Part 13 : Celengan Rindu

8 2 0
                                    

"Jika dahulu kita saling jatuh cinta karena sebuah pertemuan, maka di pertemuan kali ini aku berharap agar rasa itu tidak kembali hadir."

🌷🌷🌷

Allahu Akbar ... Allahu Akbar ....
Suara adzan magrib berkumandang, para santri yang berada di dalam kamar berhamburan keluar dan bergegas menuju masjid yang ada di lingkungan pesantren. Setelah melaksanakan berbagai kegiatan dari pagi hingga sore, setiap santri diberi waktu istirahat untuk makan dan mandi selama satu setengah jam dari pukul setengah lima sore hingga magrib. Walaupun para santri memiliki jadwal padat dalam setiap harinya, tapi mereka tetap rajin dan bersemangat dalam beribadah. Buktinya, saat adzan berkumandang, mereka langsung memenuhi masjid untuk sholat berjamaah.

Suasana petang yang begitu syahdu disertai dengan gesekan daun di pepohonan membuatku rindu dengan suasana rumah, sebab biasanya dalam waktu yang seperti ini, aku selalu beradu argumen dengan Ezra yang terlalu asyik bermain game online sehingga hampir lupa dengan sholat magrib dan ketika suasana rumah berisik dengan keributan, bunda selalu menjadi penengah seraya mengiming-imingi Ezra mie ayam agar ia mengalah dan segera sholat magrib.

"Hei, magrib-magrib jangan melamun!" Ucap seseorang sambil menepuk bahuku. Aku pun terperanjat kaget, lalu menoleh ke arahnya.

"Eh Humaira, aku kira tadi siapa yang tiba-tiba menepuk bahu," ujarku seraya mengelus dada.

"Hehe, maaf kalau membuatmu kaget, ya."

"Kamu sendirian saja? Zahronya ke mana?" lanjut Humaira.

"Zahro sedang libur sholatnya, biasalah wanita," jawabku.

Saat aku dan Humaira berbincang di depan masjid, tiba-tiba Adit yang sudah berpakaian rapih disertai sorban, menghampiri kami berdua. Entah mengapa detak jantungku berdegup kencang saat langkah Adit berderap menghampiri.

"Acha," ucap Adit seraya menatap kedua bola mataku.

"I-iya, kenapa?" sahutku dengan sedikit terbata-bata dan membalas tatapannya.

Ya Allah hati ini ....

"Itu sajadahmu jatuh ke tanah," ujar Adit sambil mengalihkan pandangannya pada sajadah yang jatuh.

"Astagfirullah," responku secara singkat.

Aku langsung mengambil sajadah tersebut dan mengibas-ngibasnya serta meniup-niupnya agar tidak kotor.

Adit terlihat memperhatikanku, lalu ia sedikit menertawakanku. Namun, matanya yang sipit membuat seolah dia sedang memejamkan mata.

"Kalo ketawa, jangan merem. Takut ditinggal," sindirku.

"Kalo salah tingkah, jangan jatuhin sajadah," sahut Adit.

Aku tersentak mendengar respon Adit, antara kesal dan malu seperti itulah rasanya. Humaira yang sedari tadi memperhatikan aku dan Adit tampak terlihat seperti orang yang heran melihat tingkahku dengan Adit.

"Kalian ini padahal baru kenal tapi kok seperti yang sudah kenal lama, seperti tidak ada rasa canggung sama sekali," celetuk Humaira dengan tatapan penuh rasa heran.

"Hahaha, Acha ini kan punya hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan Firza, jadi bagiku sahabat Firza adalah sahabatku juga. Firza tadi baru saja membicarakan tentang Acha banyak sekali, sehingga aku sedikit tahu karakter Acha, ya salah satunya Acha mudah bergaul dan humoris kan? Makanya aku berusaha SKSD alias so kenal, so dekat," ujarnya sambil tertawa.

"Oalah, pantas saja. Aku kira kalian memang pernah berjumpa atau pernah menjalin relasi sebelumnya," timpal Humaira.

Aku dan Adit sontak saling menatap satu sama lain. Tatapannya terlihat kosong, namun seperti ada sebuah pesan yang ingin disampaikan oleh Adit. Namun, tak lama kemudian, suara iqamah mulai terdengar, sehingga kami bertiga pun segera memasuki masjid agar tidak tertinggal sholat berjamaah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 11, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dear F : Cinta & Ikhlas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang