Bagian 21

29.8K 3.4K 341
                                    

°°°
[New Airyn's Story]

Udara malam begitu dingin hingga menyentuh kepermukaan kulit, terlebih lagi angin di malam hari, rasanya begitu sejuk. Lampu-lampu dari kendaraan beroda dua hingga empat pun begitu menyorot kedua matanya. Bagas terus saja menarik handle gas, melewati batas kecepatan yang seharusnya. Inilah kebiasaanya, jika ada masalah, ia akan melampiaskannya dengan cara membawa motor ugal-ugalan. Tidak memperdulikan batas kecepatan yang seharusnya dilakukan.

Tatapannya semakin tajam menatap jalan di depannya, menyalip beberapa kendaraan motor dan mobil, tak memperdulikan makian hingga teriakan dari arah belakangnya. Pikirannya kini melayang di mana kejadian di kantin. Siswi berpredikat sebagai primadona di sekolahnya itu bukanlah seperti orang yang ia kenal. Berubah, hanya satu kata itulah mendeskripsikan sifat dan kelakuan, Layssie Lauryn Winata.

Bayang-bayang di mana Airyn selalu memberi segala sesuatu kepadanya berputar di kepala, walaupun demikian pemberinya itu akan berujung ia buang. Bibirnya mendesah pelan, entah kenapa hatinya bertolak belakang dengan pikirannya. Hatinya berkata ingin Airyn yang dulu, yang selalu mengejarnya, meskipun demikian tindakan gadis itu akan berakhir dengan penolakan. Rahang bawah laki-laki itu mengeras diikuti dengan tarikan gas yang semakin kencang mengabaikan batas kecepatan seharusnya. Berbeda pula dengan pikiran yang terus berputar di kepala tentang kisah masa lalu bersama gadis itu, ia menggeram tak tahan.

"Damn you Airyn!"

Bagas memberhentikan motornya tepat di gerbang rumah mewahnya, tak lama berselang itu pak satpam membuka gerbang, tanpa mengucapkan terimakasih sekalipun langsung saja ia masuk ke dalam. Seperti biasanya, pandangan yang ia tangkap setelah masuk ke dalam, sepi. Laki-laki itu mengusap kasar wajahnya sembari berjalan menaiki tangga. Kepalanya serasa ingin pecah memikirkan sifat Airyn. Langkah kakinya terus menaiki tangga, rumah mewah yang ia tempati ini sama sekali tidak ada istimewanya. Persetan dengan kedua orangtuanya yang gila kerja. Benar, hidup bergelimang harta tak bisa menjamin akan hidup bahagia.

Sesampainya di depan kamar, langsung saja ia membuka pintu dan tak lupa menguncinya, Aroma semerbak maskulin khas dirinya mampu membuat pikirannya tenang. Menghempas tubuhnya di atas ranjang sembari melepas jaket jeansnya lalu melemparnya ke sembarang arah. Tubuhnya terlalu lelah hari ini, tak tinggal diam ia mengambil bantal sembari menyilangkan kedua tangannya di belakang kepala.

Bibirnya berdecak, bagaimana bisa Airyn bergabung dengan musuhnya? Giginya bergemeletuk mengingat bagaimana Airyn membela habis-habisan ketiga laki-laki itu, yang tidak lain Rayhan, Devon, dan Farel. Mengingat nama Devon saja membuat dirinya naik pitam. Sialan Devon! bisa-bisanya, laki-laki jelmaan iblis itu satu geng dengan Airyn. Kejadian tempo lalu saja masih melekat di benaknya. Lantas dengan Rayhan? Ia tertawa kecil.

"Rayhan, kapten futsal." Bagas bergumam kecil.

"Apa sebaiknya gue yang merjuangin dia?" Bagas tertawa melihat tingkah bodohnya, rahang bawahnya mengeras, langsung saja ia melempar kuat bantal bernuansa abu-abu kotak itu ke arah meja belajar. "Bangsat lo Airyn!" umpatnya sambil mengacak-acak rambut.

"Lo gak usah ngarep gue bakal mau sama lo, cukup bagi gue. Yang namanya masalalu, tetap masalalu. Dalam kamus gue, gak ada sejarahnya mengulang kisah masalalu, apalagi dengan lo. Soalnya, gak cocok ratu bersanding dengan orang gak ada adab kayak lo, Bagaskara."

Perkataan gadis itu di kantin ibarat sebuah lagu yang terus berputar di kepala. Hatinya panas, sia-sia pendingin ruangan kamarnya ini seperti tidak ada gunanya, tatapan matanya beralih ke bingkai foto berada di atas nakas. Tak puas hanya melihatnya, langsung saja tangannya mengambil bingkai foto tersebut. Bibirnya bergumam kecil diikuti dengan jari jemarinya mengusap gambar dua orang di dalamnya.

AIRYN'S  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang