If 24; Behind The Lie

4.5K 773 520
                                    







Halooh, karena telat update sehari, part ini kukasih panjaaaang. Karena panjang, aku mau ada tantangan komen yaa. 400 komen dan 400 vote aja sebelum cerita ini tamat. Boleh di komen setiap paragraf biar cepat terpenuhi. Kalau terpenuhi, bisa update lebih cepat. Jadi, siapa tau Minggu depan ini bisa update 2 kali muehehehe.

 Jadi, siapa tau Minggu depan ini bisa update 2 kali muehehehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

©️aes@pinterest


Voter ke berapa nih?





"Kecelakaan itu adalah pembunuhan berencana yang salah sasaran, Sora. Seharusnya yang mati saat kecelakaan itu adalah aku .... bukan Hyubin Hwang." Sorot mata Seojin berubah begitu hampa, kehilangan teramat sangat yang dibalut dengan sepercik dendam yang selama ini disimpan rapat-rapat. "Kim Jina dan Kim Junggok, mereka jelas ikut andil dalam hal ini."

Kalimat yang Seojin katakan, seperti sebuah bom tangan yang diselipkan di antara sela-sela syaraf kepala. Meledak, mengejutkan, sampai rasanya isi kepala Sora seperti berhamburan di atas lantai. Sora juga berhasil menahan napasnya ketika melanjut. "K—kau pasti mengada-ada, Seojin-ah."

Sementara Seojin terlihat tersenyum, tersenyum dengan rasa getirnya sendiri. "Jadi kau tidak mempercayaiku?" tanyanya saat meremas lembut tangan Sora di atas pangkuannya. Ada jeda keheningan di sana, dan Seojin lalu melanjut. "Aku juga berharap, semua ini adalah kebohongan. Sama seperti dirimu, aku sebenarnya tak ingin mempercayainya."

Orang bilang, kehancuran itu memang menjelma menjadi bentuk masing-masing sesuai pribadinya. Bahkan, ada juga kehancuran yang bertransformasi dari ketakutan dan kecemasan. Apakah Sora sekarang menangkap ketakutan pada air muka Seojin? Atau sebuah kehancuran yang selama ini tidak pernah ditunjukkan padanya? Baru kali pertama Sora merangkum Seojin cemas sampai pucat pasi. Berusaha untuk memberikan rasa nyaman dan hangatnya, Sora memeluk Seojin, ia mengalungkan tangan pada punggung gagah itu sembari mengelusnya penuh afeksi.

"Untuk beberapa alasan aku terkadang takut untuk mengungkap semua," jeda Seojin, matanya menerawang sayu. "Tapi, bagaimana kalau kebenaran memang harus dibeberkan semestinya?"

Seandainya Sora dalam posisi yang sama, bisa jadi ia tidak akan sekuat Seojin. Bagaimana rasanya memukul kenyataan di mana kau ingin dimusnahkan oleh keluargamu sendiri? Merasakan dadanya turut mengetat sesak, Sora mengerti kenapa Seojin begitu keras pada dirinya sendiri. Sang suami, hanya ingin mencari tempat untuk menempatkan diri.

"Aku akan membantumu mencari informasi," kata Sora bersamaan melepaskan pelukannya di sana. "Kita selesaikan masalah ini dengan cepat."

Seojin tersenyum, ia juga merasa lega. "Aku berharap bisa semudah dan secepat itu." Ia lalu mengarahkan tangan untuk mengelus pipi Sora. Lalu secara mengejutkan, Seojin perlahan mendekatkan wajahnya, memetik beberapa lumatan pada bibir Sora yang disambut dengan suka rela oleh wanitanya. Cengkraman tangan Seojin pada leher belakangnya, seakan menggambarkan ia tidak akan dilepaskan, diremas lembut secara posesif, bibirnya dipagut dengan cara yang intim. Saat wajah mereka menjarak, Seojin masih belum berniat memutuskan tatapan matanya.

If Truth Can Lie ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang