The warmth of spring

836 154 14
                                    


æ

Mendesing suara air mendidih yang dimasak Jessica pagi ini. Gelas dan bahan untuk membuat teh sudah tersedia di atas meja. Jessica menuangkan air mendidih itu ke gelas yang telah berisikan gula serta teh bubuk yang akan tersaring di atasnya. Berdenting mesin pemanggang roti.  Tangannya cekatan untuk mengambil roti yang telah berubah warna dan tercium sangat harum. 

"Winter!" Panggil Jessica dengan teriakan yang kencang. 

Anak Gadisnya kini tengah menyiram bunga yang tampaknya akan mulai layu dan dia sedikit bersedih karenanya. Ibunya tak punya waktu untuk merawat tanaman-tanaman yang ada di belakang rumah. Sebab lebih banyak menghabiskan waktu di belakang meja kerja. 

"Winter..." Suara kuat milik Jessica itu akhirnya terdengar dengan pelan di telinga Winter. 

Winter kemudian menurunkan gembor yang terbuat dari aluminium dengan sedikit karat. Menjadikan alat penyiram tanaman itu terlihat authentic dengan rumah yang dikelilingi hutan. Winter tertawa saat melihat Ibunya yang kewalahan menyiapkan sarapan. Sebenarnya memang setiap hari pasti kewalahan dan Winter pikir dia telah dilabelkan menjadi anak yang nakal oleh Ibunya. 

"Win-" 

"Iya, Bu. Aku sudah disini" Ucap Winter dengan senyuman manisnya. 

Dia mengambil wadah untuk memindahkan gelas teh dan roti yang sangat-sangat harum itu, ke meja yang berada di halaman belakang rumah. Jessica telah menggantungkan apronnya dan mencuci berapa alat yang telah digunakannya. Saat dirinya menuju meja yang ada di halaman belakang. Meja itu sudah sangat rapi dan dihiasi dengan satu pot tanaman kaktus, yang juga berhasil selamat dari kepunahan kebun Jessica. 

"Pimpin doanya" Ujar Jessica yang merapikan duduknya serta telah menyatukan kedua telapak tangannya. Winter pun melakukan hal yang sama. 

"Semesta, terimakasih telah membuat Ibu ku bangun pagi hari ini dan tetap membuatkan sarapan yang lezat setiap hari. Tetap makanan buatan Ibu adalah yang terbaik. Semoga hari ini akan baik-baik saja juga dihari-hari berikutnya. Amin" 

"Amin" 

Kerenyah

Winter menutup mulutnya saat rasa manis dari roti bakar itu meledak dimulutnya. Jessica tersenyum melihat ekspresi putrinya yang tak hentinya membuatnya bahagia.

"Kamu masih mengingat kalimatnya" 

"Tentu saja, itu adalah kalimat yang paling aku suka dan akan ku ingat sepanjang hidup ku" Jawab Winter sebelumnya menyelesaikan kunyahannya terlebih dahulu. 

"Aku juga tak akan bisa melupakan itu. Terimakasih telah mengingatnya" Ujar Jessica.

"Tapi Ibu lupa untuk menjaga tanamannya" Ucap Winter menunjuk ke arah tanaman-tanaman yang hampir punah. 

"Ya, benar sekali. Aku akan mencari tukang kebun untuk merubahnya kembali. Selagi musim semi belum berakhir. Kamu mau tanaman apa, hmm?" Tanya Jessica membuat janjinya kembali. 

"Apa saja, aku suka memetik" 

"Kamu mau mengurusnya?"

"Tidak sih, Ibu?"

"Juga tidak, haha"

Mereka terdiam sejenak, memandangi tanaman kaktus yang mendengarkan mereka berbicara tentang teman-temannya. Ada hal lain tentunya yang dipikirkan keduanya. Winter mengingat bagaimana kehidupannya dulu di Chicago. Dengan rumah yang lebih sederhana dan kelengkapan keluarganya. Jessica harus menerima situasi ini, sebab ia bahkan belum membuat Winter bahagia semenjak ia membawanya ke kota kecil ini. 

Winter WishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang