—æ—
Semilir angin bertamu pada kamar tidur Winter yang telah terlihat sangat rapi. Winter telah bersiap-siap sejak 30 menit lalu. Dirinya telah rapi dan siap untuk berangkat ke sekolah. Namun, matanya menuju jendela dan terlihat ibunya yang sibuk memperbaiki mobilnya. Sebuah mobil tua yang sengaja ia bawa dari Chicago ke kota kecil ini. Jessica mungkin akan mewariskan mobil itu untuk putrinya.
Winter turun membawa tas pada pundaknya. Bahunya tak lagi sakit sebab semalaman ia meminta Ibunya untuk meringankan sakit pada pundaknya. Ia mengambil bekalnya yang di simpan pada meja kayu berwarnakan putih. Bahkan bau menyengat kayu masih tercium sampai saat ini. Kemudian dirinya beralih ke ruang bersantai dan mematikan televisi yang menyiarkan ragam acara memasak.
Sebelum melangkah keluar ia mengambil dompet Ibunya yang hampir tertinggal pada meja bundar. Ia menutup pintu rumahnya dan menguncinya rapat-rapat, takut jika dracula datang dan memporak-porandakan seisi rumahnya. Dia cukup lega saat mobil tua milik Jessica memberikan tanda-tanda kelayakannya untuk berjalan di atas jalanan pagi ini.
"Mengapa tidak dijual saja dan beli mobil baru, Bu?" Tanya Winter seraya memberikan dompet pada Jessica.
"Ibu mungkin bisa membeli itu sekarang. Tapi kebutuhan mu akan mulai membesar saat nanti kuliah. Mungkin kamu bisa mencari kerja sampingan untuk sekolah mu, namun aku masih seorang Ibu yang bertanggung jawab pada putri semata wayangnya. Jadi ya itulah mengapa aku harus bercerita sedih pagi ini. Masuk, nanti terlambat."
***
Tett-Tett-Tett
"Hoaamm"
Karina terbangun dari tidurnya, menguap adalah hal wajar ketika tubuh kekurangan oksigen. Tapi matanya masih terpejam, memeluk guling dan melanjutkan tidurnya. Dia tersenyum teringat rencana-rencana yang ia buat untuk lebih dekat dengan Winter. Bahkan suara alarm dari ponsel pintarnya pun tak dipedulikannya.
"Hih, kenapa alarm-nya terus saja berbunyi. Ini kan masih pagi, iya masih pagi." Ucap nya sambil menutup mata. Kemudian matanya terbelalak.
"Masih pagi?!!!"
Karina lantas melompat dari tempat tidurnya. Bangun seketika dan melihat jam kuno yang tak berhasil menyalakan alarm-nya. Ada sekitar 30 menit lagi sebelum gerbang sekolah tutup. Dia memaki dirinya sendiri sebab harus terbangun dengan situasi seperti ini. Karina buru-buru membersihkan diri setelahnya asal menyusun buku pelajarannya. Bunyi dari notifikasi telepon genggam pun terdengar.
"Kau masih di jalan atau bagaimana?"
"Jadi balapan tidak?"
"Kau tidak masuk hari ini? Masih hidup?"
"Hah, lupakan saja" -Giselle
"Kita berangkat duluan ya kak, tidak ingin dihukum guru killer" -Ningning
Pesan-pesan itu Karina abaikan, bahkan dia lupa mengisi baterai ponselnya. Ia berlari keluar dari kamar, ia tak berani menuju meja makan. Sebab pasti Ibunya akan mengomel dan akan semakin terlambatlah dirinya. Karina langsung berlari menuju luar rumah, langsung mengayuh kencang sepedanya.
Karina terus mengayuh tanpa peduli bagaimana keadaannya saat ini. Rambut yang ia ikat terlihat tidak rapi, serta peluh yang mewarnai wajahnya. Perutnya terasa perih sebab ia tak makan apapun tadi. Namun, lama kelamaan seketika kayuhannya menjadi pelan. Ia mencoba memperjelas penglihatannya saat dirinya mengenal sosok yang saat ini berdiri sambil memegangi kap mesin pada mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter Wish
Teen FictionWinter (Kim Minjeong) beserta Ibunya pulang ke tanah kelahiran. Setelah bertahun-tahun menghabiskan hidup di Illinois, Amerika. Ibunya (Jessica Jung) bermaksud agar putri semata wayangnya ini menghabiskan masa remajanya di kota ini. Sebuah kota yang...