I. Pena

38 8 4
                                    

Hii, welcome to my short story.

Aku buat ini karena nuangin pemikiran aja jadi sorry banget kalo kadang suka aneh jalan cerita di setiap chapternya karena aku penulis baru, jadi maklumin yaa.

Enjoy!!

----

Setelah bel masuk berbunyi, para guru memasuki ruang mengajarnya masing-masing, termasuk Bu Tiwi yang memasuki ruang kelas XI IPS 2.

Ruang kelas yang terkenal dengan murid yang selalu ribut, apalagi dua insan yang bisa dikatakan bertengkar setiap hari karena keduanya saling mengganggu satu sama lain.

"Selamat pagi anak-anak". ujar Bu Tiwi yang baru saja memasuki kelas dengan suasana ramai.

Bahkan awalnya ia mengira ini bukan kelas melainkan pasar, karena suara para siswa dan siswi yang sangat ramai terdengar sampai keluar, tak jarang banyak guru yang malu mengajar dikelas ini, karena suara yang tidak bisa di kontrol.

Hanya sebagian siswa yang terdiam karena suara yang keluar dari mulut Bu Tiwi, sebagian siswa masih saja melanjutkan obrolannya, dan menganggap bahwa tidak ada seorang yang harus ia hormati saat ini.

Guru dengan badan yang tidak begitu berisi itu hanya bisa menghembuskan nafasnya sembari menggelengkan kepalanya, ia tidak mau menghabiskan tenaganya untuk sekedar menyuruh para siswa yang masih sibuk mengobrol ini diam.

"Hari ini, ibu akan mengadakatan dikte" ucapan guru yang berdiri di depan papan tulis itu membuat seluruh mata tertuju padanya.

Murid yang awalnya mengobrol kini juga menghentikan obrolan mereka dan menatap gurunya itu, jarang sekali seorang guru menyuruh muridnya untuk melakukan dikte.

Bu Tiwi membuka buku paket nya dan berjalan untuk mengitari, sekedar memastikan bahwa anak muridnya sudah mengeluarkan persiapannya untuk menulis nanti.

Semua murid yang berlajar di kelas itu hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar, jika seorang guru sudah membuka bukunya berarti jam pelajaran sudah dimulai dan tidak akan main-main dengan ucapannya.

Saat sang guru sudah memulai membaca satu persatu kalimat yang akan di tulis oleh muridnya, satu gadis perempuan berambut coklat ini masih sibuk mencari sesuatu barang yang sangat ia butuhkan.

"Aduh dimana sih?!". Jujur ia sangat butuh ini untuk menulis semua kata-kata yang diucapkan oleh Bu Tiwi.

Ia sudah mencari ke dalam tempat pensilnya tetapi nihil, ia masih tidak menemukan bolpoin nya disana.

Sudah sangat putus asa karena ia tidak menemukan bolpoin nya, akhirnya ia bertanya kepada temannya yang duduk di bangku sebelah kanan.

"Lo liat pulpen gue gak?" Tanya gadis itu kepada sahabatnya secara berbisik.

Sedangkan gadis yang ditanyakan itu hanya bisa menggelengkan kepalanya, karena memang ia tidak mengetahui keberadaan pulpen milik sahabatnya itu.

Ia melihat ke arah Bu Tiwi, memastikan bahwa sang guru sedang tidak mwlihat ke arah mereka, agar lebih mudah untuk mencari pulpen milik gadis itu.

"Aku bantu cari". Jawaban dari sahabatnya ini membuat gadis berambut coklat itu menganggukkan kepalanya.

Ia menolehkan kepalanya ke arah belakang, untuk menanyakan apakah dua sahabatnya itu tau dimana letak pulpen yang ia cari-cari ini.

Tetapi sepertinya keberuntungan tidak berpihak kepada empat gadis cantik ini, Bu Tiwi berdehem cukup keras dan memberhentikan kegiatan mendikte nya.

Gadis berkepang satu yang duduk di bangku nomor dua dari depan itu menyadari bahwa semua pandangan mata menuju ke arah ia dan ketiga sahabatnya, ia menyikut pelan siku gadis berambut coklat yang duduk di depannya itu.

Sedangkan gadis yang duduk di depannya itu hanya bisa menelan kasar ludahnya, hukuman apa kali ini yang akan di arah kan untuknya.

Ia menoleh secara perlahan ke arah sang guru, lalu tersenyum kikuk. Satu kelas hanya bisa menahan tawanya saat melihat tatapan tidak mengenakan dari guru mata pelajaran sejarah itu.

Bu Tiwi mememjamkan matanya sebentar, ia tidak suka jika dalam pelajarannya siswa atau siswi sibuk dengan urusannya masing-masing, dan sekarang keempat gadis itu malah menguji kesabarannya.

"Kalian sedang apa?". Tanyanya, sudah tidak mengerti lagi dengan kelas ini.

Laki-laki maupun perempuan sama saja, sama-sama sering membuat keributan. Jikakalian mengira perempuan yang ada di kelas ini anggun, oh jelas tidak sama sekali.

Keempatnya hanya bisa diam dan menatap satu sama lain, kini mereka hanya menunggu hukuman apa yang akan di berikan kepadanya.

Bu Tiwi menghembuskan nafasnya halus, sudah jelas siswa atau siswi yang membuat keributan di kelasnya akan di beri hukuman, tetapi ia bingung harus memberikan hukuman apa kepada empat gadis cantik ini.

"Kalian keluar dari kelas saya". Ucapnya dengan datar.

Keempat gadis cantik dengan warna rambut yang berbeda itu berdiri dari duduknya dan berjalan keluar kelas, tetapi gadis yang kehilangan bolpoin nya itu menoleh ke salah satu kursi yang berada di pojok kelas sebelah kiri.

Ia yakin bahwa manusia setengah iblis itu yang mengambilnya, dan benar.

Saat ia menoleh ke arah sana, ia melihat seorang remaja tampan sedang memainkan pulpen yang sedari tadi ia cari di tangannya.

Gadis bersurai coklat itu menatap tajam remaja laki-laki yang sudah membuat ia dan ketiga sahabatnya di keluarkan dari pelajaran kali ini, remaja laki-laki yang di tatap tajam oleh gadis itu berlagak ketakukan lalu tersenyum mengejek, karena kali ini ia berhasil untuk, membuat seorang primadona sekolah di hukum oleh guru sejarah.

"Udah ayo The". Ujar gadis berkepang satu kebelakang dengan berbisik, lalu menarik tangan Athena dengan cepat untuk keluar kelas.

Athena Bayla Dirgantara, gadis cantik dengan surai yang tidak begitu panjang dan mata berwarna coklat yang menjadi ciri khasnya.

Jika kalian melihat perawakannya pasti tidak akan mengira bahwa ia adalah siswi yang sering membuat keributan dengan satu remaja laki-laki tadi, tapi banyak laki-laki yang tidak peduli dengan track recordnya di sini.

Milla menutup pintu kelasnya dengan perlahan.

Milla Rosyanata, salah satu sahabat Athena dengan tatanan rambut yang lebih sering ia kepang dan flat shoes nya yang menjdi ciri khas seorang Milla.

"Pikirin bales dendamnya di kantin, gue laper". Ujar Rinna.

Clarinna Mutia Sabrina, ia juga salah satu sahabat Athena, bahkan saudara jauh dengan Milla, menjadi ketua cheerleader di sekolah nya membuat banyak orang mengenalnya, tak jarang ada yang memberikan bunga atau coklat untuknya.

Athena menghembuskan nafasnya, lalu menarik tangan Lula dan mengajaknya ke kantin, bukan ia pilih kasih tetapi ia harus menjaga sahabat dunia akhiratnya itu, bukan hanya karena cantik tetapi ada satu hal lain.

Lula Silyvianna, gadis cantik dengan mata yang sangat indah ini menjadi yang paling muda diantara keempatnya, dan itu membuatnya spesial.

Athena dan Lula sudah bersahabat dari mereka lahir, jadi jangan salahkan jika mereka selalu berdua setiap saat, tapi Milla dan Rinna juga tidak mempermasalahkan jika mereka berdua berjalan bersama tanpa dirinya.

Para gadis cantik itu langsung berjalan menuju kantin sembari memikirkan rencana apa yang akan di perbuat oleh Athenna, bisa dibilang keempat gadis cantik ini sangat setuju jika dikeluarkan dari kelas dan makan di kantin.

____

TBC
VOTE!!!
Cerita apa ini astaga wkwk, semoga suka <3

AthenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang