Truth 8; Those Heart Laying Down In The Right Place

11.1K 1.6K 1.3K
                                    




Part ini beneran panjang, jadi aku berharap diramaikan juga kolom komen dan votenya, yaa.

Part pesawat sudah meresahkan, apakah ini akan meresahkan juga?

Part pesawat sudah meresahkan, apakah ini akan meresahkan juga?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Voter keberapa nih?











"Kita sudah sampai Ketua Hwang," kata sang supir saat roda empat itu berhenti pada lahan parkir basement sebuah gedung besar.

Seperti hierarki yang ada pada keluarga besar Seojin, sang nenek jelas memiliki posisi tertinggi setelah sang kakek meninggal dunia. Dan kedudukan itu agaknya tidak akan lengser oleh keadaan-keadaan tertentu. Gelar 'Ketua' itu nyatanya juga masih tersemat pada namanya.

Yun Hwang, dibingkai kelopak mata sayu yang dilahap oleh usia itu menghela napas cukup panjang, dengan sigap turun dari mobilnya setelah sang supir membukakakn pintu. Udara panas seketika menerpa, mengganti suhu sejuk yang ia rasakan di balik Rolls Royce berwarna hitam.

Yun menghela napas kembali dengan sorot mata tidak ramah sama sekali. "Aku benar-benar tidak menyukai tempat ini."

Wanita yang berusia lebih dari paruh baya itu menapaki kotak-kotak lantai, melewati beberapa orang berseragam yang sesekali tersenyum padanya. Sang supir juga mengikuti di belakang, seperti pengawal yang patuh tanpa banyak berkata. Memang, nenek Yun ini masih terbilang gesit untuk usianya.

"Kau sudah menghubungi adiknya, Wonan?"

Sang supir mengangguk. "Sudah Ketua."

"Bagus." Yung mengangguk setelah melewati bangsal utama, lalu melenggak santai lebih jauh menuju lift. "Pastikan kebutuhannya tidak kurang apapun atau dia akan bertingkah lagi."

"Baik, Ketua."

Ruang persegi kromium itu melesat naik, angka-angka tercetak pada display seakan berhitung sebelum mencapai lantai yang dituju oleh Yun dan sang supir. Beberapa saat kemudian suara denting bel terdengar, elevator berhenti dan pintu alumunium itu terbuka secara perlahan-lahan. Sedikit berbeda dibandingkan lantai tadi, sudah tidak ada bau khas rumah sakit yang ketara di lantai ini. Karpet tebal digunakan sebagai alas sepatu melangkah, teksturnya yang tidak tebal tetap bisa memudahkan roda-roda kursi, tempat tidur bahkan tray makanan.

Saat Yun sampai di salah satu pintu ruangannya, ia kembali menghela napas pendek. Raut wajahnya terlihat lebih muram dan dicampur oleh rasa enggan dan ketegasan yang ketara. Pintu ruangan tergeser, dan saat Yun melangkah masuk, seorang wanita tengah melempar senyumnya kelewat ramah.

"Nenek datang?" sapanya sembari membenarkan anak rambutnya sendiri ke belakang kepala. "Hwang tidak ikut?"

Yun tidak langsung menjawab, ia melangkah dan berhenti tepat disamping ranjang yang di letakkan tidak jauh dari jendela. "Sepertinya keadaanmu belum juga baik, Kim Jina.


If Truth Can Lie ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang