#26. unexpected things

476 112 9
                                    

Hampir tiga minggu mereka tinggal bersama, sedikit banyak Angga mengenali sosok Hanindya secara lebih dekat. Misalnya seperti; gadis itu tidak boleh telat makan dan harus makan tiga kali sehari, maka dari itu ia menyimpan banyak stock cereal minibar sebagai pengganjal perut. Ia juga tahu jika Nindya pintar sekali memasak dan boleh Angga akui, level memasak sang gadis sudah menyentuh level yang lumayan tinggi.

Nindya tidak suka berantakan, Nindya tidak suka go-food, Nindya takut kecoa dan belalang, Nindya tidak suka menonton TV, dan masih banyak lagi.

Mengenai masalah waktu lalu, itu sudah berlalu dan semenjak itu mereka tidak lagi membahasnya dan berlaku seperti biasa.

Ada satu hal yang membuat Angga penasaran dengan gadis itu, yakni betapa seringnya sang gadis keluar rumah. Padahal ia meyakini seorang introvert seperti Nindya pasti tidak ada kemauan untuk berjalan-jalan ria seperti teman-temannya kebanyakan. Kalaupun ia pergi bersama Zivaa, tapi sang selebgram tersebut selalu memposting dirinya hanya dengan Jean di snapgram. Lalu ia pergi keluar dengan siapa?

Atau jangan-jangan... gadis itu nekat mencari pekerjaan seperti yang ia lakukan dulu?

Mungkin ini kesempatan emas bagi sang gadis karena tidak ada tante Dhea yang mengawasi?

Tidak, Angga tidak bisa membiarkan itu.

"Ikut," singkat, padat, dan jelas —Angga melontarkan kata pada Nindya yang tengah bersiap dengan penampilannya.

"Hah?" semula sang gadis yang tengah bercermin kini berbalik menghadap sang pemuda, ia terheran.

"Gua mau ikut," ulangnya lagi. Kebetulan ia sudah memakai celana jeans dan kaos, ia hanya perlu memakai jaket agar penampilannya terlihat lebih rapih.

"Tumben? Kesambet petir lo?" cibir Nindya. Angga mengangkat bahunya acuh.

Setelah Nindya rasa siap, ia mengangkat ranselnya. "Lo nggak usah aneh-aneh, udah di apart aja."

"Nggak, gua mau ikut," Nindya sudah siap, kini Angga ikut mempersiapkan penampilannya.

"Lo kok maksa?"

"Suka-suka, pokoknya gua mau ikut. Titik."

"Anjir, nyebelin juga ya lo! Nggak, gua nggak mau diikutin!" hardik Nindya.

"Siapa juga yang mau ngikutin lo? Niat gua mah baik, gua mau anterin lo,"

"Nggak perlu dianterin!"

"Princessnya Angga masa mau dibiarin jalan sendirian?" lontaran kalimat yang Nindya ketahui hanyalah sebuah godaan, namun tetap sukses membuat rona merah sang gadis tercetak sempurna.

"Anjir—" Nindya tak bisa berkata-kata lagi, lagipula ia sudah dikejar oleh waktu.

"Kalo lo ikut, lo harus diem! Jangan banyak ngomong, jangan banyak nanya!" ancam Nindya pada akhirnya.

"Siap, ibu negara!" senyuman Angga merekah lebar.

🌠🌠🌠

Nindya membawa Angga pada tempat yang tak pernah ia bayangi sebelumnya. Kawasan lusuh dengan sebuah bangunan dari triplek beserta banyaknya anak-anak jalanan disana. Kening Angga berkerut, untuk apa Nindya membawanya kesini?

"Kak Ula dateng!!!!!!" seru salah satu anak. Seolah menjadi kompor, anak-anak lain yang semula sibuk sendiri kini ikut bersorak dan menaruh atensi mereka pada Nindya.

"Yeyyyy!!!!!"

"Kak Ulaaa!!!! Kangen!!!!!"

Dan banyak lagi sorakan yang menyerukan nama Shaula. Angga refleks mundur beberapa langkah saat banyak anak mulai mengerubungi Nindya.

extraordinary youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang