PART 1 : Kebahagiaan Baru

377 175 30
                                    

"Terima kasih atas segalanya ya, maaf jika selama ini aku banyak salah, jaga diri kamu baik-baik, kamu wanita hebat, semoga kamu bisa menggapai apa yang selama ini dicita-citakan."

"Jaga diri kamu baik-baik juga ya, istiqomah dengan niat & tekad kamu, aku sekarang sadar bahwa cinta yang salah ini tak pantas untuk dipertahankan. Selamat tinggal ...

... calon hafidz qur'an."

Keduanya tampak meninggalkan tempat tersebut dan berjalan ke arah yang berbeda setelah mengucap salam perpisahan dan saling memaafkan satu sama lain. Langit yang cerah disertai awan biru seolah menjadi saksi berakhirnya kisah cinta salah itu.

- END -

Prok ... prok ... prok ... suit ... suittt ....

Para penonton sangat antusias menyaksikan drama di sebuah gedung pertunjukan. Tepuk tangan yang gemuruh disertai dengan suitan mengiringi akhir pementasan di ruangan berkapasitas 1000 orang itu.

"Duh Acha, sudah dong jangan nangis terus, malu ih itu dilihat sama banyak orang," tutur Zahro.

"Kamu mau dibelikan apa? Es krim? Balon? Atau coklat?" sambungnya.

"Lu kira Acha ini anak kecil hah?"

"Heh Firza, jangan nyolot ih biasa we atuh," timpal Zahro dengan penuh emosi.

"Acha ini butuh ketenangan di rumah, jadi mending kita pulang saja, lagi pula es krim, coklat, hal-hal seperti itu tuh enggak dibutuhkan oleh Acha, yang Acha butuhkan itu istirahat, paham!" bentak Firza. 

Aku berusaha melerai perdebatan mereka. Tak lama, aku beranjak dari kursi penonton berwarna merah, lantas berjalan meninggalkan gedung pertunjukan mendahului Zahro dan Firza. Aku tak tahan melihat mereka yang tiba-tiba ribut di depan umum hanya gara-gara hal sepele dan itu berkaitan denganku.

Firza dan Zahro adalah sahabat baikku saat duduk di bangku kuliah. Aku sangat dekat sekali dengan mereka, bahkan mereka selalu menghiburku di kala gundah. Selain itu, mereka juga tahu semua tentangku, baik perihal impianku hingga tentang masa lalu pun mereka sangat mengetahuinya.

Sekarang kita memang sudah lulus dan meraih gelar sarjana, bahkan sudah memiliki karier masing-masing. Firza menjadi owner resto dan Zahro memiliki karier sebagai penyanyi gambus. Walaupun demikian, keakraban kita masih terus berlanjut hingga sekarang.

Kini, aku memiliki usaha butik serta menjadi seorang novelis. Awalnya, aku memiliki hobi menulis hanya sekedar mengisi waktu luang saja, apalagi dahulu ketika aku mengalami sebuah patah hati, selain berusaha menyibukkan diri dengan mengikuti berbagai kajian agama agar bisa bangkit dari segala kesedihan, aku pun mulai melatih bakat menulis dan mengikuti berbagai lomba hingga akhirnya berhasil meluncurkan beberapa karya. Itulah awal kebahagiaanku yang baru.

"Ini semua gara-gara lu Firza, tuh Acha jadinya diam terus, dia malu lihat kita ribut-ribut di depan banyak orang," kesal Zahro di dalam mobil.

"Zahro sudahlah, aku enggak kenapa-kenapa kok, lagi pula itu sih hal biasa," ucapku sambil mengusap tangan Zahro yang duduk di sampingku.

"Sudah ya, alangkah lebih baik jika kalian sekarang saling bermaafan," sambungku dan berusaha mencairkan suasana.

Firza dan Zahro mengabaikan ucapanku, kemudian terus menerus berdebat satu sama lain. Aku seolah menjadi penonton yang sedang melihat adu debat. Memang, setiap kali kita berkumpul, pasti selalu ada saja hal yang diributkan oleh mereka.

"Eh Cha, apakah aku boleh bertanya suatu hal?"

"Bagaimana Firza? Apa yang ingin kamu tanyakan?" tanyaku penasaran.

"Acha, tolong jujur ya, alasan kamu menangis saat menonton pertunjukan itu pasti karena teringat masa lalu kan?"

Aku terkejut dengan pertanyaan Firza, bisa-bisanya dia bertanya hal itu padaku.

