merah hingga hijau, sudah memadati keranjang belanja yang ia pegang.
"Dimana series terbaru yang Giselle bilang kemarin?" Seseorang berbicara sendiri dan Winter mendengarnya dengan perasaan takut langsung berjongkok dan memasang topi yang ada di hoodienya pada kepalanya . Dia takut jika harus bertemu dengan dracula.
"Ah, ini dia" Ujar seseorang itu kembali dan kemudian senyap.
Dengan perlahan Winter berdiri mencoba untuk berbalik badan. Hingga dirinya harus terdiam sejenak saat matanya menangkap sosok yang jelas tak pernah ia lihat sebelumnya. Dimana pun dirinya berada tidak akan pernah ia melihat sosok ini. Mata yang indah, hidung sempurna dan senyuman tipis tak lupa dengan tanda lahir yang terlihat pada dagu sosok ini.
"Ayolah Paman, Ningning sudah berjanji pada ku untuk memberikan diskonnya" Sosok lain ikut terlihat pada meja kasir.
"Ah, dasar anak itu mengapa terlalu baik terhadap mu? Dia bahkan lebih muda darimu, kenapa dia yang selalu mentraktir mu?" Jelas seorang Paman yang menjadi pemilik toko.
"Jadi bisa kan Paman?" Tanya Giselle dengan mata yang berseri-seri.
"Ya sudah, boleh" Jawab sang pemilik toko—menyerah pada senyuman berseri nan polos yang Giselle berikan.
Kembali lagi pada Winter yang kini melihat sosok yang ia sangka dracula. Sosok ini memegang sebuah kotak mainan dan ia baru sadar bahwa di depan etalase makanan ringan adalah mainan.
"Karina, sudah ketemu?" Tanya Giselle yang berdiri pada meja kasir.
"Iya sudah" Ucap sosok yang bernama Karina ini. Ia berjalan menuju kasir begitu juga Winter sebab melihat Ibunya yang sudah berdiri di belakang Giselle.
Setelah menyelesaikan pembayaran Karina serta Giselle keluar dari toko dan bercanda ria diluar toko. Mereka bersiap-siap pulang dengan sepeda dan Winter tak melepaskan pandangannya dari kedua perempuan yang terlihat sebaya dengannya.
Winter terus fokus bahkan saat mereka menghilang dari pandangannya, hingga dirinya tidak sadar dipanggil berkali-kali oleh Ibunya.
"Winter, jadi beli ini tidak? Winter? Winter?" Panggil Jessica
"Ah, iya jadi-jadi" Jawab Winter yang terlihat malu dan buru-buru menaruh barang belanjaannya ke atas meja kasir.
Winter begitu malu jika ia ketahuan memperhatikan kedua sosok tadi. Sebab pasti Ibunya akan bertanya yang sebenarnya dia tak punya jawabannya. Winter menarik kantong belanjanya yang penuh dengan makanan serta perlengkapan. Kedua tangannya penuh tapi dia berjalan keluar dari toko tanpa perlu bantuan.
"Anak anda mungkin sangat pemalu, bahkan dia lupa bahwa boleh membawa troli sampai ke tempat parkir" Jelas sang pemilik toko yang maklum.
"Ya dan aku harus membujuknya untuk tetap berbicara sepanjang jalan nanti" Ujar Jessica yang akhirnya ikut keluar dari toko dan mengikuti Winter.
Perjalanan kembali pulang membuat Winter cukup gelisah. Bagaimana dadanya berdebar setiap kali dirinya mengingat adegan tadi. Ia berusaha memikirkan bagaimana nanti jika bertemu lagi dengan sosok yang ia pikir dracula.
"Beruntung dia dracula yang cantik"
Dengan begitu itulah awal pertemuan Winter dengan dracula yang menyukai mainan itu.
***
" Hola, apa kabar? Rasanya sangat canggung setelah sekian lama. Tapi saya kembali ke meja dan kali ini dengan Aespa. Girl grup yang membuat saya tertawa akhir-akhir ini. Semoga Winter Wish dapat menemani kalian diwaktu yang melelahkan" -justred
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter Wish
Teen FictionWinter (Kim Minjeong) beserta Ibunya pulang ke tanah kelahiran. Setelah bertahun-tahun menghabiskan hidup di Illinois, Amerika. Ibunya (Jessica Jung) bermaksud agar putri semata wayangnya ini menghabiskan masa remajanya di kota ini. Sebuah kota yang...