Anggap saja Belva gila karena mengajukan penawaran ini, namun ia tak bisa membohongi dirinya yang menginginkan Aktha apapun yang terjadi, walaupun ia harus memaksa bahkan pakai cara kotor. Sifat dingin, keras kepala, dan berpendirian teguh dari Aktha membuat ia ingin menaklukan pria itu di bawah kakinya.
Akmal sendiri terkejut mendengar harga yang harus ia bayar adalah kehidupan putranya. Sebenarnya ia tergiur akan hal ini, namun ia kembali memikirkan Aktha yang merupakan satu-satunya keluarga yang ia punya. Ia telah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjaga Aktha, walaupun selama ini anaknya menjaga dirinya sendiri tanpa bantuannya. Ia masih ragu untuk setuju.
"Tidak. Puteraku masih kuliah, dia punya mimpi besar akan hidupnya," balas Akmal menolak. Ia masih punya sedikit akal sehat untuk tidak membahayakan hidup putranya.
"Aku tidak masalah dengan kuliahnya dan cita-citanya, aku tidak akan menghalanginya. Tapi jika kau menolak, maka siapkan sembilan ratus juta besok atau aku akan membunuhmu dan menjual organ tubuhmu. Aku pamit pergi, Calon Ayah Mertua," ucap Belva kembali mengancam.
Belva langsung pergi begitu saja setelah kembali mengancam Akmal karena ia tak mau mendengar penolakan lagi dari tukang hutang ini. Ia pun memberikan perintah lewat jentikan jari kepada para pengawalnya agar mengikutinya dari belakang dan keluar dari rumah sederhana dan kumuh ini. Belva pergi dan meninggalkan Akmal yang bimbang.
Setelah Belva dan pengawalnya pergi, Akmal menutup pintu rumahnya dan menghampiri kamar putranya lalu mengetuk pintu kamar tersebut sambil memanggil nama putranya.
"Aktha, ini Ayah, Nak. Buka pintunya, Ayah mau masuk dan bicara padamu."
Tak ada balasan dari puteranya, namun pintu sudah dibuka. Ia pun masuk ke dalam kamar putranya yang sempit, kemudian duduk di pinggir kasur, sedangkan putranya duduk di kursi depan meja belajar.
"Ada apa, Ayah?" tanya Aktha dengan nada kesal. Ia tak suka ayahnya berhutang, padahal ia mati-matian mendapat beasiswa dan bekerja paruh waktu demi memenuhi kehidupannya dan ayahnya.
"Ayah mau meminta satu hal penting padamu, apa boleh?" tanya Akmal dengan ragu.
"Minta apa? Aku akan mencoba mengabulkannya kalau bisa."
Melihat putranya yang masih bersikap baik padanya membuat ia mendapat sedikit harapan jika putranya akan setuju dengan permintaannya. Namun, ia tetap saja ragu mengatakannya karena pasti permintaannya akan menyakiti putranya, ia pun berusaha meyakinkan dirinya untuk bicara.
"Ayah minta kamu menikah dengan Belva sebagai balasan atas hutang Ayah."
"Ayah menjual aku ke perempuan kejam itu?!" teriak Aktha.
Aktha tak menyangka jika ayahnya akan mengatakan hal ini, ia jadi emosi dan spontan berdiri dari kursi dan menatap kecewa pada ayahnya. Akmal pun ikut berdiri dan mencoba menjelaskan pada putranya agar tidak salah paham.
"Ayah tidak punya pilihan lain, Nak," ucap Akmal dengan raut wajah putus asa, berharap putranya menjadi kasihan dan mau menurutinya.
"Memangnya hutang Ayah berapa sampai berani menjual aku yang merupakan darah daging Ayah sendiri?"
"Sembilan ratus juta ribu rupiah, belum termasuk bunganya."
"Apa?! Banyak sekali. Buat apa uang sebanyak itu? Apa uangnya sudah habis semua?" tanya Aktha yang terkejut.
Siapa yang tidak terkejut saat mendengar jumlah fantastis itu? Padahal selama ini ia kuliah lewat beasiswa pemerintah, bahkan biaya hidup selama kuliah ditanggung beasiswa, dan ayahnya tak pernah sedikit pun memberikannya uang. Ia tak habis pikir dengan ayahnya yang berani meminjam uang sebanyak itu, padahal sudah ia beri uang untuk kehidupan sehari-hari.
"Uangnya sudah habis semua, Nak. Ayah pakai untuk investasi dan katanya akan kembali tiga kali lipat, tapi nyatanya Ayah ditipu dan uangnya dibawa lari. Sampai sekarang polisi belum menemukan penipu itu. Lalu sisanya, Ayah gunakan untuk berjudi. Ini memang salah, Ayah. Maafkan Ayah, Nak. Ayah tak bisa memberikan hidup yang layak padamu dan hanya bisa menyusahkan dirimu saja."
"Aku ingin membantu Ayah, tapi aku tak punya uang sebanyak itu. Aku juga tak mau menikah dengan perempuan itu karena aku tidak mencintainya dan masih ingin menggapai impianku sebagai dokter."
Sebenarnya Aktha juga kasihan dan iba pada masalah yang menerpa ayahnya, terlebih lagi raut wajah putus asa dan memohon di wajah ayahnya yang sudah tua dan keriput. Namun, ia juga tidak mau merelakan kehidupannya karena ia merasa tak bertanggung jawab atas kelakuan ayahnya. Ia sudah mencoba meringankan beban ayahnya dengan beasiswa kuliah bahkan membantu perekonomian keluarga, dan ia rasa sudah menjalani tanggungjawab sebagai anak dengan baik.
"Belva tidak masalah jika kau tetap kuliah. Soal cinta, cinta bisa tumbuh seiring dengan waktu, Nak. Kalau kau tak mau menikah dengan Belva maka besok mereka akan membunuh Ayah dan menjual organ tubuh Ayah agar uang mereka kembali," ucap Akmal masih mencoba membuat putranya setuju karena ia masih ingin hidup.
"Itu hanya ancaman saja, dia itu perempuan, dia tidak akan melakukan tindakan sekeji itu. Lagi pula ada polisi dan hukum yang akan melindungi Ayah."
Berbanding terbalik dengan ayahnya yang merinding ketakutan, Aktha malah bersikap tenang dan menolak percaya atas ancaman tersebut. Akmal merasa bingung harus meyakinkan puteranya dengan cara bagaimana lagi, ia pun langsung menceritakan kasus kejahatan Belva yang pernah ia lihat sendiri dengan mata kepalanya sendiri.
"Belva tidak pernah main-main dalam berkata, Nak. Sahabat Ayah sudah jadi korban, Ayah melihatnya sendiri dibunuh oleh pengawal Belva dihadapan Belva sendiri saat Ayah hendak berhutang padanya. Polisi tidak akan berani mengusik Belva apalagi tidak ada bukti kuat dan tidak ada yang melaporkan kehilangan keluarga. Ayah sangat takut, Nak. Ayah belum siap mati. Ayah masih ingin hidup. Tolong Ayah, Nak. Selamatkan nyawa Ayah dari Iblis itu."
Mendengar ucapan ayahnya membuat Aktha sadar betapa berkuasanya seorang Belva. Ia pun tak tega membayangkan jika ayahnya akan bernasib sama seperti sang sahabat. Ia pun terpaksa menyetujui permintaan ayahnya dengan menukar kehidupannya.
"Baiklah, aku setuju menikah dengannya, aku harap Ayah akan belajar dari kejadian ini karena setelahnya aku tidak akan bisa menolong Ayah lagi."
"Terima kasih, Nak. Kau memang putraku yang baik."
Akmal tersenyum senang, beban seakan hilang dari pundaknya dan ia pun langsung memeluk putranya dengan erat saking senangnya. Lalu pergi dari kamar putranya untuk menghubungi Belva bahwa Aktha setuju untuk menikah. Saat ayahnya senang membayangkan hutang lunas dan dapat menantu kaya raya, Aktha malah larut dalam kesedihan karena sadar sekarang ia tak memiliki harga diri lagi karena harga dirinya sudah dijual oleh uang.
*****
Tangerang, 11 Februari 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Pria Tanpa Harga Diri
RomanceBelvara Granite, seorang perempuan karir yang sukses dengan berbagai usahanya mulai dari bidang properti, pendidikan, kuliner, sampai kecantikan. Dikenal dengan sifat dingin dan kejamnya yang membuat semua orang terutama pegawai kantornya takut saat...