"Apa pun itu, baik besar ataupun kecil, bagaimanapun juga, kamu adalah kamu.”
-- BTS (Heaven)🥀🥀
_______Pagi ini terasa bising bagi Felix, ia menyibakkan selimutnya dan mengacak-acak rambutnya. Menyipitkan mata, Felix keluar dari kamarnya.
"Abang!"
Felix hampir saja terjungkal jika tidak ada pintu dibelakangnya.
"Morning, Cia," sapa Felix. Ia menggendong adiknya yang sudah rapih menggunakan seragam sekolahnya.
"Morning, Abang. Jangan gendong-gendong Cia! Abang bau iler," protes Cia.
Felix terkekeh dan mencium pipi Cia lalu menurunkannya.
"Ada apa ribut dibawah, De?" tanya Felix pada Cia.
Cia menggeleng polos. "Cia nggak tau, Cia disuruh naik sama Bunda. Terus mandi sama Mbak Mel."
"Abang Ben mana?"
"Bang Ben masih dikamar. Lagi mandi mungkin. Tadi Cia denger jebar-jeburnya," jawab Cia polos.
Felix mengangguk dan melihat sedikit kearah bawah. Felix bisa melihat dengan jelas keberadaan tamu-tamu Bundanya yang pagi-pagi begini sudah ribut dirumahnya. Jika saja ada Ayahnya, pasti mereka sudah disemprot sebelum masuk kedalam rumah.
"Yaudah Abang mandi juga deh, nanti Cia mau berangkat sama Abang nggak? Naik motor?"
Cia langsung menggeleng tanpa ragu. "Cia nggak suka naik motor. Cia diantar Pak Supri aja."
Felix mengangguk-anggukan kepalanya dan memasang wajah sedih.
"Jadi, sekarang Cia lebih sayang Pak Supri dibanding Abang? Abang jadi sedih."
Kali ini Cia yang memasang wajah sedih. Ia langsung memeluk sang Abang. Tidak peduli Abangnya bau atau tidak. Ia benar-benar merasa bersalah.
"Yaudah, Cia berangkat sama Abang. Tapi Abang janji jangan nangis!"
Felix terkekeh. Membalas pelukan adiknya yang begitu hangat. Ya, Felix tau kelemahan Cia, yaitu jika seseorang sedih atau kecewa akibat ulahnya. Cia bisa saja menangis keras hanya karena ini.
Yang membuat kecewa siapa, yang nangis siapa.
"Oke, Abang mandi dulu ya?"
🥀🥀
Felix turun sembari menenteng tas sekolahnya. Ia melihat Sella--Bundanya, yang sudah duduk menunggu anak-anaknya untuk sarapan bersama.
"Pagi, Bund," sapa Felix. Tak lupa ia memberikan ciuman singkat di pipi sang Bunda.
"Pagi, Bang. Ayo duduk, kita sarapan." Sella tersenyum dan menyiapkan roti untuk sarapan putranya itu.
"Tadi ada apa sih Bun, kok rame banget rumah?"
Sella terdiam sebentar, lalu tersenyum.
"Bukan apa-apa, Abang keganggu pasti ya tidurnya? Lagian itu udah siang loh, kalo nggak ribut, kamu pasti belum bangun, ya kan?" tebak Sella.
Felix terkekeh sembari mengangguk. "Betul, dua juta rupiah buat Bunda," canda Felix yang berhasil membuat Sella tertawa.
"Apa nih pagi-pagi udah ketawa nggak ngajak-ngajak," ujar Ben yang baru saja turun dari kamarnya. Tak lupa, Ben juga mencium pipi sang Bunda sebagai sapaan paginya.
"Anak kecil nggak boleh kepo," ujar Felix meledek.
Ben menatap wajah Felix dengan tatapan malas. "Bun.."
KAMU SEDANG MEMBACA
PATH OF DESTINY
Novela Juvenil[Spin Off My Future Story] 🥀🥀 "Kenapa harus aku orangnya?" "Karena itu kamu, Felix." "Apa nggak ada pilihan?" "Ada, ikuti takdir atau menyerah." Felix Hardhan Angkasa namanya, seorang putra sulung dari keluarga ternama. Laki-laki yang memiliki seg...