—æ—
Winter memulai hari pertama sekolahnya di sekolah khusus perempuan. Tidak akan ada laki-laki seperti yang dia temui dulu di Amerika. Jessica mengantarkannya ke sekolah baru. Dari kemarin Winter tidak banyak berbicara. Dia hanya melihat keluar jendela. Memandangi pemandangan kota kecil tempat dirinya akan menghabiskan waktu remajanya.
Rumahnya yang terletak lebih jauh dari permukiman warga, kadang-kadang membuat dirinya penasaran. Bagaimana ketika malam datang? Apakah kota kecil ini sama seperti apa yang ia lihat ketika malam? Berbeda dengan paginya yang tetap sepi, tetapi begitu cerah melihat orang-orang yang akan memulai aktivitasnya.
"Baiklah, kita sudah sampai" Ujar Jessica yang menghentikan mobilnya di ujung jalan menuju sekolah. "Ibu harap, kau menyukai sekolah baru ini, Winter" Jelas Jessica seraya merapikan poni Winter yang tampak berantakan.
"Aku hanya berharap ini tidak sesulit apa yang internet katakan" Jawab Winter yang banyak membaca artikel menjadi anak baru di sekolah.
"Ibu berjanji tidak akan ada yang terjadi pada mu. Jangan lupakan bekal mu" Jessica menyakinkan putrinya untuk tidak takut menghadapi yang terjadi nanti.
"Baiklah"
Winter menarik nafasnya serta menarik kenop pintu mobil dan berjalan di jalanan yang baru. Dingin udara yang menyapa paginya tampak bersahabat. Ia melambaikan tangannya dan melangkah lebih dalam ke jalanan sekolah. Suara kerincing sepeda, langkah-langkah yang punya satu tujuan dengannya, suara-suara keyakinan bahwa ini adalah pilihan hidup. Winter tersenyum tipis ketika akhirnya dia akan memulai harinya sendiri mulai dari detik ini.
Beruntung Winter masuk saat sekolah pun baru membuka semester yang baru. Winter tak perlu sendirian karena dia bisa berbaur dan tak terlihat diantara kerumunan anak-anak baru.
"Baiklah, anak-anak. Buatlah baris yang rapi kita akan mendengarkan penjelasan dari kepala sekolah dulu" Seru seorang guru menggunakan microphone dan seluruh siswi berlari membuat barisan yang rapi.
Winter berdiri di paling belakang dan tetap tenang. Dia mendengarkan penjelasan dari kepala sekolah. Winter tertawa pelan ketika dia menyadari tidak ada yang benar-benar mendengarkan penjelasan Kepala Sekolah. Dia hampir lupa kalau sekolah ini khusus perempuan. Ketika banyak perempuan bersatu maka mereka hanya memperdulikan diri sendiri tentunya.
"Ningning!" Panggil seseorang dari kejauhan.
Winter tersentak saat melihat seseorang yang kali ini pernah ia lihat sebelumnya. Tatapan dari mata yang tajam, langkah yang mantap serta senyuman simpul yang tetap ada.
"Dracula" Lirihnya saat melihat Karina berjalan bersama sahabatnya—Giselle yang membawa kamera digital. "Kota ini terlalu sempit" Ucap Winter dalam hatinya yang harus bertemu dengan Karina sosok Dracula versinya. Winter mendengar orang-orang berbisik.
"Lihatlah, beruntung sekali anak baru itu punya kenalan kakak kelas yang cantik" Ujar seorang siswi bernama Yena yang berada di depan Winter.
"Tapi tahukah kalian siapa saja mereka?" Tanya seorang siswi yang tertulis Yena pada bet namanya. Mereka yang ditanya hanya menggeleng dan mendengarkan penjelasan Yena siswi sok tahu itu.
"Anak baru itu bernama Ningning, mungkin kalian tidak sadar. Tapi kita sering pergi ke toko serba ada milik ayahnya" Ujar Yena.
"Ah, Ning Shop : Terbaik dari yang terbaik" Ucap Winter dalam hati.
"Di sebelahnya ada Giselle. Keturunan Jepang-Korea dan punya rumah makan khas jepang yang paling enak di kota ini. Dan dia sangat suka fotografi"
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter Wish
Teen FictionWinter (Kim Minjeong) beserta Ibunya pulang ke tanah kelahiran. Setelah bertahun-tahun menghabiskan hidup di Illinois, Amerika. Ibunya (Jessica Jung) bermaksud agar putri semata wayangnya ini menghabiskan masa remajanya di kota ini. Sebuah kota yang...