Saat ini keluarga Granite sedang makan malam di ruang makan yang mewah dengan kursi dan meja makan yang terbuat dari kayu jati asli pilihan terbaik. Tak lupa menu makanan yang lezat dan sehat. Di meja makan ada lima orang sedang makan bersama dalam diam karena peraturan rumah yang mengatakan tidak boleh bicara saat makan, bicaranya saat semua sudah selesai makan. Lima orang itu terdiri atas Belvara Granite, Aji Granite, Ayana Granite, Khaterine Granite dan Alterio Granite.
Belva sudah selesai makan dan tak langsung pergi ke kamarnya, ia diam dan menatap semua anggota keluarga secara bergantian membuat yang lain tahu jika mereka sedang ditunggu oleh Belva. Sepertinya ada hal penting yang ingin dibicarakan karena tak biasanya Belva tetap duduk di kursi saat sudah selesai makan. Anggota keluarga pun mempercepat waktu makannya hingga makanan mereka habis lalu siap mendengarkan ucapan Belva. Saat melihat semua piring anggota keluarga sudah habis, Belva pun angkat suara.
"Aku ingin menikah."
"Apa?!" teriak Aji dan Alter, ayah dan adik laki-laki Belva.
"Uhuk, uhuk."
Ayah dan Alter spontan bertanya karena terkejut sekaligus memastikan bahwa apa yang mereka dengar tak salah. Beda hal dengan Ayana dan Kat yang merupakan mama dan adik perempuan Belva. Mereka batuk karena tersedak air minum akibat mendengar ucapan Belva yang mendadak, tanpa ada basa-basi. Belva tahu keluarganya akan terkejut mendengar ucapannya namun ia tak menyangka jika respon mereka akan berlebihan. Ia pun langsung mengusap punggung mamanya agar batuknya mereda.
"Mama pelan-pelan minumnya, udah baikan?"
Belva bertanya dengan nada khawatir sambil menyodorkan minuman lagi pada mamanya. Mama menerima minuman tersebut dan meminumnya dengan perlahan. Walaupun Belva memiliki sifat yang dingin, kejam, dan keras kepala, tapi ia tetap memiliki kasih sayang dan cinta untuk keluarganya. Terutama pada orang tuanya, ia akan bersikap lembut.
"Udah baikan. Kamu benar tentang omongan yang tadi mau menikah?" tanya Ayana karena pertanyaan sebelumnya belum dijawab oleh putrinya.
"Iya, aku mau menikah dalam waktu dua minggu lagi. Aku sudah punya calon prianya dan dia akan datang ke rumah besok," jawab Belva dengan santainya tanpa tahu berita ini hampir membuat semua orang jantungan.
"Tapi kenapa terburu-buru, Kak?" tanya Kat, anak kedua keluarga Granite.
"Kenapa juga harus menunda hal baik?"
Bukannya menjawab pertanyaan Kat, Belva malah balik bertanya dan membuat Kat terdiam karena tak punya jawaban. Anggota keluarga pun tahu bahwa ucapan Belva tak terbantahkan dari sikap dan nada suaranya. Namun, mereka tetap mencoba mengubah pendirian Belva walaupun mustahil.
"Pernikahan itu bukan hal yang main-main, Nak. Pernikahan adalah hidup bersama dengan orang asing seumur hidupmu. Berapa lama kau mengenal pria itu hingga mau menikah dengannya?" tanya Aji dengan harapan bahwa putrinya sudah sangat mengenal calon suaminya.
"Aku baru mengenalnya hari ini, Ayah."
Kali ini semua orang kembali dibuat terkejut oleh dengan jawaban Belva, sedangkan Belva masih bisa bersikap tenang seakan kenal sehari lalu memutuskan menikah adalah hal yang biasa. Anggota keluarga Belva saling pandang satu sama lain dengan raut wajah tegang, mereka ingin melarang tapi tak berani. Namun mereka tak tahu, jika Belva melihat jelas penolakan di mata mereka tanpa perlu dijelaskan.
"Kalian menolak pernikahanku?" tanya Belva.
"Jelas, kami menolaknya, Kak. Apa kau sudah gila menikah dengan pria yang baru kau kenal? Perempuan mana yang bisa yakin untuk menikah padahal baru kenal?" tanya Alter dengan nada kesal karena tak habis pikir dengan isi otak kakaknya yang dapat merencanakan hal gila seperti ini.
Belva langsung menatap tajam adiknya yang berani menceramahinya padahal uang futsal saja masih dari dirinya. Tatapan setajam elang Belva membuat Alter langsung menunduk dan tak berani bicara.
"Kalian selalu percaya pada keputusanku, tanpa pernah bertanya. Tenang saja, aku tak akan salah memilih. Pria itu adalah pria baik, cerdas, tampan, calon dokter dan poin terpenting adalah penurut."
"Kau bertemu dengannya dimana? Dia dari keluarga mana, Nak?" tanya Ayana mencoba menggali informasi lebih mendalam mengenai calon suami putrinya.
"Aku bertemunya saat aku menagih hutang Pak Akmal di rumahnya, dia adalah putra Pak Akmal."
"Kau menikah dengan Putra dari orang yang berhutang banyak padamu? Apa pernikahan ini hanya balasan dari hutang?" tanya Ayana mewakili pertanyaan seluruh anggota keluarga.
Sedari tadi Ayana sudah berusaha bicara selembut mungkin pada puterinya agar puterinya tidak merasa tersinggung. Ia mengenal baik bagaimana keras kepala puterinya. Sedangkan yang lain sudah frustasi mendengarkan jawaban Belva yang semakin mencengangkan mereka dan membuat mereka yakin untuk menolak pernikahan ini.
"Ya, Pak Akmal tak bisa membayar hutangnya dan aku tak mau rugi, lagi pula umurku sudah tiga puluh tahun, sudah seharusnya aku menikah. Menikah dengan putra yang harus membalas budi akan membuatnya takluk padaku dan tak akan berani menyakitiku. Aku tidak mau ada drama kekerasan dalam rumah tangga atau perselingkuhan. Aku butuh pernikahan dan anak, sedangkan dia ingin hutang ayahnya lunas. Kami impas," ucap Belva mengutarakan alasan utamanya memilih Aktha dari sekian banyak pria yang mengantri cintanya. Belva dan sifat dominasinya tak mau diperintah atau diatur pria, hanya ia yang boleh memerintah dan mengatur.
"Tapi, Kak. Pernikahan tidak seperti itu. Setidaknya harus ada cinta di antara kalian," balas Kat.
Kat kembali mencoba membuat kakaknya berubah pikiran. Ia tahu jika kakaknya sangat pelit dalam memberikan uang padanya dan tidak mau rugi, tapi tidak semua konteks kehidupan bisa disandingkan dengan uang.
"Berapa banyak pasangan suami istri yang saling mencintai namun tetap bercerai bahkan saling membunuh dan berkhianat? Kau tidak lihat berita di televisi? Bahkan, Mama dan Ayah menikah karena dijodohkan tapi bisa tetap bahagia dan saling mencintai sampai saat ini. Cinta bukan patokan untuk sebuah pernikahan."
Sayangnya semua penjelasan dari anggota keluarga tidak membuat keputusan Belva goyah, malah ia semakin kuat dengan pendapatnya dan menjawab semua pertanyaan anggota keluarganya dengan tenang namun tegas. Jawabannya pun membuat anggota keluarganya terdiam karena ucapannya sesuai fakta yang ada.
"Tapi dia terpaksa menikahimu, Nak. Bagaimana jika dia mempunyai perempuan yang ia cintai? Lupakan saja hutang Ayahnya, lepaskan pria tak bersalah itu. Anggap saja sebagai sumbangan ada orang tak mampu," ucap Aji.
"Benar kata Ayah, lagi pula kekayaanmu tak akan habis jika mengikhlaskan sembilan ratus juta ribu rupiah, Kak," balas Alter menyetujui perkataan ayahnya.
Alter tak mau jika kakaknya menderita nantinya dalam pernikahan tanpa cinta. Belva menghela nafas sejenak, ia tidak berpikir soal perempuan lain di hidup Aktha, namun bukan Belva jika tidak bisa menangani keadaan dengan baik.
"Kalau dia punya perempuan yang dicintai, maka harus dilupakan dan ditinggalkan. Jika aku terus mengikhlaskan hutang semua orang, maka aku akan jatuh miskin. Keputusanku mutlak. Aku ingin kalian membantu persiapan pernikahanku," ucap Belva tetap kekeh pada keputusannya.
Setelah menjawab pertanyaan ayahnya dengan jawaban yang tergolong egois, Belva langsung berdiri dan berjalan ke arah kamarnya, pertanda tak mau lagi membicarakan hal ini dan keputusannya sudah mutlak. Aktha akan menjadi suaminya apapun yang terjadi, bahkan jika Aktha tak mencintainya. Belva tak butuh cinta, ia hanya butuh pendamping hidup yang patuh padanya dan Aktha adalah orang yang tepat. Pada umumnya, para pria punya ego yang tinggi sehingga menolak patuh pada perempuan. Belva benci pria yang suka mengatur dan memerintahnya, sehingga Aktha adalah pilihan paling pas sebagai suaminya.
*****
Tangerang, 11 Februari 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Pria Tanpa Harga Diri
RomanceBelvara Granite, seorang perempuan karir yang sukses dengan berbagai usahanya mulai dari bidang properti, pendidikan, kuliner, sampai kecantikan. Dikenal dengan sifat dingin dan kejamnya yang membuat semua orang terutama pegawai kantornya takut saat...