Truth 3; Warmer But Not Warming Enough

8.9K 1.7K 451
                                    

Sambil mandangin fotonya, coba sini aku pengen tahu siapa aja yang masuk voter 50 besar 🌝

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sambil mandangin fotonya, coba sini aku pengen tahu siapa aja yang masuk voter 50 besar 🌝












Sora baru saja menyemprotkan minyak wangi pada bagian lehernya. Aroma kayu-kayuan manis ambergris dan cedarwood memanjakan penciuman sebelum aroma lapis kedua di dominasi oleh floral yang lembut. Seojin berdiri tidak jauh dari Sora, menarik laci dan mengeluarkan satu buah Rolex berwarna silver yang senada dengan kemeja putihnya.

Seojin itu kalau tidak menghadiri acara penting, penampilannya memang cukup santai. Buktinya sekarang, kemeja berwarna biru lembut ukuran besar nampak gagah menempel pada posturnya, celana jeans biru terang terlihat pantas dengan gaya tuck in yang rapih. Tampan, tentu saja.

"Di luar sedang dingin," kata Seojin ketika Sora sudah mengamit clutch berwarna hitam miliknya. "Pakai outwearmu, dan tolong ambilkan punyaku juga."

Sora mengangguk, meletakkan kembali clutchnya dan berjalan ke arah lemari di balik setelan yang nyaman. Celana kain highwaist berwarna putih yang memeluk pinggang dan lekuk bagian belakang, dipadu kemeja satin berwarna hijau lembut yang dimasukkan juga dengan rapih. Terlihat elegan.

"Kenakan saja nanti setelah turun dari mobil," kata Seojin sembari mengambil clutch Sora untuk dibawakan.

Sejujurnya, hal-hal sederhana seperti ini yang membuat Sora bingung dengan Seojin, bingung dengan perasaan dan keraguannya sendiri. Masih membawa dua mantel berwarna abu-abu dan coklat yang dilipat rapih pada lengan, Seojin jelas tidak masalah untuk membukakan pintu mobil untuk Sora, menunggu sang istri meniti tangga turun, lalu menutup pintu setelah meletakkan clutch itu pada pangkuannya.

Tapi kemudian, tidak ada percakapan yang terjadi setelah itu. Mobil begitu hening seperti lubang hitam menyedot semua suara, semua interaksi dan ketertarikan untuk berbicara. Lampu-lampu juga tertinggal di belakang kala Sora menoleh ke arah jendela. Maka, tiga puluh menit kemudian mobil Seojin berhenti di depan sebuah toko berlantai dua.

"Kau yakin tidak memiliki permintaan khusus?" tanya Seojin sekali lagi kala keduanya sudah mengeratkan mantel masing-masing.

Sora menggeleng. "Tidak ada, Jin."

"Baiklah, ayo masuk."

Dulu, Sora merasa canggung membawa kakinya melangkah masuk ke dalam toko bergaya modern elegan dengan lampu mewah yang benderang. Sekali lihatpun kau bisa tahu jika toko-toko seperti ini tidak diperuntukkan oleh orang-orang kelas biasa. Orang-orang seperti dirinya. Sang Ibu selalu mengingatkan agar ia bersikap baik, menikahi putra pewaris perusahaan ekspor import Hwang tentu bukan hal yang mudah. Sora tahu itu, dan dia selalu menanamkan apa yang diajarkan sang nenek padanya di dalam kepala. Etika, dan kecerdasan adalah yang utama.

Baju-baju nampak dipamerkan bangga, manekin yang terpasang seakan menggoda agar dirimu menyentuhkan jemari di atas permukaan kain premiumnya. Sejujurnya Sora juga masih belum terbiasa, tetapi menjadi istri Seojin harus terbiasa dengan hal seperti ini, bukan?

If Truth Can Lie ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang