"Masa yang telah lalu, cukuplah dikenang dan dijadikan pelajaran saja. Rangkai masa depan cerahmu dan janganlah terlarut oleh berbagai kepedihan yang terjadi di masa lalu."
🌷🌷🌷
“Maaf sekali lagi ini dengan siapa, ya?”
Kepalaku dipenuhi beribu tanya, sebenarnya siapa sosok orang yang mengaku sebagai masa lalu tersebut? Akan tetapi, dari suara dan logat bicaranya sudah tak asing di telingaku.Kini, orang tersebut malah tertawa dan membuatku semakin bingung.
“Aduh lawak sekali. Hey, Acha ini Safira, sahabatmu,” ucapnya sambil dipenuhi gelak tawa.
Raut wajahku seketika berubah datar, sebab orang yang hampir membuatku jantungan karena mengaku sebagai masa lalu adalah sahabatku sendiri.
Padahal, tadi dari suaranya saja sudah jelas bahwa itu adalah suara perempuan, tapi mengapa aku merasa panik saat ia berkata seperti itu? Huft, memang sih diriku ini setiap mendengar 'masa lalu' pasti pikiran langsung buyar, sehingga suara perempuan seperti itu saja tidak aku sadari.
“Masyaallah Safira, ih kamu ke mana saja? Kenapa selama ini enggak hubungi aku? Nomormu tiba-tiba ganti pula,” ucapku seraya melangkah masuk ke dalam rumah, kemudian duduk di sofa ruang tamu yang berwarna merah maroon metalic.
“Lah kamu juga sama saja, hey. Di sosial media cuma jadi viewers story doang, sekarang kamu jadi orang sibuk ya,” ujar Safira dengan logat khasnya.
“Btw, aku sebenarnya sudah lama simpan nomor kamu, Cha. Cuma, aku sering lupa buat hubungi kamu,” lanjut Safira.
“Dari zaman putih abu juga kamu sih memang sudah bakatnya jadi pelupa hahaha.”
Aku melanjutkan percakapan melalui telepon dengan Safira. Kita berbincang dengan penuh canda tawa, mengingat masa putih abu yang penuh dengan kenangannya. Mengingat kembali momen penurunan bendera saat hujan, lalu momen ketika aktif di organisasi, bahkan kita mengenang kembali perjuangan-perjuangan hebat di kala menjuarai lomba tingkat nasional.
Saat duduk di bangku aliyah, aku dan Safira memang sangat dekat sekali bahkan sering dijuluki kembar oleh siswa yang lain. 3 tahun aku dengannya selalu satu kelas, satu organisasi, hingga setiap ada kegiatan apa pun pasti selalu bersama-sama, sampai-sampai perihal kisah cinta pribadi pun kita saling tahu satu sama lain.
Namun, ketika duduk di bangku kuliah, aku dan Safira jarang saling bercerita lagi, karena memang kita sudah beda kesibukan. Kini, Safira berada di ibu kota, sedangkan aku berada di kota kembang. Saat aku mulai kuliah, keluargaku memutuskan untuk pindah ke Bandung, hingga sekarang aku berada di sana dan memiliki bisnis pula di kota tersebut.
“Acha selamat ya atas kesuksesan kamu, nama kamu sekarang sering muncul di media, karya-karyamu luar biasa, bisnis pakaian muslim kamu pun sampai tembus mancanegara, salut deh sama kamu,” sanjung Safira.
“Apa sih Safira jangan terlalu berlebihan deh, kamu pun hebat kok, bahkan prestasimu juga the best banget.”
“Hmm setidaknya kita sukses membuat mantan menyesal hahaha.”
“Eh, mantan gimana kabarnya?” lanjut Safira.
Aku diam sejenak dan mencoba mencerna pertanyaan dari Safira.
![](https://img.wattpad.com/cover/271487897-288-k538358.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear F : Cinta & Ikhlas
RomansaMasa muda adalah masa di mana seseorang mencari jati diri dan eksistensi, bahkan mencari cinta sejati. Banyak orang yang terjebak dalam cinta yang belum saatnya, namun pada akhirnya mereka selalu dihadapkan dengan derita dan kecewa. Saat kau menjala...