"Gua akhir-akhir emang jarang ngeliat Shaula, dia makin tertutup sejak kejadian ini. Tapi gua nggak nyangka kalo dia dibully separah itu. Gua kira orang-orang cuma sekedar ngata-ngatain dia doang —ternyata separah itu, anjir," ujar Haidar saat mereka berempat sudah sampai di rumah Angga.
Seperti biasa, sepulang sekolah mereka pasti akan menyempatkan 'main' di salah satu rumah keempatnya —meskipun sebentar. Tak heran mengapa persahabatan mereka begitu kental.
"Iya woy termasuk parah nggak sih? Apalagi yang bully diem-diem gitu sampe lu nggak tau. Mereka pasti takut sama lu tapi benci sama Shaula," timpal Ganesh.
Angga menghempaskan tubuhnya ke sofa ruang tamu, sementara Jean duduk di sofa seberang dan Ganesh serta Haidar duduk lesehan diatas karpet bulu.
"Lu udah ngehubungin Ula lagi sejak kejadian dua minggu yang lalu?" tanya Jean.
Angga menggeleng, "terakhir gua interaksi sama dia pas kejadian, gua ngajak dia pulang bareng tapi dianya nolak. Setelah Olla mutusin gua, gua stress, makanya gua belum ada ngehubungin Nindya lagi. Dianya pun pasti bakal nolak kehadiran gua."
"Lu nggak ada usaha gitu????" seru Jean protes.
"Gua... nggak tau... harus gimana..." ujar Angga putus asa.
"Bego," umpat Jean asal.
"Jen, coba lu ada di posisi gua —jadi salah satu pusat perhatian, teladan, tiba-tiba dapet rumor kayak gini—"
"Kenapa lu nggak speak up? Kenapa lu diem aja?" Jean memotong perkataan Angga.
"Gua nggak diem aja, Jen. Gua selama dua minggu ini juga lagi mikir gimana jalan tengahnya, gimana biar gua bisa ngelindungin Nindya, nggak nyakitin perasaan Olla, dan jaga reputasi gua," Angga membela diri.
"Tapi yang gua liat selama dua minggu ini lu cuma ngeusahain yang terakhir, gua nggak ngeliat aksi lu buat ngelindungin Nindya ataupun nggak nyakitin Olla," Jean masih terus membalas sengit. Suasana berubah memanas.
"Lo kok nyolot sama kayak Zivaa sih? Kan gua bilang gua masih mikir, Jeanova. Gua mikir gimana—"
"Lo mau mikir sampe dua minggu? Mikir sampe anak orang mati?" desis Jean. Haidar dan Ganesh yang semula fokus dengan ponsel masing-masing mulai menaruh atensi pada kedua sahabatnya.
"Guys, chill..." lerai Ganesh.
"Kok lu ngebelain Nindya?" tanya Angga menantang.
"Gua nggak ngebelain, gua cuma mempertanyakan tanggung jawab lo yang ikut andil di masalah ini." tegas Jean.
"Lo sama aja kayak Zivaa," desis Angga tak suka.
"Kenapa kalo gua sama kayak Zivaa? Kita salah buat ngelindungin Nindya? Terserah lo pada mandang gua apa dah, mau dikira ngebela Nindya kek, apa kek. Gua cuma mau lo mikir, coba lo aja di posisi Nindya —jadi yang nggak terpandang, diremehin, dan jadi yang nanggung beban paling berat karena gossip ini.
Kalo sejak awal lo speak up dan tegas sama mereka, gua yakin mereka nggak ada yang berani nyentuh Nindya. Kalo aja lo ada usaha buat beneran ngelindungin Nindya, gua yakin dia nggak bakal sampai pingsan di gudang, hampir mau kehabisan nafas di kolam renang.
Bener kata Zivaa, lo egois. Sejauh yang gua liat, lo lagi berusaha ngebenerin citra lo lagi di depan semua orang, tapi lo nggak pernah mikirin gimana tersiksanya jadi Nindya." Jean berargumen panjang lebar, setelahnya ia berdiri sembari memakai jaketnya.
Emosinya terus memuncak jika ia turuti untuk berdebat dengan Angga.
"Gua cuma mau peringatin, sekarang lo udah megang kepercayaan Nindya —sekali lo ancurin itu, gua yakin dia nggak bakal ngasih kesempatan yang sama dua kali." setelah berkata demikian, Angga berlalu. Ia memutuskan pulang lebih cepat daripada yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
extraordinary you
Fiksi Penggemartentang sangga yang sempurna dan shaula yang sederhana. tentang kamu yang luar biasa atau kamu seharusnya menjadi biasa? renjun & ningning. © luckyyoungg, 2021.