Capítulo Tres ✔

21.3K 1.4K 20
                                    

⚠MENGANDUNG BAHASA KASAR⚠
⚠WARNING 18+⚠

⚠MENGANDUNG BAHASA KASAR⚠⚠WARNING 18+⚠

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🚫Happy Reading🔥🚫
.
.
.
.

Suasana ramai di kantin, tidak menyurutkan semangat para siswa/i untuk datang dan menikmati waktu istirahat mereka.

"Linka, cepetan. Gua udah laper nih." Teriak seorang perempuan sambil menarik lengan Alinka  untuk mengikutinya masuk kedalam kantin.

"Yah penuh." Ujar perempuan yang menarik tangan Alinka dengan lesu. Namun, hal itu tak berlangsung lama karna ia menemukan satu meja yang kosong.

"Oh itu ada meja yang kosong. Eh, tapi di samping meja khusus inti ARGON. Gimana dong?" Tanya perempuan itu pada Alinka.

"Ya gak gimana-mana. Emangnya kenapa Dis?" Tanya Alinka pada perempuan itu, Gladis.

"Lo gak tau apa? Itu kan meja keramat." Jelas Gladis pada Alinka.

"Keramat? Emang ada yang pernah meninggal ya yang duduk di meja itu?" Tanya Alinka dengan polosnya pada Gladis.

Gladis yang mendengar perkataan Alinka pun langsung mendelik kesal. Belum sempat menjawab perkataan Alinka, tangan Gladis sudah di gandeng Alinka menuju meja yang kosong itu.

"Udah ah, ayok duduk. Katanya udah laper." Ujar Alinka sambil menarik pelan tangan Gladis.

Semua mata tertuju pada Alinka dan Gladis saat mereka sudah duduk disamping meja inti para ARGON.

"Gila! Mereka berani banget."

"Gak takut dibully apa mereka?"

"Ck. Itu dua jalang! Berani-berani nya duduk disamping inti ARGON."

"Nyari mati!"

Celetukan itu terdengar di telinga Alinka dan Gladis. Mereka hanya bisa diam. Terlebih Alinka, gadis itu sedang merasa bingung.

"Kenapa kita dibilang nyari mati?" Tanya Alinka dengan nada bertanya nya pada Gladis.

Sekelompok pria yang duduk disamping meja Alinka dan Gladis, sontak menolehkan kepala mereka ke arah Alinka. Ketika mereka mendengar pertanyaan itu lolos dari bibir Alinka.

"Linka, gua kan tadi udah bilang." Cicit Gladis pelan pada Alinka. Pasalnya ia sedang panas dingin karna diperhatikan oleh inti ARGON.

"Emangnya..." perkataan Alinka terputus akibat bentakan seorang perempuan sambil menarik rambut Alinka kuat.

"Lo ngapain ke sekolah hah! Lo gak denger kata Ibu gua! Beresin rumah sampe beres!" Ujar perempuan itu sambil menarik keras rambut Alinka.

Semua mata terpusat pada Alinka yang sedang di siksa oleh Pitaloka. Ya, perempuan itu adalah Pitaloka, Kakak tiri Alinka.

"A-alin udah be-resin semuanya Kak." cicit Alinka takut sambil meringis kecil menahan rasa sakit akibat jambakan Pitaloka.

Pitaloka yang mendengar jawaban dari mulut Alinka pun semakin kuat menjambak rambut Alinka.

"S-sakit Kak." Lirih Alinka dengan mata yang berkaca-kaca.

Gladis yang sudah tersadar dari rasa kagetnya pun langsung menarik kuat tangan Pitaloka yang menjambak rambut Alinka. Lalu menghempaskannya dengan kasar. Gladis menarik Alinka mendekat padanya.

"Lo ngapain jambak rambut Alinka hah!" Teriak Gladis seraya menghempaskan tangan Pitaloka.

Mata Pitaloka menajam menatap Gladis. Gladis yang ditatap seperti itu langsung menatap tajam balik Pitaloka. Gladis tidak akan pernah takut pada Kakak kelas yang sok jagoan dan suka mem-bully orang. Karna menurutnya, orang seperti itu harus di lawan agar tidak semakin semena-mena.

"Lo mau banget temenan sama nih anak haram." Ucap Pitaloka dengan nada sinis, menatap Alinka yang menunduk dengan rambut yang sudah berantakan.

"Trus gua harus temenan sama siapa? Sama lo? Dih justru gua lebih baik temenan sama Alinka daripada lo. Lo itu cewek yang gak punya moral dan akhlak." Jawab Gladis dengan nada sengitnya membalas ucapan Pitaloka.

"Lo..." tunjuk Pitaloka, lalu Pitaloka mengangkat tangannya berniat menampar Gladis.

Plak.

Bukan. Bukan Gladis yang menerima tamparan itu, melainkan orang lain.

"Alinka!" teriak Gladis sambil membantu Alinka berdiri. Pasalnya tamparan yang diberikan Pitaloka sangatlah kuat. Bahkan, Alinka sampai terjatuh ke lantai.

Terlihat sudut bibir Alinka berdarah, dan bekas tangan masih tercetak dengan jelas di wajah putih Alinka.

"Gila lo ya!" Maki Gladis pada Pitaloka setelah membantu Alinka berdiri.

Semua orang menatap Alinka dengan prihatin. Namun, tak satupun yang ingin menolong Alinka, hanya Gladis yang mau menolongnya. Teman kelas Alinka, selain Gladis pun tak berani untuk mendekat. Walaupun mereka ingin menolong Alinka. Lagipula, sudah ada Gladis di samping Alinka. Mereka percaya pada Gladis.

Citt..

Bunyi decitan kursi bergeser, membuat pandangan semua orang terarahkan pada pria yang baru saja berdiri keluar dari kursinya.

Pria itu berjalan tanpa menghiraukan tatapan mata orang-orang.

Ia berjalan lalu membopong tubuh Alinka yang sedang berdiri di samping Gladis. Membuat Alinka terpekik kaget.

Dengan posisi bridal style, pria itu membawa Alinka pergi dari kantin.

Menyisakan ketegangan, dan ketercenggangan orang-orang yang melihat hal itu.

Seorang pria dingin dan kejam, menolong seorang perempuan yang sedang di bully.

Ini adalah sebuah keajaiban. Sebuah keajaiban karna seorang, Giorgio Alvariel Xaverion.  Menolong seorang perempuan yang di bully.

****

///
Note :
Aku mau update tiap hari asalkan kalian mau vote sm komen sehabis baca😌
Jangan jadi ghost reader!


VOTE AND COMMENT JANGAN LUPA!!

APRESIASI DONG, KARYA AUTHORNYA BIAR AUTHORNYA SEMANGAT LANJUTIN CERITANYA!!!

SEE U NEXT CHAP!!!

Alinka's Story! [Completo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang