XXI. 5 Tahun

5 3 0
                                    

Hii, welcome to my short story.

Aku buat ini karena nuangin pemikiran aja jadi sorry banget kalo kadang suka aneh jalan cerita di setiap chapternya karena aku penulis baru, jadi maklumin yaa.

Enjoy!!

---

Karena Athena tidak tau harus pergi kemana lagi, ia memutuskan untuk ke sini, tempat yang selalu ia rindukan, terlihat jelas bahwa ia memasuki salah satu area pemakaman umum di daerah Jakarta.

Ia memarkirkan mobilnya di jalanan tempat sang ibunda beristirahat, ia tersenyum melihat satu gundukan tanah yang sudah terlapisi oleh rerumputan hijau yang bertuliskan nama sang ibunda tercinta nya, Alena Balqis Dirgantara.

"Assalamualaikum bunda".

"Thea kecepetan ya dateng nya?". Tanya nya lalu tersenyum.

Gadis bersurai hitam kecoklatan itu menghembuskan nafasnya pelan, "Oh iya!", tiba-tiba ia teringat sesuatu.

"Tadi temen sekelas Thea ada yang bilang kalo bunda gak mampu buat beliin Thea pulpen lagi". Ujarnya dengan sedikit tersenyum.

"Terus Thea marah".

"Tapi kenapa Thea harus marah ya bun? 'Kan emang kenyataan". Lanjutnya lagi.

Ia menunggu jawaban dari Alena, tetapi ia tau bahwa ibunya sudah tidak bisa menjawabnya lagi, "Kan emang kenyataan kalo bunda gak bisa beliin Thea pulpen lagi".

"Pulpen yang bunda beliin lima tahun lalu udah susah di cari, jadi isinya udah habis deh!".

Alena sudah meninggalkan dunia sekitar lima tahun lalu, saat Athena, anak keduanya, masih mendudukki bangku sekolah menengah pertama, jadi sudah lima tahun juga gadis kecil nya belajar untuk mengurus dirinya sendiri.

Awalnya keluarga kecil Athena tidak sanggup kehilangan seseorang yang berperan sangat penting dalam kehidupannya, tetapi pada akhirnya mereka berusaha untuk mengihklaskan kepergian sang ibunda.

Ia selalu berusaha untuk tidak menangis saat berada di depan makam sang ibunda, ia selalu menahan air mata nya untuk keluar di saat seperti ini, ini lebih sulit dari yang ia bayangkan.

Hatinya selalu meringis saat mengingat kenyataan bahwa sang ibunda sudah tidak ada di dunia, saat mengingat jika tidak ada kenangan yang indah dalam lima tahun terakhir, tetapi ia tetap berusaha untuk tersenyum di depan makam perempuan yang paling ia sayangi.

Saat ia sedang mengelus pelan makam sang bunda, ada benda kecil yang sangat ia kenali, dan saat ia menoleh ke arah benda tersebut ternyata benar apa yang ada di pikirannya.

Bolpoin merah muda miliknya dan ada seorang remaja laki-laki yang ingin memberikannya, Maghira.

"Nih, pulpen lo!", ujar Maghira sambil menyerahkan bolpoin yang ada di genggamannya itu.

Athena berdiri dari duduknya dan mengambil bolpoin miliknya itu, "Makasih", balasnya dengan senyuman.

Maghira menganggukkan kepalanya, "Mau ke sekolah?", tanyanya dengan nada halus kepada gadis di depannya ini.

Sebenarnya Athena sedikit bertanya-tanya sejak kapan remaja ini ada di pemakaman, tetapi karena tidak ingin berlama-lama di sini hanya berdua dengan Maghira ia memutuskan untuk meng iya kan pertanyaan tersebut.

"Ya udah, lo bawa mobil kan?", Athena menganggukkan kepalanya.

Mereka berjalan menuju kendaraannya masing-masing, saat Athena sudah berada di dalam mobil ia membuka kaca jendelanya, "Lo duluan aja!".

Remaja laki-laki yang sedang memakai helmya itu menggelengkan kepalanya, "Lo duluan, gue ikutin dari belakang".

Gadis yang sudah ada di dalan mobil itu tidak mau banyak basa basi jadi ia hanya menganggukkan kepalanya lalu menjalankan mobil nya untuk keluar dari tempat pemakaman umum dan kembali ke sekolah tercintanya itu.

Sesuai dengan perkataan Maghira tadi, ia mengikuti mobil Athena dari belakang menunggunakan motor kesayangannya. Di perjalanan, lagi-lagi ia memikirkan tentanh gadis di depannya ini, ia mendengar semua ucapan yang di katakan tadi, sedikit kaget karena sang ibunda sudah meninggalkannya lima tahun lamanya.

Menurutnya lima tahun bukan waktu yang sebentar, apalagi saat di tinggal pergi selama-lamanya oleh ibu kandungnya sendiri, ia tidak bisa membayangkan betapa sulitnya untuk menerima keadaan, tapi ia juga salut pada gadis ini, ia tidak menangis saat di sandingkan dengan sang ibu, ya kemungkinan besar karena Athena menahannya, tapi serius ia sungguh salut pada gadis ini.

Ia semakin tidak tega untuk mengatakan bahwa ia yang sudah mengacaukan kemah, ia benar-benar menyesali perbuatannya kemarin.

Banyak hal yang menghantui pikirannya membuat ia tidak sadar bahwa sekarang sudah berada di kawasan sekolah, setelah memarkirkan motornya, ia langsung berlari menghampiri Athena yang jarak parkir mobil nya tidak terlalu jauh.

"Tadi ada bokap lo".

Gadis yang berada di sebelah nya itu membulatkan mata nya, "Bokap gue?!".

Maghira menganggukkan kepalanya serius, "Ngapain sih tuh kakek-kakek ke sini!", gumamnya pelan tetapi masih terdengar sedikit oleh Maghira.

"Bokap lo, bukan kakek lo", timpal nya dengan nada datar lalu menggelengkan kepalanya, mengapa Athena mengira itu adalah kakeknya? Apa ia tidak mengerti maksud bokap?

Athena hanya bisa memutarkan kedua bola matanya malas, remaja laki-laki di sebelahnya ini tidak tau apa-apa saja masih ngebacot, apalagi tentang ayahnya yang ia sebut kakek.

"PANGGILAN KEPADA BEN ORDIANTA, DI MOHON UNTUK SEGERA KE RUANG KEPALA SEKOLAH TERIMA KASIH". 

Pengumuman yang terdengar di seluruh penjuru sekolah membuat dua remaja berlawan jenis yang baru saja memasuki sekolah kebingungan, mengapa seorang Ben di panggil ke ruang kepala sekolah? Apa karena ada masalah? Seketika keduanya melupakan tentang keadian bolpoin yang baru terjadi tadi pagi.

Mereka jalan terlalu santai menuju kelasnya hingga saat ingin memasuki kelas mereka berpas-pas an dengan Ben dan kedua orang tuanya, "Kamu tuh ya jadi anak bikin malu aja, bisa-bisa nya kamu di DO!", Athena melihat seorang wanita paruh baya yang ia kira adalah ibu dari Ben sedang memarahi anaknya itu.

Sedangkan yang di marahi hanya bisa menundukkan kepalanya, Maghira dan Athena melirik satu sama lain saat mereka melewati tiga orang berbeda umur itu.

Maghira mempersilahkan Athena untuk membuka pintu kelasnya, melihat ada guru yang sedang duduk di kursi depan membuatnya langsung duduk di bangkunya, "Itu si Ben kenapa?". Tanya Athena kepada Lula.

Yang di tanyai menggelengkan kepalanya, karena masih terlalu penasaran ia kembali bertanya kepada Rinna yang duduk tepat di belakangnya, "Ben kenapa?" Tanyanya sambil berbisik sebelum ketahuan guru yang sedang mengajar di depan.

Rinna yang di tanyai juga hanya mengangkat kedua bahunya sambil menggeleng lalu menundukkan kepalanya dengan senyuman yang ia tahan, omongan yang tadi ia sampaikan kepada Ben benar-benar terkabulkan, ia tau bahwa Reno tidak akan tinggal diam jika ada yang berani mengganggu keluarganya terutama anak-anaknya.

----

TBC
VOTE!!!

AthenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang