Halo...
Terima kasih masih mau baca hehe
Seperti biasa saja.4A MEREDAM PERASAAN
Malam hari, seusai salat isya dengan Ibu juga Bapak. Aku mulai beranjak ke kamar dan terduduk di bangku belajarku. Membuka satu persatu halaman pada buku yang isinya angka semua, hampir gila aku membacanya setiap hari hanya untuk memahaminya.
Lagi-lagi aku menutup buku itu, menyerah sementara. Menghela napas dan memandangi almamater yang ku gantung di depan lemariku. Sudah wangi, karena tadi siang sudah ku cuci. Almamater itu semakin membuat diriku bersemangat untuk bisa mencapai mimpiku. Ya. aku selalu bermimpi. Tapi, bukan berarti hanya sekedar bermimpi saja dan tidak ada kelanjutannya. Tapi aku selalu mendoakan dan memperjuangkan apapun yang kurasa pantas untukku.
"Nia." Suara Ibu terdengar memanggilku dari balik pintu.
Aku masih diam.
"Nia," Ibu mulai mengetuk pintu kamarku. "Ada temanmu tuh di luar."
Mendengar itu, mataku melebar, jantungku kembang-kempis. Bingung habisnya. Temanku hanya Alma dan Kana saja, tidak ada lagi yang dekat denganku selain mereka. Bahkan hari ini rasanya mereka tidak bilang apapun kalau ingin ke rumahku malam-malam.
"Nia, kamu dengar Ibu tidak?"
"I-iya... Iya... Bu."
Aku beranjak keluar kamar, mataku menatap ke Ibu dengan bingung. Dan bahkan Ibu lebih bingung. Ibu menyuruhku segera menemuinya. Aku mengangguk dan berjalan ke luar rumah menemui siapa yang katanya temanku itu.
Mataku sontak terbelalak melihat cowok tinggi, putih memakai hoodie bewarna broken white dengan posisi menunduk seraya memainkan rubik. Aku tahu dia, Genta yang kini sedang di rumahku yang mungil.
"Genta?"
Mendengar suaraku, Genta langsung mengangkat kepala dan menatapku dengan senyum tipis.
"Masuk, Ta."
Dia masih menatapku dengan senyum samar yang tak pudar-pudar juga. Aku mendelik lagi lekat-lekat kedua bola matanya, aku seperti melihat kegusaran pada dirinya. Kemudian dia menggeleng.
"Ta. Masuk, di dalam saja ngobrolnya. Jangan di luar."
"Ya sudah, aku pulang ya."
Alisku terangkat sesaat setelah ucapan itu keluar dari mulutnya. Dia ini sedang kenapa sih. Tiba-tiba datang ke rumah dengan wajah mendung dan irit sekali berbicara.
"Y-yaudah..." aku menghela napas dan ikut duduk di teras rumah berdua dengannya.
Genta merubah posisi duduk dan mengarah padaku. Dia menghela napas dengan gusar seolah dunia ini sedang mengolok-olok dirinya hingga membuatnya menjadi sedih seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Genta & Kata
Novela JuvenilUpdate setiap hari Senin :) "Untuk apa setia jika hubungan terasa hampa. Dan untuk apa selalu ada jika tak bisa bersama." Apakah selalu ada dan setia itu adalah hal yang sama? Dan kenapa aku dihadirkan oleh sosok yang baik jika masih ada yang terbai...