❝ Sora, kau ada waktu Jum'at minggu depan?❝
Sora Egbert jelas mengingat dua kenangan mengejutkan dalam hidupnya. Pertama ketika Seojin Hwang datang mengetuk pintunya dalam setelan rapih dan mewah. Yang kedua ketika nasibnya berubah cepat bak jentika...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Maaf, aku ingin ke kamar mandi sebentar," pamit Sora dengan menahan sesak mati-matian, sementara Jisu juga agaknya memikirkan hal yang sama. "Mungkin setelah itu aku akan membantu Mama kembali. Jika Oma butuh sesuatu." Sora seketika melihat ke arah sang suami. "Katakan saja pada Seojin, aku yakin dia nanti akan datang padaku."
Sejauh ini, Sora memang tidak berniat membalas dengan begitu terang-terangan, sebab ia berpikir menjadi seorang wanita yang elegan dengan sentuhan martabat memang tidak pernah mudah. Tapi di sana, setelah ia mengatakan itu Seojin agaknya sedikit terdiam, dan Sora berharap perkataannya tidak menyakiti siapapun, tapi setidaknya bisa membuat sel-sel keras kepala di antara mereka sedikit melunak.
Jisu yang melipat kedua bibirnya cukup canggung, sepertinya juga memikirkan hal yang sama dengan Sora. Ingin cepat-cepat beranjak. "Aku juga ingin membantu Mama—"
Tapi sayang, Sora dan Jisu berdiri di waktu yang hampir bersamaan. Jisu yang tengah membawa cangkir teh setengah penuh itu tanpa sengaja membasahi baju yang Sora kenakan. Jisu segera meletakkan cangkir di atas meja, dan mengesat baju Sora, "Maaf Kak Sora, aku tidak sengaja."
Siena yang baru datang terlihat antusias—antusias menertawakan. "Ah, sayang sekali. Baju cantik Sora jadi kotor." Ia lalu berjalan ke arah Seojin. "Bagaimana menurutmu, Seojin-ah? Tidakkah itu...menganggu?"
Nenek Seojin agaknya ingin mengenggam situasi ini dengan baik, kendati ia memang cukup tertegun bagaimana Sora berkata beberapa saat lalu. Wanita lanjut usia itu berdecak, tak ingin menggubris lebih jauh. "Cepat ganti baju sana. Kenapa malah semakin ribut kalian berdua."
Jisu sukses menegakkan punggungnya, dan Seojin juga menghela napas panjang sebelum mengedip begitu pelan, tanpa sadar mendaratkan jemari pada jembatan hidung dan memijit sejenak di sana. Sora sendiri juga merasa semakin kesal. Bukan karena Jisu, tapi jelas tidak ada seorangpun yang senang berada di situasi seperti sekarang. Keremeh-temehan Siena juga tidak membantu sama sekali, membuat rasa kesalanya semakin bertumpuk-tumpuk.
"Kak Sora, maaf—"
"Tidak apa-apa Jisu-ya," potong Sora cepat, lalu memegang kedua tangan Jisu untuk menghentikan gadis itu menyeka roknya dengan tisu. "Aku akan membersihkannya sekalian di kamar mandi."
Sora tidak menunggu lama untuk berlari ke dalam rumah. Meninggalkan nenek, dan Jisu yang memanggil sementara Seojin yang memasarang raut wajah sedemikian rupa. Hanya menatap punggung Sora yang semakin jauh sampai teras rumah.
Ilmiah bilang, coba tenangkan diri selama sepuluh detik ketika kau sedang marah untuk menghindari hal-hal yang lebih buruk, dan barangkali Sora membutuhkan ratusan detik tambahan untuk memikirkan apa yang harus ia lakukan dengan rok basahnya.
Sora menatap pantulan dirinya pada cermin, melihat matanya sedikit merona dan ia mengerjab cepat sembari mengalihkan tatapan untuk mencuci tangan di bawah guyuran kran wastafel. Suara langkah kaki terdengar, dan sebenarnya Sora berharap Mama atau Jisu yang menyusulnya, bukan pribadi yang sekarang tengah berdiri dan diam begitu saja setelah melewati ambang pintu. Tapi entah kenapa, Sora berpikir jika Seojin tidak mengatakan apapun, Sora akan melakukan hal yang sama kali ini. Dia lebih memilih melihat pantulan dirinya, kendati sejenak ia mencuri pandang dari cermin jika Seojin tengah menatap ke arahnya—sedemikian lekat.