"Acha, kamu enggak bisa mengelak, baik aku ataupun Zahro sudah tahu perihal masa lalumu, bahkan kita sangat tahu jika dulu alasan kamu berpisah dengan dia pun sama kan kayak adeg ...."

"Stop ... stop ... stop ... Firza diam ya, enggak usah dilanjut lagi kalimatnya, jangan bikin si Acha tambah mumet," tiba-tiba Zahro memotong ucapan Firza.

Mobil yang semula riuh dengan perdebatan Firza dan Zahro, kini seketika berubah hening saat Firza mulai bertanya hal itu padaku.

"Setiap orang pasti memiliki memori masa lalu, walaupun seseorang dikatakan sudah bisa berhasil melupakan, tetapi pasti ada saja masa di mana orang tersebut kembali mengingat momen itu, bukan karena timbul rasa ingin mengulang lagi, hanya saja merasa menyesal akan perbuatan itu," ujarku dengan lirih.

"Tuh dengerin apa kata Acha, lagi pula demen banget sih lu menggali tentang masa lalunya dia, emang lu siapanya Acha? Heuh lakinya aja bukan."

"Dasar emak-emak rempong mengoceh melulu, lama-lama gue turunin lu di jembatan!"

"Ya silakan, lagi pula ya mana mungkin Acha mau berduaan sama yang bukan mahram, kalo gue turun ya Acha juga pasti ikut turun, iya kan, Cha?"

Aku hanya mengangguk dan membenarkan perkataan Zahro.

"E-eum kalo gitu gak jadi deh, gue gak jadi turunin lu, Zah."

"Nah kan, kalo udah ada kaitannya sama Acha lu pasti kalah," ujar Zahro sambil tertawa meledek Firza.

Setelah hampir 1 jam berada di perjalanan, akhirnya mobil sampai di depan rumahku. Namun, saat hendak turun dari mobil tiba-tiba rintik hujan mulai berjatuhan.

"Firza, terima kasih sudah mengajak Acha dan Zahro jalan-jalan, maaf juga jika tadi kita banyak repotin kamu."

"Santai saja, Cha, selagi ada rezeki mah ya apa sih yang enggak buat kalian."

"Eh, sebentar. Kalian butuh payung atau tidak?" lanjut Firza.

"Eum tidak usah. Lagi pula, hujannya juga kecil kok, toh sudah depan rumah juga, kita kebal kok kalo kena air hujan," pungkas Zahro dengan nada yang sedikit ketus.

Aku dan Zahro bergegas turun dari mobil milik Firza. Kemudian, Firza parkir memutar arah dan pulang menuju rumahnya yang berjarak sekitar 25 Km dari rumahku.

Zahro pun berpamitan padaku, lalu kita saling melambaikan tangan satu sama lain. Rumah Zahro berseberangan dengan rumahku, itulah yang menjadi alasan mengapa aku sangat akrab dengannya.

Lantas, aku segera masuk ke dalam rumah sebab hujan semakin lama semakin deras. Namun, saat aku hendak membuka pintu rumah, tiba-tiba ponsel berdering.

"Loh ini nomor siapa?" ucapku dalam hati.

Aku biasanya selalu mengabaikan telepon dari nomor yang tak dikenal, aku mendadak heran, kira-kira orang ini dapat nomorku dari siapa?

Aku memang sangat rewel jika ada orang tak dikenal meminta nomorku, bahkan teman-temanku sudah tahu itu. Oleh karenanya, jika ada orang tak dikenal meminta nomorku kepada teman-temanku, maka mereka tidak langsung memberikannya sebelum mendapat izin dariku. Dalam hal pekerjaan pun, aku selalu menyarankan agar para customer menghubungiku lewat DM instagram saja, begitu pun jika ada yang ingin mengajak kerja sama dalam hal bisnis.

Akan tetapi, kini aku mencoba untuk mengangkat telepon tersebut, sebab siapa tahu ada hal sangat penting yang menyangkut pekerjaan.

"Halo, assalamu'alaikum, maaf ini dengan siapa?" tanyaku.

Orang itu terdiam.

"Halo, ini siapa ya?" tanyaku lagi.

Kini, orang tersebut perlahan mulai mengeluarkan suaranya. Namun, aku terperanjat kaget ketika ia menyebutkan suatu hal.

"Apa? M-masa lalu?"

Deg.

***

Waduh kira-kira siapa ya masa lalu tersebut? Wah semakin penasaran kan?

Yuk ikuti terus kelanjutannya😉

Jangan lupa follow, komen, dan vote ya guys🤗

Dear F : Cinta & Ikhlas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang