Voter ke berapa nih di part kedua ITCL?
"Bisakah kau lebih cepat melakukannya, Egbert?"
Panggilan marga lagi. Terhitung hampir lima kali ini Seojin memanggil seperti itu tatkala suasana hatinya tidak senang dengan apa yang Sora perbuat.
Seojin melihat jarum jam yang ada pada pergelangan tangannya. "Meeting-ku di mulai empat puluh menit lagi, dan kita harus sarapan terlebih dulu. Tolong sedikit dipercepat."
Sora meneguk salivanya, dengan cepat menalikan selembar kain berjahit rapi sepanjang 140 cm yang ia genggam. Sayangnya, kelincahan jemarinya tidak juga membuat Seojin Hwang puas, dan bagaimana sang suami memanggil nama belakangnya berhasil membuat Sora semakin gelagapan.
"Jangan gunakan simpul four in hand," jeda Seojin—mengoreksi kembali. "Leherku tidak sependek itu. Bukankah aku sudah bilang untuk menguasai simpul windsor?" Kedua mata Seojin menatap lurus. "Sora, ini seharusnya hal yang sangat sederhana untukmu. Untuk seorang istri. Sudah satu minggu, tidak mungkin aku harus memberimu waktu satu tahun untuk ahli dalam melipat dasi."
Satu Minggu. Sora Egbert seperti dipelanting dari kehidupan monoton dan didesak bertransformasi menjadi wanita elegan kelas atas yang menguasai empat jenis sampul untuk dasi.
"Aku bukan lulusan tata busana, Hwang," jawab Sora pada akhirnya. "Aku lulusan seni rupa murni, dan aku tidak perlu menggunakan dasi setiap kali ingin pergi."
Sora menyadari jika jawabannya sedikit banyak membuat Seojin terdiam. Sama terdiamnya seperti Sora yang entah kenapa bayangan manis di dalam kepala mendadak hambar seperti ini. Pribadi yang dulu mempersuntingnya seperti orang yang benar-benar berbeda. Seojin Hwang yang berdiri di depannya adalah sosok yang dingin seperti badai akhir tahun.
"Aku mengerti. Tapi suamimu harus mengenakan dasi setiap pagi. Jadi biasakan, kuasai dengan baik, Sayang."
Selalu lihai. Sora tidak membantah jika Seojin itu cermat sekali menata kalimat-kalimat yang keluar dari bibir sensualnya. Terasa tidak sembarangan, tidak juga murah, tetapi terkadang juga mengandung arti yang membingungkan.
"Untukmu, Seojin-ah. Aku akan berusaha."
Sora tentu mengingat dua kenangan mengejutkan dalam hidupnya. Pertama, ketika Seojin Hwang datang mengetuk pintunya, menggunakan setelan rapih dengan wajah tampan sempurna seolah dipahat sengaja tanpa celah oleh Tuhan. Membawa keluarganya yang bukan orang sembarangan untuk bertamu di tengah musim gugur yang sejuk.
Kedua, ketika kisah hidupnya digulingkan seperti cawan yang berisi air. Ya, terlalu mengejutkan sampai Sora berpikir sejauh apa Tuhan ingin menguji imajinasinya—mengamit lengan Seojin kala pendeta memberikan pemberkatan di tengah haru senang restu yang terlontar untuk keduanya. Sora Egbert tidak repot mengais kotak memori untuk menemukan kenangan itu, sebab tiga Minggu rasanya mustahil untuk dilupakan begitu saja. Sebelum Sora Egbert mulai mempertanyakan apa yang salah, apa yang ia lewatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
If Truth Can Lie ✔️
Fanfic❝ Sora, kau ada waktu Jum'at minggu depan?❝ Sora Egbert jelas mengingat dua kenangan mengejutkan dalam hidupnya. Pertama ketika Seojin Hwang datang mengetuk pintunya dalam setelan rapih dan mewah. Yang kedua ketika nasibnya berubah cepat bak jentika...