A Girl From Chicago

1.1K 201 48
                                    


—æ—


Ding-ding-ding

Suara alarm pada jam kuno berbunyi. Karina terbangun dari tidurnya. Sebenarnya ini masih terlalu pagi. Tapi tak ada alasan untuk tidak bangun lebih cepat. Ia bangkit dan merapikan tempat tidurnya yang cukup berantakan, sebab tidurnya yang terlalu bersemangat. Dirinya bermimpi menonton pertandingan basket di tahun 1998.

Karina beralih ke kamar mandi, menyikat giginya dengan banyak busa. Dia tak mau jika mulutnya berbau dan itu akan sangat memalukan. Mulutnya terasa lebih penuh setelah meminum seteguk air dan menahannya. Sehingga pipinya menggembung sangat lucu. Setelah membasuh mukanya, dia segera membersihkan diri.

"Karina! Cepat mandinya!" Teriak Ibunya dari dapur. Karina yang sering lupa waktu saat mandi mempercepat aktivitasnya.

"Bersih sebagian dari Iman" Ucapnya saat melihat wajahnya terlihat anggun di cermin.

Pakaiannya sudah lengkap. Bahkan ia telah menyusun buku pelajaran untuk hari ini. Seluruh perlengkapan sudah aman di tasnya. Hari ini dia cukup senang karena akan memakai sepatu kesayangannya.

"Pagi, bu" Sapanya pada Ibunya yang tengah fokus pada layar laptop.

"Kenapa lama sekali? Aku tak ingin kau mengebut saat ke sekolah" Ujar Ibunya sekarang mengoleskan selai ke roti.

"Bu, mengebut itu perlu agar aku tidak terlambat dan tentu saja Ibu tak perlu diomeli kepala sekolah. Ny. terhormat, anak ibu memang berbakat dan pujaan sekolah. Tapi bukan berarti dia seenaknya bla dan bla dan bla dan—ya begitulah" Jelas Karina sembari menirukan suara kepala sekolah yang mirip dengan Pria paruh baya.

"Heh, hentikan mulut manis mu itu. Ini roti mu dan ya ingatlah pesan Ibu" Ucap Ibunya kembali fokus pada layar laptonya.

"Iya-iya, aku tahu kok. Aku pergi dulu" Karina segera pergi meninggalkan Ibunya. Dia hanya mengambil satu roti tanpa meminum susunya.

"Anak itu sungguh keras kepala"


Karina mengambil sepedanya yang terparkir. Dia menahan rotinya dengan gigi dan mengayuh sepedanya. Ia makan sambil berjalan menikmati udara yang cukup sejuk. Heran dia tak bisa tersedak bahkan ketika ia menyapa orang-orang.

"Oh, Paman selamat pagi!" Sapanya dengan mulut yang penuh.

"Hati-hati di jalan, Nona Yu" Sahut paman yang disapanya.

Ia kembali mengayuh sepedanya dan memakan seluruh rotinya. Hingga mulutnya penuh dan sangat sulit baginya berucap.

"Oh?! Pagi, Bibi Seulgi!" Teriaknya yang hampir mengeluarkan roti dari dalam mulutnya.

"Ya, sialan! Habiskan makanan mu dulu!" Teriak Seulgi yang sebenarnya masih menempa ilmu di sebuah Universitas.

Karina sangat senang sebab paginya begitu cerah. Di ujung jalan Ningning serta Giselle sudah menunggunya. Karina menelan dengan susah payah rotinya. Dia menekan kerincing sepedanya. Ningning serta Giselle juga bersiap-siap.

Satu

Dua

Tiga!

Karina mengebut begitu juga dengan kedua temannya. Mereka berlomba untuk sampai lebih dulu ke sekolah. Karina sangat bersemangat mengayuh sepedanya. Ningning tak mau kalah meski dia yang paling belakang. Giselle yang punya tenaga lebih sebenarnya sakit perut karena memakan wasabi yang diberikan Ibunya.

Winter WishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang